Bengkulu News #KitoNian

Hari Kebangkitan Nasional, Meretas Jalan Baru Menuju Indonesia Bangkit

Polwan Polda Bengkulu saat mengamankan aksi demo di Depan Gedung DPRD Bengkulu, Rabu (31/08/2022). Foto, Cindy/BN

Setiap tanggal 20 Mei, seluruh komponen bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Tahun ini, tema yang diusung adalah “Semangat Untuk Bangkit”.

Di tengah berbagai problematika yang menerpa Indonesia, setidaknya tema ini menjadi angin segar bagi seluruh rakyat Indonesia untuk bangkit dari keterpurukannya.  Pasalnya,  harkitnas memiliki nilai historis perjalanan Indonesia menjadi bangsa yang lepas dari penjajahan.

Momentum ini menjadi harapan rakyat Indonesia untuk merenungi perjalanan kemerdekaan khususnya setelah lebih dari seabad kebangkitan Indonesia diperingati.

Amat disayangkan fenomena krisis yang melanda hampir semua aspek kehidupan menjadi indikator bahwa kebangkitan negeri ini masih jauh dari harapan. Kemiskinan, korupsi,  suap menyuap, kriminalitas, dekadensi moral menjadi pemandangan sehari-hari.

Memang Indonesia sudah lepas dari penjajahan  fisik, namun belum lepas dari penjajahan pemikiran dan budaya bangsa lain (baca : barat).

Anak-anak negeri ini masih dilanda krisis kepercayaan diri yang sangat  parah.  Budaya membebek masih menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.

Wajarlah jika dalam perjalanannya hingga detik ini, bangsa Indonesia masih menjadi objek skenario bangsa lain.

Padahal sejatinya sebuah bangsa yang bangkit adalah bangsa yang mampu menjadi pemimpin dan pembawa perubahan tidak hanya bagi bangsanya tapi bagi dunia.

Kenyataannya belum demikian bagi Indonesia. Memang, Indonesia diakui oleh dunia sebagai bangsa kaya raya dengan sumber daya alamnya yang sangat melimpah. Barang tambang berharga seperti emas, perak dan minyak bumi merupakan aset penting bagi Indonesia.

Semua ini seharusnya bisa membuat Indonesia punya posisi di mata dunia.  Sebab dengan kekayaaan yang luar biasa itu, taraf  hidup rakyat Indonesia bisa meningkat dan sejahtera. Kenyataan malah sebaliknya. Justru kekayaan tersebut tidak dinikmati oleh rakyat.

Krisis identitas para pemimpin negeri ini yang membuat pengelolaan SDA diserahkan kepada pihak swasta maupun asing atas nama investasi.

Faktor yang tidak kalah pentingnya bagi kebangkitan Indonesia adalah potensi demografi. Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia yang luar biasa. Tetapi patut disayangkan jumlah yang sedemikian besar belum juga mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan bangkit.

Ditambah lagi, Indonesia telah mengalami berkali-kali suksesi kepemimpinan. Tidak hanya di pucuk pimpinan tertinggi namun juga di jajaran kabinet dan lembaga legislatif.

Harapannya suksesi kepemimpinan dapat memunculkan sosok pemimpin yang dapat menghantarkan bangsa ini kepada kemajuannya.

Belum lagi sistem kenegaraan yang sering berganti-ganti. Mulai dari zaman orde lama, orde baru hingga reformasi.  Dari corak sosialisme di era Bung Karno sampai corak kapitalisme di era Soeharto.

Sistem kenegaraan yang bercorak neoliberalisme di era reformasi pun sudah dicoba. Betapa banyak dana dan energi yang dikeluarkan untuk melaksanakan pemilu, namun hasilnya tidak banyak berubah.

Indonesia masih menjadi negara dunia ketiga. Bahkan banyak pihak yang mengklaim Indonesia sebagai failed state karena kebijakannya yang gagal mensejahterakan rakyat.

Lalu adakah yang salah dengan jargon kebangkitan yang diusung oleh perintisnya ?? Apakah jalan kebangkitan saat ini masih layak dipertahankan dan dapat menjadi acuan saat Indonesia berusaha bangkit mengejar ketertinggalannya ??

Ketika memperbincangkan makna kebangkitan, mau tidak mau harus ada tolak ukur yang jelas dan landasan kebangkitan itu sendiri. Harus diakui  hari kebangkitan nasional yang bertahun-tahun diperingati sudah mulai kehilangan urgensinya.

Sehingga peringatan itu hanya sebatas seremonial belaka tanpa makna.  Wajar jika bangsa ini tidak menemukan spirit perjuangan yang mendorong mereka untuk bangkit dari segala keterpurukan.

Slogan-slogan kebangkitan  yang ada hanya sebatas wacana. Menggugah sesaat kemudian meredup kembali.

Mengacu pada definisi kebangkitan yang digagas oleh Syaikh Hafidz Sholih dalam bukunya Falsafah Kebangkitan : Dari Ide Hingga Metode, dikatakan bahwa kebangkitan suatu bangsa akan diperoleh saat taraf berfikir masyarakatnya meningkat yaitu dengan mengadopsi pemikiran mendasar dan menyeluruh atau memeluk ideologi tertentu.

Amerika Serikat mampu menjadi negara adidaya karena ideologi kapitalis yang diembannya.  Uni Sovyet dulu pernah menjadi negara adidaya karena ideologi sosialismenya.  Bahkan  bangsa arab yang jahiliyah berubah menjadi bangsa berperadaban tinggi dengan ideologi Islam yang diterapkan negara Madinah di bawah pimpinan Rasulullah.

Saat ini Indonesia merupakan negara yang mengekor kebijakan negara-negara adidaya. Sehingga secara ideologis, Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengadopsi nilai-nilai kapitalis barat. Realitas membuktikan, runtuhnya Uni Sovyet hakikatnya karena kerusakan ideologi yang dianutnya.

Demikian juga dengan kapitalisme barat. Fakta menunjukkan kekuatan ideologi kapitalisme adalah ibarat fatamorgana.  Secara lahiri ibarat raksasa yang kuat namun kenyataannya bertubuh keropos di sana sini.  Amerika memang diagung-agungkan karena kedigdayaannya.

Namun pada dasarnya hampir kolaps karena kerusakan ideologi yang dianutnya.  Sebab sejatinya kapitalisme adalah ideologi buatan manusia yang gagal memanusiakan manusia. Ideologi eksploitatif yang rakus dan menghalalkan segala cara.

Ujung-ujungnya akan menghantarkan  manusia pada kehancurannya.  Banyak kalangan menilai-yang notabene lembaga think thank Amerika sendiri- sudah memprediksi bakal kehancuran Amerika dan ideologinya dalam waktu dekat.  Ini berarti riwayat kapitalisme akan segera tamat menyusul sosialisme yang sudah lebih dahulu hancur.

Mengambil pelajaran dari perjalanan bangsa-bangsa di dunia, sudah seharusnya Indonesia berusaha bangkit dengan jalan kebangkitan yang lain. Di dunia ini, harapan kebangkitan tinggal bertumpu kepada ideologi Islam, ideologi yang berasal dari Sang Pencipta Manusia.

Ideologi ini sudah membuktikan selama berabad-abad lamanya mampu merubah dunia dengan peradabannya yang maju dan mensejahterakan manusia, laki-laki dan perempuan, muslim dan non muslim, dari  yang berkulit putih hingga berkulit hitam serta berbagai macam ras.

Banyak orientalis barat dengan jujur mengakui bukti itu.   Dalam bukunya The Story of Civilization, Will Durant mengatakan  “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batasyang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas, dimana fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastra, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad“.

Saat ini, setelah kejatuhan rezim-rezim penguasa dunia Arab yang diktator, seluruh dunia sedang  bersemangat untuk bangkit, menanti detik-detik kembalinya  ideologi Islam yang diemban oleh institusi Khilafah. Sistem Khilafah sejatinya adalah sistem hakiki yang berasal dari Allah Sang Robbul Izzati.

Sistem kenegaraan global ini satu-satunya yang akan menjadikan bangsa Indonesia dan bangsa manapun di dunia ini menjadi bangsa yang bangkit, maju dan terdepan di segala bidang.

Terbukti selama berabad-abad lamanya, sistem ini telah menyatukan dunia dalam peradahan mulia yang mensejahterakan sekaligus memanusiakan. Tidakkah kita merindukannya  ?

Oleh

Indah Kartika Sari, SP

(Forum Muslimah Untuk Studi Islam Bengkulu)

Baca Juga
Tinggalkan komen