Logo

Terbentur Biaya, Perempuan Pengidap Kanker Terbaring Lemah

Idisna Hartini (45)

KOTA BENGKULU, bengkulunews.co.id – Idisna Hartini (45), warga Perumdam Kandang Mas Mulya RT 23 RW 06, Kelurahan Kandang Mas Kecamatan Kampung Melayu, sejak dua tahun terakhir divonis dokter mengidap kanker stadium 4.

Saat ini, sehingga perempuan yang dulunya berprofesi sebagai pedagang sayuran ini hanya terbaring lemah di atas kasur di rumah orangtuanya.

Upaya pengobatan pun, sudah ia lakukan agar bangkit dan sembuh dari penyakit yang ia idap selama ini. Seperti, pengobatan medis di salah satu rumah sakit di Bengkulu.

Namun, usaha itu belum membuahkan hasil. Sehingga dirinya masih menahan rasa sakit yang menahun tersebut. Ditambah, tidak adanya biaya pengobatan, membuat kondisinya ibu dari satu anak ini kian hari kian memburuk.

Sejak divonis kanker, anak pasangan suami istri (Pasutri) dari Isarani dan Isaida ini, tidak dapat berbuat banyak.

Bahkan, dirinya yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga tidak dapat memberikan nafkah kepada anak semata wayangnya, yang tengah duduk di bangku perguruan tinggi.

Ibu kandung dari Idisna Hartini, Isaida (76) mengatakan, anak sudah tiga kali dibawa berobat ke salah satu rumah sakit di Bengkulu.

Namun, kata dia, pengobatan tersebut belum membuahkan hasil. Hal tersebut ditandai dengan kanker payudara di sebelah kirinya sudah menyebar ke sebelah kanan.

Selain itu, sejak dirinya divonis belum ada mendapatkan perhatian secara khusus dari pemerintah setempat. Sebab, selama ini keluarga ini hanya dibantu oleh tetangga sekitar yang prihatin atas kondisi tersebut.

”Sudah tiga kali kami bawa dia ke rumah sakit, tapi kata dokter disini kurang lengkap obatnya karena penyakit anak saya ini sudah sangat parah sekali,” kata Isaida, saat ditemui bengkulubnews.co.id, Selasa (1/8/2017).

Isaida menyampaikan, setelah mengetahui kanker payudara sudah memasuki stadium 4, tim dokter menganjurkan Isaida, agara di rujuk ke rumah sakit di Jakarta atau Palembang, Sumatera Selatan.

Lantaran terbetur dengan kondisi ekonomi yang lemah, sampai Isaida, keluarganya hanya bisa meminta bantuan ke tetangga ataupun pemerintah yang perduli.

”Mana mau berobat, makan saja kami susah. Apalagi anaknya Isaida ini sedang kuliah, biayanya pasti mahal sekali,” demikian Isaida.