Bengkulu News #KitoNian

Persiapan Pemilu Itu Lebih Rumit dari Urusan Beternak Ayam Petarung

Ilustrasi

BENGKULU – Tahun 2024 masih lama, jika dihitung per hari dari awal tahun 2022, masih menyisakan lebih dari seribu hari lagi. Bagi kita yang menganggur, waktu selama itu tentu bisa membuat uban tumbuh semakin cepat.

Tapi sepertinya waktu itu memang relatif. Seribu hari agaknya sangat cepat bagi para politikus. Buktinya, meski pileg masih digelar dua tahun lagi, proses penjaringan jawara yang akan dilaga di gelanggang mimpi telah dimulai.

Beberapa parpol, khususnya di Provinsi Bengkulu telah mulai membuka pendaftaran bakal calon legislatif. Jika tidak secara resmi, ancang-ancang rekrutmen politisnya juga sudah terlihat dengan poster-poster keren di setiap persimpangan jalan.

Tidak berbeda jauh dengan politikus kasta nasional. Bu Puan saja gambarnya sudah dipajang dimana-mana. Pun Anies Baswedan dengan beragam gaya yang ditonjolkan ke publik.

Masih banyak yang lain, tapi agaknya terlalu jauh jika berbicara untuk level nasional. Bengkulu saja gejolak politiknya sama dengan lautan tenang yang berisi banyak hiu ganas.

Sebagai pemuja seni, kita coba sedikit berandai-andai apa yang kita lakukan menjelang pemilu 2024. Bolehlah, rekrutmen bakal caleg dimulai, dengan syarat lucu ‘tanpa uang masuk dan seleksi yang sesuai dengan kualitas’.

Persiapan ini jangan dianggap sembarangan. Ini lebih sulit dari memelihara ayam bangkok. Gelanggangnya lebih meriah dari arena aduan milik sekumpulan bapak-bapak yang siap kabur saat sirine polisi berbunyi.

Setidaknya membutuhkan beberapa tahapan sebelum ayam atau bacaleg layak untuk mentas. Pertama, seleksi dalam tahap pemberkasan, sudah mencukupi atau belum, memenuhi syarat administrasi atau tidak serta berapa kali telah memenangkan pertarungan.

Jika semuanya telah terpenuhi, barulah ada fit and proper test. Diuji kemampuannya, pintar atau tidak, IQ-nya gagah atau tidak, bisa menghemat belanja dan mampu menekel penyerang lawan.

Jika semua sudah terpenuhi barulah si bakal calon dipilih. Pemilihan ini ditentukan oleh faktor yang paling penting, yakni seberapa hebat si calon akan memperjuangkan nasib rakyat, katanya sih gitu.

Dalam proses seleksi juga, para kandidat diminta dengan sangat hormat ‘di hadapan media’ untuk tidak menggunakan uang dan kedekatan emosional agar terpilih.

Itu haram hukumnya. Sama saja dengan menginjak-injak wajah parpol yang didirikan untuk kepentingan mereka. Setidaknya, jangan diberikan di depan orang ramai.

Sebab ini akan mencoreng nilai-nilai sportifitas antar pemain. Tidak sudi bukan, jika ayam kesayangan terluka karena benda tajam yang diletakkan di kaki lawan. Bisa rusak demokrasi.

Persoalan-persoalan ini sangat rumit dipahami. Sebab urusan rakyat itu banyak, bisa jadi kebutuhan yang satu bertabrakan dengan kebutuhan lain, atau suku ini agak sensitif dengan suku itu.

Makanya, orang-orang yang cuma jadi pengamat tanpa gelar itu harus mengerti. Proses untuk memilih kandidat terbaik itu sangat sulit dan butuh waktu lama. Jangan dibandingkan dengan dongeng yang membangun seribu candi dalam satu malam, toh itu cuma urusan asmara.

Sementara memelihara ayam bangkok cukup dimulai dari pemilihan bibit. Ini diharapkan dapat melahirkan ayam yang kokoh, kekar, kuat dan siap untuk mengikuti kontes politik.

Waktunya paling beberapa bulan sampai memiliki mental juara. Dilatih dan diberikan suplemen selama masa pertumbuhan, agar nanti tidak mudah lelah saat patok-patokan dengan lawan.

Tahap terakhir, sparing. Semakin banyak pengalaman, ayam yang dimiliki akan semakin kuat dan memiliki harga yang cukup mahal. Jika berhasil, ayam ini bisa dijadikan bisnis atau kebanggaan saat menaklukan banyak pertarungan. (red)

Baca Juga
Tinggalkan komen