AI: Sahabat Baru dalam Dakwah di Era Digital

AI: Sahabat Baru dalam Dakwah di Era Digital

Di tengah derasnya arus digitalisasi, hadir sebuah inovasi besar yang tak dapat diabaikan: Artificial Intelligence (AI). Teknologi ini bukan sekadar alat bantu teknis, tetapi bisa menjadi sahabat dakwah yang potensial jika digunakan dengan bijak dan bernurani. AI membuka jalan baru dalam menyampaikan pesan Islam yang penuh rahmat dan hikmah ke seluruh penjuru dunia, hanya dengan sentuhan jari.

Dakwah kini tidak lagi terbatas pada mimbar dan majelis. Melalui AI, dakwah menjelma dalam bentuk video animasi, konten visual kreatif, hingga suara-suara ceramah yang disulih dengan kecerdasan buatan. Variasi ini bukan sekadar hiasan, melainkan strategi efektif dalam menjangkau hati umat—khususnya generasi muda yang hidup dalam budaya visual dan serba cepat.

Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Kompasiana berjudul “Ketika AI Menjadi Sahabat Dakwah: Menyebarkan Islam di Era Digital”, algoritma AI mampu menargetkan audiens secara tepat. Dengan dukungan analitik dan SEO, konten dakwah—seperti kutipan ayat Al-Qur’an atau ceramah singkat—lebih mudah ditemukan dan dikonsumsi oleh pengguna internet. Ini adalah bentuk taufik dari Allah melalui wasilah teknologi.

Namun, disinilah tantangan etis muncul. Ketika semua orang bisa berdakwah, siapa yang menjamin kebenaran isi dakwah tersebut? AI bisa menjadi pedang bermata dua—ia bisa menyebarkan kebenaran, tapi juga bisa menyamarkan kesesatan dalam rupa kebaikan. Maka, para dai dan konten kreator Muslim harus mengedepankan ilmu dan adab dalam setiap konten yang dibuat, agar dakwah tidak menjadi gimik, tetapi tetap berakar pada kebenaran wahyu.

Islam sendiri tidak pernah menolak teknologi. Sebaliknya, Islam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu dan memanfaatkan apa pun yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Al-Qur’an, kita diajak untuk merenungi ciptaan-Nya sebagai tanda kebesaran-Nya. AI bisa menjadi salah satu “tanda” itu—bahwa manusia diberi akal untuk menciptakan alat yang mampu mempermudah jalan menuju hidayah.

Akan tetapi, AI tetaplah ciptaan manusia. Ia harus dibimbing dengan nilai-nilai Islam yang luhur—kejujuran, kasih sayang, dan kehati-hatian. Tanpa ruh moral, teknologi akan hampa, bahkan bisa menyesatkan. Maka, para pegiat dakwah harus menjadi penjaga nilai, bukan hanya pengguna teknologi.

Di era ini, AI adalah peluang emas bagi dakwah Islam. Tapi peluang itu hanya akan bernilai ibadah jika dipandu oleh iman dan ilmu. Mari jadikan AI bukan sekadar alat, tetapi sebagai teman seperjalanan dalam menyampaikan risalah Ilahi kepada umat manusia.

Oleh: Andini Dwi Sahara (Mahasiswa Prodi KPI 4C UINFAS Bengkulu)

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!