Bengkulu News #KitoNian

Fenomena Telur Berdiri Sendiri saat Sembahyan Bacang, Benarkah?

Penulis : Cindy

Fenomena Telur Berdiri Sendiri saat Sembahyan Bacang

Fenomena unik terjadi pada perayaan Peh Cun atau sembahyang bacang, Jumat (3/06/2022). Upacara ini diyakini sudah dilaksanakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa penganut ajaran Konghucu di Nusantara, sejak zaman Belanda.

Peh Cun sendiri berasal dari Bahasa Hokkian yang dipendekan dari Pe Liong Cun yang berarti mendayung perahu naga. Warga Tionhoa percaya bahwa waktu ini bertepatan dengan fenomena Equinox.

Equinox adalah salah satu fenomena astronomi saat matahari melintasi garis khatulistiwa. Pada siang hari dipercaya matahari memiliki daya gravitasi yang lebih kuat.

Daya gravitasi yang kuat dianggap dapat membuat telur yang diletakkan bisa berdiri sendiri saat tengah hari atau pukul 12.00 siang. Dalam kepercayaan Tionghoa, orang yang berhasil mendirikan telur akan mendapatkan berkah dari langit.

Hari ini juga dianggap baik untuk memetik tanaman obat. Dahulu, para tabib di Cina memetik tanaman obat bertepatan dengan perayaan ini karena dipercaya lebih berkhasiat dibanding yang dipetik pada hari biasa.

Perayaan Peh Cun berkaitan erat dengan seorang tokoh sejarah bernama Qu Yuan (340 SM-278 SM). Ia merupakan menteri di negara Chu yang disukai karena kepandaiannya berdiplomasi.

Namun ia difitnah dan dibuang ke pengasingan setelah menteri korup lainnya meyakinkan raja agar percaya terhadap tuduhan palsu yang menimpa Qu Yuan.

Tahun 278 SM, Qu Yuan mendengar bahwa pasukan Qin menyerbu Ying (ibukota Chu), ia menulis puisi Ratapan untuk Ying, lalu ia menenggelamkan diri di Sungai Miluo.

Ritual bunuh diri tersebut dilakukan untuk memprotes korupsi yang menyebabkan jatuhnya negara Chu. Penduduk desa pun berusaha mencari tubuhnya di sungai menggunakan perahu.

Ada juga cerita lain yang mengatakan bahwa Qu Yuan muncul di mimpi teman temannya dan mengatakan kepada mereka bahwa ia telah melakukan bunuh diri karena tenggelam dan mereka harus membuang nasi yang dibungkus daun ke sungai untuk menenangkan sungai. Sehingga, hal ini memunculkan kebiasaan mengarungkan perahu naga dan melempar kue bacang ke sungai atau laut.

Baca Juga
Tinggalkan komen