Berita Nasional dan Lokal #KitoNian

Pemuda Islam : Think About Palestine, Not Thrifting

Ilustrasi.BN

Manusia adalah makhluk yang mampu berfikir. Dengan berfikir manusia menjadi makhluk yang berbeda dengan hewan. Dalam berfikir, manusia akan menggunakan panca indra untuk mendengar, melihat dan merasakan berbagai fakta.

Otak akan mengolah fakta-fakta tersebut dengan informasi yang diterimanya menjadi produk pemikiran. Manusia akan mampu berfikir apabila dia banyak belajar untuk meraih berbagai informasi. Bagi seorang muslim, informasi terbaik adalah informasi yang bersumber dari wahyu baik al Quran dan as Sunnah.

Tanpa berfikir, perilaku manusia bagaikan hewan.  Meskipun sama – sama hidup, namun hakikatnya manusia dan hewan akan menjalani kehidupan yang berbeda karena manusia berfikir sementara hewan tidak.

Perhatikanlah, meskipun sama-sama makan, manusia yang berfikir akan memperhatikan adab makan, kehalalan makanan dan tempat di mana dia makan. Sesuatu yang sama sekali tidak dilakukan oleh hewan.

Begitu juga dalam bergaul. Manusia yang berfikir akan memperhatikan adab-adab bergaul dan batasan bergaul mana yang boleh, mana yang tidak boleh. Kesimpulannya semua tindakan, perbuatan dan sikap manusia dipengaruhi oleh cara berfikir dan pemahamannya.

Dalam kehidupan yang serba materialistis seperti sekarang, adalah wajar jika cara berfikir generasi kita dipenuhi oleh sesuatu yang serba hedonis dan glamour. Efek gaya hidup fun, food dan fashion akan menghasilkan  pemikiran kelas  rendah  seputar perut, badan dan kemaluan.

Salah satu gaya hidup yang sedang digemari oleh kalangan pemuda saat ini adalah thrifting. Thrifting adalah gaya hidup generasi muda untuk tampil mewah dengan harga murah. Banyak yang mengandalkan thrifting sebagai pilihan untuk mematut diri dalam berbusana.

Maraknya bisnis thrifting yang menjual pakaian bekas, termasuk impor, salah satunya disebabkan adanya banyaknya peminat, terutama kalangan muda. Apalagi kekuatan media sosial yang membuat budaya thrifting terlihat lebih keren. Belum lagi peran influencer yang turut membikin thrifting makin dielu-elukan.

Thrifting pun menjadi polemik, bahkan ada yang berkomentar bahwa thrifting tidak sekadar gaya hidup rakyat kecil untuk menyiasati mahalnya harga busana, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap kaum kaya dan pejabat yang tega mengumbar kekayaan di media sosial.

Inilah gambaran generasi buih yang sudah tertipu dengan dunia. Susah berharap kepada mereka agar peduli dengan persoalan bangsanya.  Berfikir bagaimana pontang pantingnya orang tua mencari nafkah pun tidak. Apalagi berharap mereka berfikir tentang nasib saudara- saudari mereka di Palestina atau di negeri-negeri Islam lainnya yang tertindas.

Sangat mustahil rasanya berharap kebangkitan Islam lewat generasi ‘alay’ seperti ini. Kondisi generasi di negeri sangat  bertolak belakang dengan generasi muda di Palestina. Tekanan hidup akibat penjajahan Israel telah membuat mereka menjadi generasi dewasa dan bertanggung jawab. Mereka hidup dengan bermodal senjata batu dan al Quran di tangan dengan cita-cita syahid dan menggapai surgaNya.

Ramadhan tahun ini saja, mereka terus berjibaku dengan senjata sederhana untuk membela diri dan negerinya dari penjajahan Israel. Bulan suci Ramadhan ini telah menumpahkan darah banyak para pemuda Palestina. Salah satunya adalah seorang pemuda Palestina berusia 23 tahun pada Selasa (28/3) tewas akibat ditembak oleh tentara Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat Palestina.

Sekalipun Allah telah memberikan banyak hikmah kebaikan di balik penderitaan mereka, namun kebebasan mereka dari penjajah Israel adalah tanggung jawab seluruh umat Islam sedunia temasuk para pemudanya. Indonesia dengan segala potensi SDM muslimnya ternyata kaya dengan generasi muda. Kebanjiran 69% penduduk usia produktif adalah bonus dan berkah bagi Indonesia.

Saat negara lain tengah menghadapi resesi generasi, Indonesia justru berlimpah generasi muda dan produktif. Berdasarkan data Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada Juni 2022. Dari jumlah tersebut, terdapat 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk Indonesia masuk kategori usia produktif (15—64 tahun).

Sementara 84,53 juta jiwa (30,7%) penduduk masuk kategori usia tidak produktif. Sayang sekali jika mayoritas pemuda ini menjadi lost generations.  Adalah tugas negara untuk mendidik rakyatnya yang mayoritas para pemuda ini  agar menjadi pribadi-pribadi yang peduli dan bertanggung jawab terhadap urusan umatnya baik dalam maupun luar negeri.

Di tengah kungkungan sekularisme, rasanya  sulit  berharap kepada negara yang abai rakyat sebagai pencetak generasi yang cinta Islam dan peduli umat.  Berharap pada sekolah dan universitas dengan program rohisnya mungkin saja namun efek deradikalisasi yang menggempur sekolah dan universitas, membuat agenda rohis banyak dibekukan atau kehilangan militansinya.

Satu-satunya harapan adalah melirik kepada tawaran pembinaan dari partai politik ideologis. Kurikulum partai politik ideologis yang komprehensif akan mampu mendidik para pemuda Islam mengenal Islam tak hanya sebagai agama ritual tapi juga mengenal bagaimana Islam memiliki syariat  sebagai solusi dari berbagai persoalan.

Di bawah didikan partai Islam ideologis,  pemuda dirubah taraf berfikirnya menjadi taraf berfikir yang tinggi. Dengan metode pembinaan talaqqiyan fikriyyan (belajar untuk diamalkan), mereka akan mampu mengelola potensi kehidupannya (kebutuhan jasmani dan naluri) sesuai yang dikehendaki Allah.

Tak hanya itu, parpol Islam ideologis akan mendidik mereka untuk menjadi para pemikir politikus yang siap terjun dalam kancah pergolakan pemikiran sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawabnya pada umat.  Sejatinya hanya Islam satu-satunya ajaran yang akan memuliakan para pemuda.

Para pemuda Islam yang tumbuh dalam dekapan iman dan  perjuangan merupakan generasi yang dinanti-nanti umat ini.  Pemuda yang hari ini menikmati masa mudanya  dengan ibadah, peduli dan  berfikir tentang nasib umat Palestina, Rohingya, Suriah sehingga tak terjerumus dalam budaya hura-hura dan hedonis termasuk budaya thrifting.

Pemuda seperti ini termasuk salah satu golongan yang mendapatkan naungan dari Allah pada suatu hari di mana tak ada naungan selain naunganNya (HR Bukhori Muslim dari Abu Hurairah).

Oleh Indah kartika Sari, SP
(Kontributor Muslimah Raflesia)

Baca Juga
Tinggalkan komen