Transformasi Industri Penerbangan Indonesia Pasca Pandemi

Ilustrasi

Ilustrasi

BENGKULU Industri penerbangan Indonesia menghadapi tantangan besar pasca-pandemi COVID-19. Meski sektor ini mengalami peningkatan jumlah penumpang melalui tren “revenge tourism” profitabilitasnya kembali menurun pada pertengahan 2024.

Maskapai penerbangan, terutama di kelas layanan rendah, mengalami kerugian besar. Misalnya, Air Asia Indonesia mencatatkan kerugian lebih dari satu triliun rupiah dalam semester pertama tahun 2024. Kondisi ini menandakan tantangan kompleks yang harus diatasi oleh industri penerbangan dalam jangka pendek dan panjang.

Tekanan terhadap penurunan harga tiket menjadi salah satu faktor utama yang menambah kompleksitas industri. Publik menginginkan harga tiket yang lebih terjangkau, sementara maskapai berusaha menjaga profitabilitas.

Perbedaan harga antara tiket domestik dan internasional menjadi perhatian, khususnya ketika tiket Jakarta-Padang lebih mahal dibandingkan Jakarta-Kuala Lumpur. Struktur biaya yang dibebankan pada maskapai domestik berkontribusi pada tingginya harga tiket domestik, menimbulkan debat mengenai penyusunan kebijakan tarif penerbangan.

Restrukturisasi Garuda Indonesia menjadi salah satu contoh positif dalam upaya maskapai mengatasi tekanan keuangan. Garuda berhasil meningkatkan kinerja EBITDA pada tahun 2024 setelah proses restrukturisasi utang. Keberhasilan ini mencerminkan upaya serius dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan yang jarang mengalami keuntungan.

Proses restrukturisasi tersebut menjadi tonggak bagi Garuda untuk membangun kepercayaan para
kreditur dan publik melalui peningkatan kinerja yang signifikan. Tuntutan akan efisiensi dan transformasi digital turut mempengaruhi kebijakan maskapai penerbangan Indonesia.

Penggunaan teknologi canggih untuk mendukung operasional menjadi penting dalam meningkatkan efisiensi dan pengalaman pelanggan. Maskapai berusaha menerapkan optimalisasi perangkat lunak dan perangkat keras agar dapat mengurangi biaya dan memaksimalkan sumber daya manusia.

Langkah ini bertujuan agar industri penerbangan tetap relevan di tengah perubahan teknologi yang pesat. Persaingan harga dengan maskapai internasional menjadi tantangan bagi maskapai nasional untuk menyeimbangkan layanan dengan biaya.

Kementerian Perhubungan dan maskapai harus menemukan formula tarif yang adil sehingga maskapai tetap bisa bersaing dengan penerbangan internasional. Aturan tarif batas atas dan bawah berusaha memberikan keseimbangan antara profitabilitas maskapai dan keterjangkauan bagi masyarakat. Kebijakan ini harus terus dievaluasi agar tetap sesuai dengan kondisi pasar dan daya beli masyarakat.

Komponen harga tiket yang mencakup pajak, asuransi, dan PJP2U, mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap tiket pesawat. Maskapai memiliki sedikit kendali atas komponen-komponen ini karena diatur oleh undang-undang.

Kenaikan komponen ini sejak dua tahun terakhir menambah beban harga tiket, membuat beberapa rute domestik lebih mahal daripada rute internasional. Industri penerbangan dan pemerintah perlu berkolaborasi untuk menyusun kebijakan yang seimbang.

Tantangan keberlanjutan lingkungan juga menjadi fokus penting dalam transformasi industri penerbangan Indonesia. Maskapai diharapkan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam operasionalnya guna mengurangi dampak lingkungan.

Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, efisiensi energi, dan pengurangan emisi karbon menjadi indikator keberlanjutan yang harus dicapai. Industri ini dihadapkan pada tuntutan untuk memenuhi standar internasional terkait lingkungan.

Garuda Indonesia menonjol dalam usahanya meningkatkan kepercayaan publik dengan membangun citra positif melalui inovasi dan transparansi. Maskapai ini berkomitmen untuk memperbaiki layanan dan menciptakan interaksi yang positif dengan masyarakat.

Keberhasilan Garuda dalam membangun kepercayaan akan menentukan masa depan maskapai di tengah persaingan yang semakin ketat. Pencapaian ini membutuhkan konsistensi dalam meningkatkan kualitas layanan yang relevan dengan ekspektasi masyarakat.

Pemerintah Indonesia memainkan peran penting dalam memberikan dukungan regulasi dan insentif agar industri penerbangan dapat bertahan. Pemerintah perlu menyusun kebijakan yang memperhatikan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat tanpa mengorbankan kelangsungan maskapai.

Regulasi yang fleksibel dan bantuan bagi maskapai untuk mengurangi beban operasional akan membantu industri mencapai stabilitas jangka panjang. Sinergi antara pemerintah dan maskapai akan menciptakan lingkungan yang kondusif.

Di masa depan, industri penerbangan Indonesia perlu terus mengembangkan strategi inovatif agar dapat mengatasi tantangan kompleks. Perubahan perilaku konsumen, perkembangan teknologi, dan tuntutan keberlanjutan memerlukan adaptasi cepat. Maskapai harus dapat beradaptasi terhadap perubahan pasar dan terus berinovasi dalam menyediakan layanan yang kompetitif dan berkelanjutan. Pandemi COVID-19 menjadi pembelajaran penting untuk memperkuat industri ini agar lebih tangguh di masa mendatang.

Penulis: Andhika Wahyudiono/Dosen UNTAG Banyuwangi