Bengkulu #KitoNian

Propaganda Tak Cukup, Pergub BBM dan Perwal BPHTB Tetap Saja Mahal

Ilustrasi

BENGKULU – Secara tiba-tiba, Walikota Bengkulu mengungkit kembali keberadaan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi dasar pengenaan tarif bahan bakar kendaraan di Bengkulu.

Pergub ini disebut sebagai dalang dari naiknya harga bahan bakar kendaraan di Bengkulu, tertinggi se Indonesia. Melalui video unggahanya, Helmi turut memboyong gelar ‘pakar ekonomi’ untuk menjustifikasi pendapatnya tentang kenaikan harga sembako.

Komentar Helmi ini secara kebetulan bersamaan dengan mencuatnya persoalan Perwal Nomor 43 Tahun 2019 tentang klasifikasi nilai untuk dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Belum lama, perwal milik politisi PAN itu dicabut oleh gubernur dengan alasan memberatkan masyarakat. Kadung menjadi lawan saat Pilgub 2020 lalu, sikap adik Zulkifli Hasan ini sudah bisa ditebak, melawan.

Melalui unggahan media sosial maupun media center Pemerintah Kota Bengkulu, Helmi menegaskan jika perwal ini berpihak pada masyarakat. Untuk mendukung statemenya, perwal yang telah terbit beberapa tahun itu disusul dengan Surat Edaran.

SE ini berisi syarat-syarat tertentu sebagai pengecualian bagi masyarakat tidak mampu dalam membayar BPHTB. Meski memperpanjang birokrasi, pemkot menganggap cara ini ampuh untuk memisahkan si miskin dan si kaya dalam mengurus peralihan tanah dan bangunan.

Tak mau berlarut dalam BPHTB, Helmi mencoba peruntungan dengan Pergub soal BBM. Tidak hanya di tataran lokal, isu ini diangkat hingga ke level nasional saat menjadi narasumber salah satu stasiun televisi. Bagaimana komentar Rohidin? Politisi Partai Golkar ini, diam.

Cara yang dilakukan oleh Helmi Hasan ini sebenarnya bukanlah cara baru. Di dunia perpolitikan Indonesia, saling ungkit persoalan seolah menjadi hal yang biasa.

Umumnya cara ini dilakukan untuk mengalihkan pandangan publik dari satu isu ke isu lainnya. Bahkan politisi sekelas Prabowo dan Jokowi pun masih memainkan cara ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto yang saat itu masih bertarung di Pilpres, sempat saling singgung soal masalah.

Jokowi mengungkit soal hoaks Ratna Sarumpaet sedang Prabowo menyinggung adanya kepala desa yang ditahan lantaran mendukungnya.

Keduanya tidak menjawab persoalanya masing-masing. Baik itu kasus Ratna Sarumpaet maupun kepala desa yang ditahan tetap saja berlangsung dan benar adanya.

Hal inilah yang tengah berlangsung di Bengkulu. Persoalan BPHTB menurut salah satu notaris kondang di Bengkulu merupakan persoalan pelanggaran prosedur dan berpotensi tidak adil.

Perwal Nomor 43 disebut akan memukul rata tarif BPHT pada warga yang masuk ke dalam zonasinya. Akibatnya warga yang memiliki rumah atau lahan yang tidak strategis bakal dikenai biaya yang sama dengan pemilik lahan yang strategis dan mahal. Itu benar, buktinya Helmi menerbitkan surat edaran untuk menanggulangi hal tersebut.

Sementara Pergub milik Rohidin juga menempatkan Bengkulu sebagai salah satu dari tiga daerah di Indonesia dengan tarif bahan bakar termahal di Indonesia. Meski tidak berdampak langsung pada masyarakat, tetap saja harga ini lebih mahal.

Rohidin dan Helmi tidak menjawab apa-apa, mencabut perwal atau pergub sepertinya tidak masuk dalam rencana solusi. Keduanya tetap ingin bertahan, dengan alasan meingkatkan Pendapatan Daerah.

Baca Juga
Tinggalkan komen