Logo

WCC Bengkulu : Stop Perkawinan Anak

Direktur Cahaya Perempuan Women’s Crisis Center (WCC) Bengkulu, Artety Sumeri didampingi Koordinator Divisi Pelayanan Cahaya Perempuan WCC Bengkulu, Desi Wahyuni. Foto Dokumen

KOTA BENGKULU, bengkulunews.co.id – Direktur Cahaya Perempuan Women’s Crisis Center (WCC) Bengkulu, Artety Sumeri mendukung, gerakan nasional stop perkawinan anak, guna melindungi hak anak di Indonesia khususnya di ”Bumi Rafflesia”.

Terkait hal tersebut, Tety mendesak, pemerintah pusat melakukan perubahan UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, khususnya syarat usia menikah minimum anak perempuan menjadi 19 tahun.

Tidak hanya itu, sampai dia, pihaknya juga meminta pemerintah pusat mengesahkan Perppu Penghapusan dan Penghentian Perkawinan Anak.

”Ini untuk memberikan hak terhadap anak,” kata Tety, Minggu (9/7/2017).

Perppu tersebut, kata dia, juga sangat dibutuhkan di ‘Bumi Rafflesia”. Sebab, di provinsi ini banyak laporan kasus dugaan kekerasan terhadap anak. Dimana, kasus tersebut mayoritas disebabkan perkawinan anak.

”Ini dilihat dari 70 kasus kekerasan terhadap perempuan anak dan dewasa, yang masuk ke meja WCC sepanjang 2017 ini,” sambung jelas Tety.

Dirinya mendesak, pemerintah pusat untuk segera merealisasikan Perpu tersebut untuk meminimalisir kasus kekerasan terhadap anak.

”Jika perlu diberi sanksi tegas, terhadap pelaku kekerasan,” tegas Tety.

”Saya harap dengan adanya Perpu tersebut akan mampu mengurangi kekerasan terhadap perempuan sebagai korban kekerasan,” tandas Tety.