Logo

Pengamat Ekonomi Komentari Rencana Utang Pemkot

KOTA BENGKULU – Pengamat ekonomi pembangunan Universitas Bengkulu (Unib) Yefriza,S.E,MPPM, Ph.D, mengomentari niat Pemerintah Kota Bengkulu untuk meminjam dana ke PT SMI. Yefriza mengungkapkan, pinjaman merupakan salah satu konsekuensi dari perputaran otonomi daerah, hal tersebut juga telah diatur dalam UU dan PP.

“Pinjaman itu merupakan salah satu alternatif, itu sudah diatur dalam undang-undang kemudian diturunkan ke PP nomor 30 tahun 2011 tentang pinjaman daerah, itu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi dan desentralisasi fiscal, jadi ada sebagian kegiatan diserahkan ke daerah, dan daerah diberikan peluang untuk mencari alternatif pembayaran salah satunya pinjaman,” ujar Yefriza, pada Jumat (2/10).

Sehingga kata Yefriza, pinjaman daerah dinilai legal dan menjadi solusi untuk daerah yang masih kurang dana APBD.

“Artinya secara legal memang diperbolehkan, itu mungkin juga memjadi solusi untuk daerah yang APBDnya tidak cukup untuk membangun daerahnya,” imbuhnya.

Namun, dilanjutkan Yefriza, pemerintah harus berhati-hati walaupun pinjaman tersebut diperbolehkan dan menjadi alternatif untuk infrastruktur atau peningkatan Sumber Daya Alam (SDA) karena pinjaman tentu memiliki beberapa konsekuensi.

“Tentu harus berhati-hati dan memperhatikan resikonya, pinjaman itu ada resiko pengembalian hutang, ada resiko bunga, ada resiko kurs dan operasi, kalau ada perubahan kurs, ini harus benar-benar dihitung dengan seksama, saya kira dalam peraturan pemerintah ada aturan ketat bagi daerah untuk melakukan pinjaman,” bebernya.

Dilanjutkan Yefriza, jika hutang mampu dikelola dengan baik, maka manfaat positif akan lebih dirasakan. Karena beresiko, Yefriza berharap jangan sampai pinjaman yang menjadi solusi kurangnya APBD menjadi beban baru daerah.

“Jangan sampai hutang yang menjadi solusi APBD yang terbatas malah menjadi beban, kalau kita lihat belanja daerah ini sebagian besar masih tergantung pada pemerintah pusat, untuk Kota Bengkulu sekitar 70-80% masih dari pusat, dari PAD masih sekitar 10% artinya tingkat ketergantungan fiscal masih tinggi, ini juga jadi pertimbangan,” jelas Yefriza.

Terkait apakah saat ini Kota Bengkulu sudah pantas mengajukan pinjaman untuk percepatan pembangunan, Yefriza menjelaskan bahwa pemerintah memiliki perhitungan tersendiri, dan permasalahan waktu tidak menjadi sesuatu yang spesifik.

“Kalau waktu ya, ga spesifik karena pemerintah punya perhitungan tersendiri kapan dia mau mengajukan, karena itu pemerintah pusat membuat persyaratan salah satu persyaratan menentukan besar hutang, jadi kalau secara batas akumulasi defisit APBD itu 0,3% dari proyeksi PDB 2018, defisit ini yang nanti akan dibiayai melalui pinjaman daerah, jadi berapa jumlah maksimal suatu daerah bisa melakukan pinjaman itu ditentukan oleh kapasitas fisikal daerah yang diatur menteri keuangan,” demikian Yefriza.

Berita Terkait: Wawali: Pinjaman ke PT SMI Sangat Penting