Logo

Miris, Siswa MTs Belajar Digedung yang Nyaris Roboh


BENGKULU TENGAH, bengkulunews.co.id – Dalam hitungan hari, Indonesia akan memperingati HUT ke-72 tahun. Bertambahnya usia tidak seiring, dengan semangat dan kepedulian masyarakat terhadap memaknai kemerdekaan yang sesungguhnya.

HUT RI tidak hanya menyambutan dan perayaan pada setiap tahun. Namun, mesti adanya refleksi dari berbagai lini. Seperti, kesehatan, ekonomi dan pendidikan.

Di Provinsi Bengkulu, masih terdapat sarana pendidikan bangunan sekolah setingkat SMP, yang bisa dikatakan jauh dari layak. Sarana dan prasarana pendidikan itu terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah.

Tepatnya, di Desa Kota Titik Kecamatan Pematang Tiga. Sekolah itu diketahui belum sama sekali tersentuh bantuan. Baik dari dari pemerintah kabupaten (pemkab) maupun pemerintah provinsi (Pemprov) Bengkulu.

Sekolah miris itu, MTs Al Karim. Dimana kondisi dinding bangunan masih terbuat dari papan serta berlantaikan tanah. Setiap dilanda hujan sudah barang tentu lantai akan berlumpur dan akan bocor. Bahkan, bangunan sekolah itu nyaris roboh.

Bangunan yang dibangun secara swadaya masyarakat tersebut, saat ini sudah mulai rapuh. Sementara, aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah yang hanya memiliki dua ruang itu terus berjalan setiap harinya.

Meskipun demikian, semangat mendapatkan mata pelajaran yang diberikan tiga tenaga honorer dan satu kepala sekolah, tidak membuat mereka surut mendapat ilmu.

Sekolah yang dibangun diatas lahan berukuran sekira, 25 meter x 25 meter itu dibangun sejak lima tahun silam, yang mana sejak dibangun sekolah itu sudah menerima siswa sebanyak 35 pelajar.

Kepala Desa Kota Titik, Zakaria AR menceritakan, bangunan sekolah tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.

Lahan sekolah, sampai Zakaria, merupakan hibah dari masyarakat desa, yang merelakan tanah mereka seluas sekira 25 meter x 25 meter untuk dibangun sekolah setingkat SMP.

”Sejak bangunan berdiri belum ada bantuan sama sekali. Sekolah itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat, untuk pendidikan anak di desa,” kata Zakaria, Kamis (10/8/2017).

Berbagai usaha untuk pembangunan sarana dan prasarana sekolah, terang Zakaria, telah diupayakan dan diusahakan. Sayangnya, usaha tersebut belum membuahkan hasil untuk kemajuan sekolah tersebut.

”Kami sudah beberapa kali mengajukan proposal untuk bantuan. Namun, itu belum ada tanggapan,” jelas Zakaria.

Selain bangunan, lanjut Zakaria, mebeler sekolah juga membutuhkan perhatian dari pemerintah. Untuk tenaga pengajar, sampai Zakaria, dibayar melalui uang spp dari siswa.

”Tenaga pengajar ada tiga, ditambah satu orang kepala sekolah,” jelas Zakaria.

Zakaria pun pasrah, jika memang tidak ada perhatian dari pemerintah, maka tidak tutup kemungkinan sekolah tersebut akan dibubarkan. Sebab, dirinya beranggapan, perhatian dari pemerintah sama sekali tidak tersebut di desanya.

”Bangunan sekolah ini dibangun lantaran, sekolah negeri jauh dari jangkauan para siswa. Makanya, sekolah itu dibangun di desa. Namun, setelah dibangun sekolah tidak ada perhatian,” imbuh Zakaria.

”Setidaknya dari pemerintah dapat memberikan perhatian kepada sekolah-sekolah yang ada di pelosok. Sehingga pemerataan pendidikan dapat dirasakan juga di masyarakat desa,” pungkas Zakaria.