Logo

Menjadi Wakil Rakyat Apakah Sebuah Pekerjaan?

BENGKULU – Wakil rakyat atau sering disapa Dewan, pada hakikatnya ialah tugas mulia, bahkan tak banyak orang berkata, “bila anda telah terpilih dan berkesempatan duduk di kursi hitam berputar, menandakan anda berkesempatan besar untuk masuk surga”

Kenapa demikian? Karena wakil rakyat adalah penyambung lidah rakyat, dengan duduknya mereka di kursi legislatif, berarti secara sukarela mereka harus memotong lidah mereka sendiri, untuk kemudian digantikan dengan lidah ratusan bahkan ribuan rakyat yang butuh tempat bercerita, keluh kesah, dan sandaran. Hal itu tentu saja suatu amal ibadah, berjuang untuk kemajuan masyarakat adalah kebahagiaan tersendiri, untuk mereka yang benar-benar mencokolkan hatinya untuk mengabdi.

Wakil rakyat adalah pengemban tugas, tugas mereka ialah mengemban dan menggerakkan situasi baru yang lebih menyenangkan untuk daerahnya, menentukan nasib daerahnya dalam siklus lima tahun kedepan. Sejatinya ini bukan pekerjaan, bukan pula profesi, namun sebuah tugas.

Lantas, bagaimana bila Legislatif dinilai sebagai sebuah pekerjaan? Sebuah kecocokan hati? Jika sebagian dari mereka menganggap legislatif sebagai sebuah profesi dan partai tempat ia bernaung tak lebih sebagai perusahaan, tak pelak mendorong mereka untuk bersikap labil, jika cocok mereka akan bercimpung lama, namun jika tidak cocok mereka tak segan-segan untuk berhenti bahkan loncat pagar ke partai yang berbeda.

Ironisnya, fenomena menganggap Legislatif sebagai pekerjaan bukan hal tabu lagi di sebagian daerah Indonesia, bukan hanya untuk anggota yang sudah lama terjun ke dunia politik, tetapi juga calon pendatang baru di legislatif.

Mereka bertarung secara buas demi memperebutkan pekerjaan sebagai legislator, pekerjaan yang menjadi ajang coba-coba bagi mereka yang belum mengerti politik secara utuh, mereka yang berfikir “terpilih dulu baru program” bukan sebaliknya.

Bahkan pengamat politik Bengkulu, Mirza Yasben secara terang-terangan mengatakan, sebagian orang yang memberanikan diri mencalon sebagai wakil rakyat, banyak karena terinspirasi gaya hidup mewah, dan menginginkan hal yang sama.

Bahkan, dengan tegas pula Mirza Yasben mengatakan, bahwa calon legislatif yang tidak paham akan politik, bila di kemudian hari mereka terpilih bisa berefek pada lambatnya pembangunan karena keterbatasan yang mereka miliki.

Maka dari itu, teramat penting untuk masyarakat, memahami siapa saja calon legislatif yang akan maju mewakili daerah pilihan tempat mereka tinggal, masyarakat harus cerdas, dan jangan dibodohi dengan kenikmatan sementara yang lalu merusak setiap sisi kehidupan hanya karena tertelan janji palsu dari sang dewan