
Perempuan Petani Kopi Desa Mojorejo, Rejang Lebong sedang Panen Pupuk Organik
“Yang dipanen baru 30 lubang,” kata Heni, Pengawas Koalisi Perempuan Petani Kopi Desa Kopi Tangguh Iklim (Koppi Sakti) Desa Mojorejo, Rejang Lebong sembari menghidangkan nasi, sambal cabai rawit dan rebusan berbagai sayuran untuk makan siang di lantai beranda pondok kebun kopinya pada Sabtu (5/7/25) siang. “Masih ada 70 lubang lagi yang sudah siap untuk dipanen. Panennya bisa kapan saja. Rencananya akan dipanen secara bertahap sambil mulai memanfaatkan 156 lubang lagi untuk membuat pupuk organik,” kata Heni.
Tradisi Ganti Hari
Sejak pukul 09.10 hingga 12.20, Heni bersama Lena Sari Susanti dan Sri Juminingsih, Ketua dan Sekretaris Koppi Sakti Desa Mojorejo bergotong-royong memanen pupuk organik di lubang angin (mini rorak), memupuk pohon kopi dan tanaman lainnya, dan membuat pupuk organik lagi di lubang angin yang pupuknya telah dipanen. “Kami ganti hari. Hari ini, Ibu Lena dan Ibu Sri membantu saya. Hari lainnya, giliran saya dan Ibu Lena yang akan membantu Ibu Sri. Hari lainnya lagi, giliran saya dan Ibu Sri yang akan membantu Ibu Lena,” terang Heni.
Heni bertugas menyingkirkan dedaunan dan reranting yang menutupi lubang angin, dan membolak-balik pupuk di lubang angin sembari melihat apakah masih ada dedaunan dan reranting pohon yang belum terurai menjadi pupuk untuk dipisahkan. Sedangkan Lena dan Sri mengambil pupuk organik di lubang angin, membawanya ke pohon kopi dan tanaman lain yang akan dipupuk, dan menaburkannya ke lantai kebun di sekeliling pangkal pohon.
Sebelum Lena dan Sri memupuk, Heni bersama anak perempuannya, Reza Heliayani yang kebetulan ikut ke kebun karena sedang libur sekolah, terlebih dahulu membersihkan rerumputan di lantai pohon yang akan dipupuk. Heni, Lena, Sri dan Reza juga mengumpulkan dan memasukan rerumputan, dedaunan dan reranting pohon yang kering yang berserakan di lantai kebun, yang sebelumnya berfungsi sebagai mulsa organik, ke lubang angin yang sudah kosong, dan menyiramnya dengan cairan campuran air dan EM4. “Satu lubang disiram satu atau dua 2 gelas,” kata Heni.
Rerumputan, dedaunan dan reranting yang kering yang dimanfaatkan untuk membuat pupuk organik tersebut, sambung Heni, akan diganti dengan rerumputan hasil merumput, dan dedaunan dan reranting pohon kopi hasil dari pemangkasan cabang, reranting dan dedaunan pohon kopi yang baru. “Dedaunan dan reranting pohon jengkol, alpukat, kabau dan pohon lainnya yang gugur juga dimanfaatkan menjadi mulsa organik. Jadi, tidak ada yang dibakar,” ujar Heni.
Kebun Kopi Tangguh Iklim
Membuat pupuk organik di lubang angin menggunakan mulsa organik merupakan bagian dari inisiatif Koppi Sakti membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim. Dalam membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim. Koppi Sakti menyepakati untuk merevitalisasi berbagai kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi yang selaras dengan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Berbagai kearifan/praktik lokal tersebut adalah mengembangkan pola polikultur dengan menanam beragam pepohonan seperti jengkol, kabau, petai, durian, nangka, alpukat dan lainnya serta menanam tanaman sayuran dan rempah, membuat lubang angin (mini rorak) dengan panjang minimal 30 cm, lebar minimal 30 cm dan kedalaman minimal 30 meter dengan jarak minimal 6 meter;
Lalu, tidak membakar, tetapi memanfaatkan sampah rerumputan, dan dedaunan dan reranting pohon kopi dan pohon lainnya menjadi mulsa organik, memanfaatkan mulsa organik untuk membuat pupuk organik di lubang angin, menggunakan pestisida nabati, dan membuat atau menyediakan tempat penampungan air hujan.
Selain merevitalisasi berbagai kearifan/praktik lokal dalam pengelolaan kebun kopi, inisiatif membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim juga untuk melestarikan berbagai tradisi lainnya seperti ganti hari atau bergotong-royong secara bergiliran, dan menyemang (memungut) buah kopi yang jatuh secara alami yang dikenal dengan sebutan semang bulat, dan biji kopi yang kulitnya telah dimakan oleh hewan di lantai kebun kopi yang dikenal dengan sebutan semang kecip.
Mudah, Murah, Hemat dan Aman
Dalam obrolan usai makan siang, Heni, Lena dan Sri mengungkapkan, langkah membuat pupuk organik dengan memanfaatkan mulsa organik di lubang angin secara perlahan membuat mereka mulai melupakan kata-kata seperti sulit, mahal, boros dan berbahaya yang selalu muncul ketika memikirkan pupuk. “Kami mulai akrab dengan kata-kata seperti mudah, murah, hemat dan aman,” kata Lena.
Selama ini, mereka sering mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk dan membawanya ke kebun. “Tidak lagi merasa kesulitan karena pupuknya dibuat di kebun. Membuatnya pun mudah. Hanya mengumpulkan dan memasukan rerumputan, dedaunan dan reranting yang sudah kering ke lubang angin, dan menyiramnya dengan air yang dicampur dengan EM. Satu hingga 1,5 bulan sudah bisa dipanen,” kata Lena.
Untuk membuatnya tidak membutuhkan biaya yang besar. “EM4-nya kami buat sendiri. Membuatnya mudah. Satu minggu sudah jadi, tapi semakin lama semakin bagus. Bahan-bahan untuk membuatnya juga mudah didapatkan. Hampir semua bahannya ada di rumah dan di kebun. Kalaupun ada bahan yang perlu dibeli, harganya murah. Jauh berbeda kalau membeli pupuk, kami harus mengeluarkan ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah. Jadi, bisa menghemat pengeluaran,” kata Heni.
Menggunakan pupuk organik juga membuat mereka, pohon kopi dan tanaman lainnya, lahan kebun, dan air di sekitar kebun terbebas dari potensi terpapar atau tercemar bahan kimia. “Kami, pohon kopi dan tanaman lainnya, tanah, air atau alam jadi aman dari bahan kimia. Termasuk, kami bisa berkontribusi tidak melepas gas rumah kaca dan memperbanyak simpanan karbon di kebun kopi,” kata Sri.
Lena menambahkan, pengetahuan dan keterampilan mereka membuat EM4 dan pupuk organik menggunakan rerumputan, dedaunan dan reranting pohon kopi dan pohon lainnya diperoleh dari Pelatihan Pembuatan EM4 dan Pestisida Nabati yang difasilitasi oleh Koppi Sakti Bengkulu dengan dukungan dari Nusantara Fund.
“Saat pelatihan, kami belajar membuat EM4 dan mempraktikan pembuatan pupuk organik di lubang angin dengan menggunakan EM4. EM4 yang dibuat saat pelatihan juga sudah dibagikan ke anggota, dan sudah mulai digunakan karena musim panen kopi sudah mulai berakhir, dan sudah musim kemarau. Saat musim penghujan, lubang angin dimanfaatkan untuk memanen air hujan,” kata Lena.
Motivasi Perempuan Petani Kopi Lainnya
Ketua Koppi Sakti Bengkulu, Supartina Paksi dihubungi terpisah mengatakan, Pelatihan Pembuatan EM4 dan Pestisida Nabati dengan dukungan Nusantara Fund difasilitasi untuk Koppi Sakti Desa Mojorejo dan Koppi Sakti Desa Tebat Tenong Luar di Kabupaten Rejang Lebong, dan Koppi Sakti Desa Batu Ampar dan Koppi Sakti Desa Pungguk Meranti di Kabupaten Kepahiang.
“Senang karena sudah mulai banyak dari ibu-ibu yang memanen pupuk organik di lubang angin menggunakan EM4 yang dibuat sendiri, dan menggunakannya untuk memupuk pohon kopi dan tanaman lain di kebunnya sendiri. Semoga bisa memotivasi perempuan petani kopi lainnya untuk bergabung membangun Kebun Kopi Tangguh Iklim,” ujar Supartina. (**)
LiveBengkulu
Baca Juga : Sejumlah Kelebihan Biji Kopi dari Lereng Bukit Kaba
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!