Logo

Hari Perempuan Internasional, Stop Hoaks dan Kekerasan Terhadap Perempuan

BENGKULU – Dewan pimpinan pusat (DPP) Gerakan Muslimah Bersyar’i (GMB) Bengkulu, menolak keras penyebaran informasi hoaks yang beredar di tengah masyarakat serta penyebaran foto korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan di media sosial.

Salah satu bentuk penolakan itu, puluhan kaum perempuan yang tergabung dalam GMB Bengkulu, masyarakat dan mahasiswi membagikan ”seribu” bunga kepada pengguna jalan di lampu merah simpang lima patung kuda Ratu Samban Kota Bengkulu, pada Jumat (8/3/2019), pagi. Kegiatan ini dalam rangka peringatan International Women’s Day 2019.

Tidak hanya itu, puluhan perempuan itu memberikan sumbangan kepada masyarakat kurang mampu di sekitar simpang lima Patung Kuda Ratu Samban Kota Bengkulu. Seperti, gelandangan dan pengemis (Gepeng), sopir angkutan kota (angkot) serta tukang parkir. Sedekah tersebut salah satu bentuk kepedulian GMB kepada masyarakat Kota Bengkulu, yang masih membutukan perhatian serius.

Ketua DPP GMB Bengkulu, Alisya Fianne Janne mengatakan, hari perempuan Internasional adalah waktu untuk merenungkan kemajuan yang dibuat serta menyerukan perubahan dan merayakan tindakan keberanian dan keteguhan hati perempuan biasa, yang telah memainkan peran luar biasa dalam sejarah negara dan komunitas mereka.

Tema International Women’s Day 2019, kata Alisya, ‘Berpikir Setara, Membangun Cerdas, Berinovasi untuk Perubahan’, yang berfokus pada cara-cara inovatif. Di mana perempuan dapat memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

”Hari Perempuan Internasional juga merupakan kesempatan untuk mempertimbangkan bagaimana mempercepat agenda 2030, membangun momentum untuk pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang efektif,” kata Alisya.

”Sesuai dengan tema kita dalam International Women’s Day 2019, #saatnya perempuan bangkit, #Bergerak sekarang atau tertindas, #kit4 perempuan perdamaian #International Women’s Day 2019
#Stop Hoaks dan Kekerasan terhadap Perempuan,” tegas Alisya yang juga Wakil Ketua pimpinan pusat kesatuan perempuan partai Golkar (PP KPPG) Sumatera 2 ini.

”Kami Perempuan Perdamaian,” tegas Alisya diamini Sekretaris DPP GMB Bengkulu, Linda Emilia.

GMB Bengkulu Bagikan ”Seribu” Bunga untuk Pengguna Jalan

Pembagian seribu bunga kepada pengguna jalan di lampu merah simpang lima patung kuda Ratu Samban Kota Bengkulu, sampai Alisnya, merupakan salah satu bentuk keprihatinan kejadian-kejadian di Indonesia. Begitu juga dengan Bengkulu. Mulai dari wabah penyebaran informasi hoaks serta kekerasan terhadap perempuan.

Bunga, kata Alisya, diartikan sebagai sesuatu yang harus mendapatkan perawatan khusus sehingga dapat terlihat cantik ketika berbunga. Begitu juga dengan perempuan, harus dilindungi dan disayangi setiap waktu. Tanpa kekerasan.

”Bunga menandakan sesuatu yang indah ketika di rawat. Begitu juga dengan perempuan dan anak harus disayangi, dikasihi dan dicintai,” imbuh Alisya.

Alisya menyampaikan, kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah, jika adanya peran serta dari segala elemen masyarakat di lingkungan masing-masing. Melalui momen International Women’s Day 2019, segala bentuk kekerasan terhadap perempuan harus dihentikan.

”Hentikan kekerasan terhadap perempuan, jika tidak dari sekarang kapan lagi. Perempuan bukan untuk menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan lingkungan masyarakat,” jelas Alisya.

Pembagian ”seribu” bunga, jelas Alisya, juga salah satu bentuk keprihatian terhadap Erni Susanti (30) yang diduga dibunuh secara sadis oleh suaminya sendiri, berinisial RS. Kesadisan terduga tersangka lakukan kepada istrinya dengan membelah perut istrinya yang sedang hamil tua.

”Ini salah satu bentuk kepedulian kita apa yang telah menimpa Erni, korban dugaan kekerasan yang berujung meninggal dunia. Di momen International Women’s Day 2019 ini
kami berharap, tersangka dugaan pembunuhan terhadap Erni dapat di hukum mati,” ungkap Alisya.

Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Sekarang!

Dilanjutkan ALisya, dari data Yayasan PUPA Bengkulu sejak Januari 2018 hingga Oktober 2018 tercatat 113 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu. Angka kekerasan tertinggi terjadi pada Januari 2018, sebanyak 26 kasus.

Kasus tertinggi, kata Alisya, perkosaan dengan persentase 25,66 persen, lalu pencabulan 22 persen, penganiayaan 22 persen, disusul KDRT 18,6 persen dan pelecehan seksual, kekerasan dalam Pacaran, bully, penelantaran, percobaan pemerkosaan, cyber harassment, hingga femicide (kekerasan pada perempuan yang berakhir pada kematian).

Kekerasan tersebut merupakan kasus yang dapat di lihat secara langsung. Sementara kekerasan psikis tidak terdata secara spesifik serta tidak bisa menjadi kasus tunggal, melainkan melapisi kekerasan lain.

Pada tahun 2018, terduga pelaku dalam kasus kekerasan paling banyak terjadi pada relasi yang tidak dikenal atau diketahui. Yakni, sebanyak 24 persen. Kemudian, pelaku teman 21,52 persen, suami 15,97 persen, tetangga 14,58 persen, ayah kandung 4,166 persen.

Selanjutnya, pacar 3,44 persen, ayah tiri 2,77 persen, ibu kandung 2,77persen, wali/ guru/ kepala sekolah 2,08 persen, dan anak kandung/tiri, kakek, mantan pacar, mantan suami dengan masing-masing jumlah pelaku 1,38 persen, serta saudara kandung/tiri, paman, mantan calon mertua, saudara ipar dengan jumlah pelaku masing-masing 0,69 persen.

”Kekerasan terhadap perempuan harus menjadi perhatian banyak pihak. Hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekarang!,” tegas Alisya.

Kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di Bengkulu, cukup memprihatinkan. Sehingga menjadi sorotan pemerintah pusat. Alisya mencontohkan, kejadian yang menimpa salah satu siswi SMP di Kabupaten Rejang Lebong, Yuyun. Kejadian, yang terjadi pada Sabtu 2 April 2016, membuat heboh jagat raya. Di mana, Yuyun di perkosa 14 orang secara bergilir hingga meregang nyawa.

Lalu, dugaan pembunuhan satu keluarga di Kabupaten Rejang Lebong, pada Sabtu 12 Januari 2019. Hasnatul Laili (35), bersama dua orang anaknya, Melan Miranda (16) dan Cika Ramadani (10), ditemukan meninggal dunia di dalam rumahnya. Terduga tersangkanya tidak lain adalah mantan suaminya sendiri, berinisial JM (33).

Kejadian sadis lainnya, sambung Alisya, terjadi pada Kamis 21 Februari 2019. Korban atas nama Erni Susanti (30), diduga dibunuh secara sadis oleh suaminya sendiri, berinisial RS. Kesadisan terduga tersangka lakukan kepada istrinya dengan membelah perut istrinya yang sedang hamil tua.

Kejadian kekerasan yang terjadi di Bengkulu, jelas Alisya, harus dihentikan sejak dini. Sebab, kata Alisya, jika kekerasan itu berasal dari lingkungan keluarga secara otomatis tidak ada tempat aman lagi bagi perempuan dan anak.

”Kejadian-kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dihentikan. Kami minta ada keseriusan dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan instansi lainnya agar kejadian serupa tidak terjadi di lingkungan masyarakat Bengkulu,” tegas Alisya.

GMB Bengkulu, masyarakat dan mahasiswi membagikan ”seribu” bunga kepada pengguna jalan di lampu merah simpang lima patung kuda Ratu Samban Kota Bengkulu

Stop Hoaks dan Kekerasan Terhadap Perempuan

Menjelang pesta demokrasi pada Rabu 17 April 2019 atau tidak kurang dari 40 hari lagi Indonesia akan menggelar pesta demokrasi. Berupa pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) secara serentak.

Menjelang puncak momen tersebut telah banyak dinamika situasi politik yang sangat luar biasa terjadi di masyarakat Indonesia, termasuk provinsi berjuluk ”Bumi Rafflesia”.

Hoaks membuat proses kampanye menjadi tidak sehat. Lebih parahnya lagi, hoaks menjadi bisnis baru yang mengancam harmoni di tengah masyarakat?. Hal tersebut perlu adanya strategi dan komitmen bersama guna memerangi hoaks. Strategi dan komitmen bersama anti hoaks tersebut perlu dirumuskan dan dilaksanakan sejak sekarang, guna membantu membangun proses politik yang sehat.

Terlepas dari konteks etimologi, kata hoaks sudah menjadi kata popular untuk menggambarkan segala yang bohong atau palsu. Khususnya, dalam teks media siber. Hoaks bukan saja sekadar tulisan berbentuk berita atau opini. Namun, mencakup data, foto dan gambar.

Hoaks luas beredar melalui media sosial. Baik, social networking system, seperti Facebook (FB), Twitter, Instagram (Ig) dan YouTube maupun social platform seperti WhatsApp (WA), Line dan BBM. Melalui jejaring sosial tersebut penyebaran foto ”sadis” korban kekerasan terhadap perempuan dan anak pun cepat beredar.

Berdasarkan laporan pemetaan hoaks di Indonesia oleh tim Litbang Mafindo, kata Alisya, hoaks atau informasi sesat pada bulan Juli 2018 hingga September 2018 tercatat sebanyak 230 postingan.

Rinciannya, Juli 2018 sebanyak 65 postingan dengan persentase 28,26 persen, Agustus sebanyak 79 postingan atau 34,35 persen dan September 2018 sebanyak 86 postingan (per 25 September 2018) atau 37,39 persen.

Informasi hoaks tersebut, kata Alisya, diduga disebar melalui konten, agama, politik, etnis, bisnis, penipuan, kesehatan, bencana alam, kriminalitas, lalu lintas, peristiwa ajaib, dan lain-lain.

”Hoaks atau hoax (pemberitaan palsu) merupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat-buat seolah-olah benar adanya. Itu harus kita lawan sejak sekarang,” sampai Alisya.

”Kami juga menolak penyebaran foto ‘sadis’ korban dan identitas lengkap korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tersebar diberbagai jejaring sosial. Hentikan sekarang juga,” tegas Alisya.

Cerdas Bermedia Sosial, Batasi Penggunaan Smartphone

Berbagai modus digunakan untuk membuat hoaks dan misleading information. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) RI, tidak kurang dari 900 ribu situs menyebar informasi hoax. Jumlah itu termasuk situs pornografi, penipuan, perjudian, serta situs lainnya.

Di mana ratusan ribu situs tersebut diduga menyebar informasi hoax dari bidang kesehatan, politik dan bidang lainnya.

Kominfo menghitung, di bulan Januari 2019, tidak kurang dari 72 konten hoax menyebar di media sosial. Puluhan informasi hoax tersebut mulai dari informasi hoax tentang kesehatan, politik dan informasi hoax lainnya.

Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2018. Pada tahun 2018, dalam tempo 10 bulan tercatat hanya 60-an informasi hoaks yang menyebar. Indikasi penyebaran informasi hoaks pada tahun ini mengalami peningkatan. Pada tahun 2019, per hari ada dua sampai lima informasi hoaks yang menyebar.

”Penyebaran informasi hoaks juga berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Informasi yang tersebar di jejaring sosial terkadang beredar foto ‘sadis’ dan ‘ekstrem’. Terkhusus, dalam kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak,” jelas Alisya.

Ditambahkan, Sekretaris DPP GMB Bengkulu, Linda Emilia, berdasarkan data Bidang Aplikasi Telematika dan Desminasi Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik Provinsi Bengkulu pada tahun 2016, telah berdiri sebanyak 246 menara tiga provider, yang tersebar di 10 kabupaten/kota Bengkulu.

Berdirinya menara tersebut sebagai pendukung pelanggan dalam penggunaan smartphone setiap hari. Di mana, kekerasan terhadap perempuan dan anak serta penyebaran informasi hoaks, salah satunya dipengaruhi smartphone atau handphone pintar.

Dari Kominfo dan Statistik memprediksi, jumlah menara tersebut pelanggan provider tidak kurang dari 1,5 juta. Jumlah itu diketahui setelah pihaknya menggelar sosialisasi internet sehat dan internet cerdas, kreatif dan produktif (Cakap) melalui mobile-comunication acses point (CAP) di 44 desa atau kelurahan. Di mana sosialisasi itu sudah berlangsung sejak 2013 hingga 2015.

Untuk mencegah penyalahgunaan smartphone terkoneksi internet, kata Linda, perlu adanya edukasi sekaligus peran orangtua terlibat mengawasi anak dalam penggunaan smamrtphone. Salah satunya dengan cara memberikan edukasi.

Edukasi idak hanya dari pemerintah. Namun, edukasi juga harus dilakukan kalangan orangtua. Terlebih orangtua yang telah memberikan smartphone kepada anak. Di mana anak-anak yang telah diberikan smartphone harus ada batasan.

”Kita orangtua harus selalu mengawasi, menemani, melihat anak saat mengakses internet, konten apa yang dibuka oleh anak. Itu tidak lain agar informasi yang menyebar di dunia maya tidak langsung di sebar. Terutama informasi hoaks dan kekerasan terhadap perempuan dan anak, ” sampai Linda.

Asosiasi penyelenggara jasa internet Indonesia (APJII) merilis pengguna internet di Indonesia sepanjang 2017, mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya atau meningkat sekira 54,68 persen atau menyentuh angka 143,26 juta user melalui berbagai perangkat.

Pada tahun 2016, angka pengguna internet di Indonesia sebanyak 132,7 juta pengguna. Di mana tahun 2017 menyentuh angka 143,26 juta jiwa yang sadar internet. Penetrasi pengguna internet di urban sudah 72,41 persen, rural-urban 49,49 persen, dan rural 48,25 persen.

Sementara untuk jumlah pengguna internet berdasarkan usia, didominasi oleh kisaran usia 19 hingga 34 tahun. Survei mencatat ada sekitar 49,52 persen responden, dan disusul oleh usia 35 hingga 54 tahun dengan persentase 29,55 persen.

Adapun penetrasi pengguna internet di Indonesia lebih banyak berada di rentang usia 13 hingga 18 tahun, dengan persentase 75,50 persen. Rentang usia 19 hingga 34 tahun berada di posisi kedua dengan persentase 74,23 persen.

”Momen International Women’s Day 2019 dapat dijadikan sebagai momen stop hoaks dan menyebar foto-foto sadis kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui media sosial,” tegas Linda.

”Kita harus cerdas bermedia sosial dan tidak mudah menyebar informasi yang belum tentu kebenarannya,” sambung Linda.