Berita Nasional dan Lokal #KitoNian

Yayasan PUPA Dorong Lahirnya Kebijakan untuk Mencegah Perundungan KBGO dan KSBE

BENGKULU –  Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) dan Generasi Anti Kekerasan menyuarakan dialog kebijakan “Mendorong Lahirnya Kebijakan untuk Mencegah Perundungan Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE).

Direktur Yayasan PUPA, Susi Handayani menjelaskan, kasus perundungan atau bullying yang dialami pelajar di Kota Bengkulu seperti penculikkan dengan tujuan eksploitasi seksual atau pun kasus kekerasan seksual diawali dari perkenalan di media sosial. Hal ini sangat rentan dialami anak.

Berdasarkan pengalam Yayasan PUPA yang pernah berinteraksi dengan peserta didik di sekolah sejak tahun 2020 lalu mengenai isu KBGO dan KSBE, terkuat kebenaran mengenai ketakutan mereka. Banyak dari peserta merasa takut dalam penggunaan media sosial, karena cyberbullying dan informasi yang bersifat hoax.

Mereka juga takut informasi pribadi tersebar, sehingga dijadikan bahan candaan atau penyalahgunaan sehingga membuka hal-hal negatif yang menjerumuskan mereka.

“Mereka juga takut terpengaruh oleh berita yang dibagikan tanpa tahu kebenarannya, takut kecanduan atau tidak bisa hidup jika tidak ada internet. Juga takut menjadi korban dari pelaku yang memanfaatkan media sosial untuk menjerat korban,” kata Susi pada Bengkulunews.co.id Selasa (07/02/23) siang.

“Padahal di masa sekarang internet juga menjadi sarana belajar dan interaksi sosial lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mencegah KBGO dan KSBE pada anak tanpa mengekang hak informasi, kreasi dan interaksi,” sambungnya.

Data kasus KBGO terutama KSBE sepanjang tahun 2022 yang melapor ke Lembaga layanan di Bengkulu cukup tinggi. Berdasarkan data yang masuk di Hotline PUPA dan Aplikasi Mela Lapor, ada sebanyak 13 kasus  sepanjang 2022 sedangkan bila dibanding 2021 lalu dalam setahun hanya ada 2 kasus saja.

Banyaknya kasus yang masuk membuat setiap bidang bergerak untuk mengambil penanganan seperti SAKTI PEKSOS yang telah mendampingi 6 kasus KSBE. Sedangkan CP WCC telah mendampingi 1 kasus terkait KBGO.

Sementara untuk jumlah kasus Kekerasan Pada Perempuan (KTP) dan Anak yang didampingi lembaga layanan mencatat kasus kekerasan seksual seperti perkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, KSBE dan TPPO adalah 50% dari keseluruhan bentuk kekerasan lain seperti KDRT dan Kekerasan Fisik.

Tentunya dalam pendampingan kasus KTP dan KSBE tersebut, Susi mengaku masih ada banyak kendala yang dihadapi seperti :

  1. Belum optimalnya kerja berjejaring dalam pemenuhan kebutuhan layanan pada korban.
  2. SDM minim pengetahuan dan keterampilan tentang KBGO dan KSBE.
  3. Sementara Lembaga layanan masyarakat minim anggaran dan menggunakan dana pribadi.
  4. Kurangnya SDM yang terlibat dalam pendampingan.
  5. Penanganan kasus KBGO atau KSBE tidak bisa diselesaikan di tingkat Polres harus ke Cyber Crime Polda, hingga Bareskrim Polri sehingga butuh waktu lama.
  6. Belum terlindungi dan terpenuhi hak ekosob pendamping dalam memberikan layanan pada korban KBGO dan KSBE.

Oleh karena itu Susi menegaskan Yayasan PUPA dan Generasi Anti Kekerasan (GAK) Bengkulu menyerukan :

  1. Adanya kebijakan untuk mencegah dan menangani KBGO dan KSBE berupa Pertaruran Daerah atau Peraturan Walikota.
  2. Dinas Pendidikan, Dinas P3AP2KB dan Kominfo mempunyai program literasi digital yang rutin dan dapat menjangkau lebih banyak remaja di Kota Bengkulu.
  3. Pemerintah Bengkulu melalui Dinas Pendidikan membentuk dan menguatkan satuan tugas atau kelompok Kerja Pencegah dan penanganan KBGO dan KSBE yang ada di satuan pendidikan.
  4. Melibatkan dan mendukung kelompok-kelompok remaja atau orang muda dalam melakukan pendidikan Public anti KBGO dan KSBE.
  5. Mengoptimalkan fungsi Pengaduan Darurat 112 untuk juga menjadi tempat pengaduan korban KBGO dan KSBE yang terhubung dengan Aplikasi Mela Lapor dan layanan di UPTF PPA Kota Bengkulu.
  6. Dinas Kominfo daerah membuat mekanisme koordinasi dengan Pemerintah Pusat berwenang (Kominfo) untuk melakukan penghapusan atau pemutusan akses informasi elektronik dan dokumen elektronik yang bermuatan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
  7. Masyarakat, Organisasi Masyarakat Sipil, Lembaga pendidikan dan privat sektor bersama-sama secara aktif melakukan kampanye anti KBGO dan KSBEdi lingkungan masing-masing, termasuk dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

“Dan ke delapan kami mengajak media untuk mendukung dan memberitakan kampanye Anti KBGO dan KSBE sekaligus menyebarkan informasi MELA LAPOR yang dapat diakses bia mengalami kekerasan KBGO ataupun KSBE,” demikian Susi.

Baca Juga
Tinggalkan komen