
Baru-baru ini viral di media massa maupun media sosial soal pernyataan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan yang menyebut tidak ada kenaikan beban pajak untuk masyarakat. Politisi Partai Amanat Nasional ini bahkan mengatakan informasi tentang kenaikan itu, hoax.
Pernyataan gubernur ini sebenarnya tidak salah, tapi juga tidak benar. Faktanya, masyarakat mengalami kenaikan pajak kendaraan yang harus dibayar dan berlaku mulai 8 Mei 2025.
Helmi Hasan sebenarnya menyingung soal adanya tambahan 66 persen yang disebut sebagai opsen pajak, yakni peningkatan porsi bagi hasil pajak kendaraan bermotor ke pemerintah daerah. Aturan ini disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sebelum adanya aturan opsen, pajak kendaraan bermotor diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah. Dalam UU itu, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dipungut oleh pemerintah Provinsi, dan hasilnya dibagikan kepada kabupaten/kota sebesar 30 persen.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 2022, tidak ada lagi bagi hasil seperti UU sebelumnya. Pemerintah provinsi menerima 100 persen dari total pajak yang dikenakan ke masyarakat. Sementara kabupaten kota memungut sendiri pajaknya melalui skema opsen pajak, sebanyak 66 persen dari total pokok pajak.
Namun aturan ini sebelumnya diimbangi dengan pemotongan atau diskon yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Diskon ini berlaku mulai 7 Januari hingga 7 Mei 2025 dan tertuang dalam Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor P.02 BAPENDA Tahun 2025.
Sayangnya, diskon ini tidak berlaku lagi setelah 7 Mei 2025, tepat satu hari sebelum skema opsen pajak mulai diberlakukan. Maka, mulai 8 Mei 2025, masyarakat Bengkulu secara langsung merasakan kenaikan beban pajak yang cukup signifikan, terutama untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Opsen membuat pajak naik
Aturan tentang pungutan tambahan atau opsen pajak itu memang menimbulkan kebingungan, jika aturan itu tidak disertai dengan pasal yang mewajibkan adanya penurunan tarif maksimal PKB untuk kendaraan pertama menjadi 1,2 persen. Penurunan ini malah memungkinkan tarif pajak yang dibayarkan oleh masayarakt jadi lebih rendah.
Contoh
Sebelum Opsen Pajak (Sistem Lama)
PKB total = 2% × Rp 100.000.000 = Rp 2.000.000
Provinsi dapat 70% = Rp 1.400.000
Kabupaten/kota dapat 30% = Rp 600.000
Total yang dibayar masyarakat = Rp 2.000.000
Setelah Opsen Pajak (Sistem Baru)
PKB total = 1,2% × Rp 100.000.000 = Rp 1.200.000 (turun dari Rp 2.000.000)
Kabupaten/kota memungut 66% dari PKB = 66% × Rp 1.200.000 = Rp 792.000
Provinsi memungut 34% dari PKB = 34% × Rp 1.200.000 = Rp 408.000
Total yang dibayar masyarakat = Rp 1.200.000
Apakah pernyataan Gubernur Helmi Hasan salah?
Gubernur Helmi Hasan menyatakan bahwa tidak ada kenaikan beban pajak untuk masyarakat, dan menyebut informasi kenaikan itu sebagai hoax. Pernyataan ini tidak sepenuhnya salah, karena secara tarif maksimal PKB untuk kendaraan pertama memang turun sesuai UU No. 1 Tahun 2022.
Namun, pernyataan itu juga tidak sepenuhnya benar, sebab masyarakat tetap mengalami kenaikan beban pajak akibat hilangnya diskon dan mulai diberlakukannya pemungutan opsen pajak oleh pemerintah kabupaten/kota.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!