Bengkulu News #KitoNian

Berkorbanlah! Jangan Sekedar Berkurban

Kambing yang disediakan untuk hari raya kurban. Foto, Cindy/BN

Sejak awal Bulan Dzulhijjah, gema takbir, tahlil dan tahmid tak  henti-hentinya berkumandang di tanah suci tempat prosesi haji.  Sampailah ketaatan ruhiyah para tamu-tamu Allah pada puncak ibadah haji yakni Hari Arafah. Padang Arafah ibarat miniatur padang mahsyar sebagai  wadah kontemplasi untuk merenungi hakikat diri menuju pemenang sejati memperoleh ampunan Ilahi.     Padang Arafah, di sanalah tempat Nabi memperoleh wahyu terakhir sebagai pengakuan dan legalisasi bahwa agama Islam satu-satunya agama yang diridhoi.  Allah SWT berfirman :

ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ

Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu ( QS al Maidah : 3)

Tiba saatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam berbondong-bondong menunaikan sholat idul adha yang berlanjut pada prosesi penyembelihan hewan kurban.  Namun Allah sendiri telah mengingatkan bahwa menyembelih  hewan kurban itu bukanlah maksud dari perintah berkurban itu sendiri.   Sebab perintah berkurban hewan hanyalah sekedar simbol yang akan menghantarkan pada tujuan hakiki berkurban yakni  ketaatan totalitas  yang dituntut oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Allah SWT berfirman :

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya : Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik ( QS al Hajj : 37)

Bahkan untuk hamba-hambaNya yang hidup di akhir zaman, Allah menyediakan kisah indah dalam Al Quran tentang ketaatan totalitas di balik pengorbanan keluarga Ibrahim.   Kisah inspiratif yang terus berulang tentang kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim yang rela mengorbankan putra kesayangannya. Padahal kelahiran putranya itu telah lama dinantinya selama ratusan purnama.  Pantas saja beliau mendapatkan gelar kholilullah (sang kekasih Allah) karena kecintaannya yag luar biasa kepada Allah sehingga sanggup mengorbankan keluarga yang dicintainya semata mata demi ketaatan totalitas kepada Zat yang dicintainya sepenuh hati.

Memang cinta itu adalah kegilaan di luar logika.  Bagaimana mungkin Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk meninggalkan Ismail yang masih bayi dan ibunya berdua saja di padang tandus tak berpenghuni dengan bekal seadanya ?  Sebagai ibu dan istri, Siti Hajar meminta penjelasan kepada suaminya, apakah yang dikerjakan suaminya ini perintah Allah ? Nabi Ibrahim mengiyakan tanpa menoleh sedikitpun kepada anak dan istrinya. Sang istri pun dengan kerelaan membiarkan suaminya pergi meninggalkan dirinya bersama bayinya di tempat asing. Kalau bukan karena cintanya yang begitu besar pada Sang Kekasih, tidak mungkin keluarga tersebut mau saling berpisah.

Belum cukup Allah memberikan ujian cinta yang berbuah manisnya minuman mata air  zamzam dari surga.  Sampailah pada puncak ujian cinta berikutnya, kekompakan dalam ketaatan dan pengorbanan mereka tunjukkan ketika  Ibrahim diperintahkan menyembelih putra tampannya.  Ibu dan anak tersebut bahkan meyakinkan sang ayah untuk tidak ragu menjalankan perintah ini. Maka pengorbanan mereka menjalani ketaatan sebagai bukti cinta kepada Sang Maha Cinta diabadikan dalam Al-Quran.  Allah mengkisahkan :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya : “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, Ibrahim berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia Ismail menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar.” (QS Ash-Shoffat : 102).

Buah ketaatan kepada Allah berbuah manis. Allah ganti Ismail dengan binatang sembelihan  yang gemuk. Keluarga ini pun bersyukur tiada henti.  Betapa pengorbanan untuk melaksanakan ketaatan sebagai bukti cinta kepada Allah SWT akan diberi balasan setimpal bahkan lebih baik dari yang sebelumnya.

Demikianlah,  keimanan seorang hamba kepada Zat Yang Telah Menciptakannya, mengharuskan adanya cinta yang tulus tanpa syarat. Cinta berbalut aqidah yang kuat meniscayakan keharusan melaksanakan perintah Allah SWT tanpa pilah-pilih, tanpa pikir panjang dan tak membuang waktu untuk segera melaksanakan.

Maka seharusnya sebagai insan ciptaan Allah SWT ketika mendengar perintah Allah SWT, kita taati sepenuh hati walau harus ada pengorbanan yang sering tak diterima hati. Tak usah berbelit-belit mencari alasan. Karena di dunia kita bisa mengajukan beribu-ribu alasan supaya bisa mengelak menjalankan perintah Allah. Namun ingatlah di akhirat, semua alasan menjadi bungkam karena mulut kita dikunci oleh Zat Yang Maha Benar.

Begitu pula saat mengetahui ada larangan, tak usah menawar dan menunda untuk meninggalkan. Kita harus yakin seperti Nabi Ibrahim dan putranya yang tak pernah ragu bahwa setiap ketaatan terhadap perintah dan larangan Allah,  betapapun sulitnya merupakan  ujian keimanan tanda cinta Allah  SWT pada hambanya.

Patut diingat, ketaatan kepada Allah  bukan hanya cukup pada saat momen kurban saja. Jangan sekedar mencukupkan  taat kepada Allah dan RasulNya dengan  hanya  menyembelih dan  membagi-bagikan daging kurban atau sebatas menunaikan ibadah haji dan rukun Islam saja.

Ketaatan pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya tidak hanya dalam ranah individu tetapi juga dalam ranah berkeluarga, bermasyarakat sampai mengatur negara.  Bahkan ketaatan hakiki  akan terwujud manakala kita bersungguh-sungguh merealisasikan hukum-hukum Islam yang termaktub dalam Al Quran secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan ketaatan totalitas tersebut meniscayakan  pengorbanan yang juga tidak sedikit.  Sebagaimana telah Allah SWT telah sebutkan dalam Al-Quran  :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqoroh : 208)

Walhasil alangkah indahnya jika seluruh umat Islam berlomba-lomba meraih ridho Allah dengan melaksanakan Islam secara keseluruhan.   Tidak hanya rela berkurban sapi, unta, kambing, domba dan lain-lain, namun juga rela berkorban dengan apa yang dimilikinya berupa harta, waktu, jabatan bahkan keluarga yang dicintainya  demi meraih kemuliaan Islam dan kaum muslimin melalui penerapan Islam secara kaaffah.    Wallahu a’lam bish showab

Oleh Indah Kartika Sari, SP

(Forum Muslimah Untuk Studi Islam Bengkulu)

Baca Juga
Tinggalkan komen