Logo

Gubernur Bengkulu akan Usulkan Kawasan Hutan Dikelola Kelompok Perempuan ke KLHK

BENGKULU – Gubernur Bengkulu Dr. H. Rohidin Mersyah berencana akan mengusulkan areal kawasan hutan untuk dikelola secara khusus oleh kelompok perempuan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Rencana tersebut disampaikannya saat menanggapi aspirasi yang disampaikan Aliansi Kelompok Perempuan Pengelola Hutan (AmpuH) yang beraudiensi di ruang pertemuan di Kantor Gubernur Bengkulu pada Kamis (6/7/2023) siang .

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Rohidin pun meminta Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Safnizar untuk berkoordinasi dengan Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu untuk melakukan pendataan. Rohidin berharap rapat koordinasi tersebut bisa dilakukan dalam satu atau dua bulan kedepan.

“Kita rekap dulu dalam bentuk tabel. Berapa yang sudah disetujui, berapa yang masih dalam proses, dan berapa calon usulan. Sehingga, nanti saya bisa bicara, kami mengusulkan perhutanan sosial khusus untuk kelompok perempuan dengan luasan sekian ribu hektar yang berada di sekian lokasi,” kata Rohidin.

“Semoga ini juga bisa kita sampaikan secara kolektif bersama-sama, kalau memungkinkan usulan dalam jumlah besar, baik dari sisi luas lahan dan jumlah kelompok, nanti saya akan menghadap Dirjen Hutan Kemasyarakatan di Kementerian LHK,” imbuhnya.

Mengenai fasilitasi penguatan kapasitas dan bantuan untuk kelompok perempuan terkait kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha, Rohidin juga meminta agar Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu bersama Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu melakukan rapat koordinasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya.

“Perlu melibatkan OPD-OPD teknis, dan juga perlu disinkronkan dengan Pemda kabupaten/kota,” ucapnya Rohidin.

Menurut Rohidin, rencana mengusulkan areal kawasan hutan untuk dikelola secara khusus oleh kelompok perempuan penting untuk dilakukan. Sehingga, kesenjangan jumlah perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan hutan bisa diturunkan.

“Mayoritas yang mengusulkan legalitas pengelolaan hutan adalah laki-laki. Ketika di Bengkulu banyak kelompok perempuan yang mengusulkan, ini bisa menjadi isu nasional yang positif,” ujarnya Rohidin.

AmpuH merupakan aliansi yang dibentuk 11 kelompok perempuan yang telah dan sedang berproses mendapatkan legalitas pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan TNKS, Taman Wisata Alam Bukit Kaba dan Hutan Lindung. Sebelas kelompok yang berada di Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang dan Bengkulu Tengah tersebut juga sudah membentuk kelompok usaha pangan olahan Kecombrang, Pakis, Bambu, Pulutan, Nangka, Alpukat, Jengkol, Durian, Aren dan Pinang. AmpuH dibentuk pada Senin (3/7/23) di Kota Bengkulu.

Saat menyampaikan aspirasi, Ketua AmpuH, Neneng Puspita mengatakan bahwa AmpuH sudah berdialog dengan Balai Besar TNKS, BKSDA Bengkulu, DLHK Provinsi Bengkulu, Bappeda Provinsi Bengkulu dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan LIngkungan (BPSKL) Wilayah Sumatera pada Selasa (4/7/23).

Dalam dialog, AmpuH sudah menyampaikan capaian-capaian dan tantangan-tantangan yang dihadapi seluruh kelompok, sert dukungan yang dibutuhkan untuk menghadapi dan mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Dalam dialog, AmpuH mencatat beberapa poin penting yang disampaikan para pihak tersebut. “Pertama, para pihak tersebut sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan kami untuk mendapatkan dan memperpanjang legalitas hak pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan. Bahkan, upaya yang kami lakukan dianggap sebagai sejarah baru dan terobosan luar biasa yang dilakukan perempuan-perempuan Bengkulu. Sehingga, khususnya Balai Besar TNKS, BKSDA Bengkulu dan DLHK Provinsi Bengkulu sangat membantu upaya yang kami lakukan,” kata Neneng.

Koordinator AmpuH Daerah Rejang Lebong, Reva Hariani menambahkan, AmpuH juga melihat itikad Balai Besar TNKS, BKSDA Bengkulu, DLHK Provinsi Bengkulu dan BPSKL Wilayah Sumatera untuk memfasilitasi peningkatan kapasitas dan pemberian bantuan perlengkapan terkait kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.

“Hanya saja, mungkin karena ada keterbatasan, para pihak tersebut tidak bisa memfasilitasi dan memberikan bantuan secara langsung. Peran yang bisa mereka lakukan adalah memberikan arahan dan rekomendasi untuk instansi terkait dan pihak swasta,” ujar Reva.

Anggota AmpuH Feni Oktaviana juga menambahkan, AmpuH juga mendapatkan informasi dari Bappeda Provinsi Bengkulu bahwa perhutanan sosial merupakan program prioritas Gubernur Bengkulu. Namun, AmpuH tidak mendapatkan informasi bahwa program tersebut tidak memprioritaskan perempuan untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan, dalam bentuk kelolompok perempuan.

“Sehingga, BAppeda menyampaikan bahwa perlu dilakukannya rapat koordinasi para pihak untuk membahas secara khusus terkait fasilitasi penguatan kapasitas dan pemberian bantuan secara khusus untuk kelompok perempuan yang sedang mendapatkan dan memperpanjang legalitas hak pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan,” kata Feni.

Neneng pun menambahkan, AmpuH sangat berharap agar Gubernur Bengkulu yang memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada kelompok perempuan yang berupaya mendapatkan dan memperpanjang legalitas hak pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan untuk membuat kebijakan khusus untuk perempuan.

“Menurut kami, kebijakan secara khusus untuk perempuan tersebut akan menjadi bukti dari kewajiban Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk melindungi, menghormati dan memenuhi hak-hak perempuan terkait hutan,” ujar Nenang.

Sebelum menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh Neneng, Reva dan Feni, Rohidin pun mempersilakan anggota AmpuH lainnya untuk memberikan tambahan. Anggota AmpuH, Lina Sari Susanti pun memanfaatkan kesempatan tersebut. Lina mewakili KPPL Makmur Jaya, KPPL Pal Jaya dan KPPL Mulia Bersama yang belum menandatangani perjanjian kerjasama dengan Balai Besar TNKS.

“Informasi yang kami terima dari Balai Besar TNKS bahwa proses lebih lanjut terhadap proposal kerjasama yang sudah kami ajukan belum bisa dilakukan karena harus menunggu keluarnya peraturan baru. Kami memohon bantuan Gubernur untuk memberikan semacam jaminan ke Balai Besar TNKS supaya permohonan kami disetujui, dan kami bisa menandatangani perjanjian kerjasama,” ujar Lina.

Anggota AmpuH lainnya, Amelia Kontesa yang mewakili KPALS dan KPSM juga memberikan tambahan. Sama dengan KPPL Makmur Jaya, KPPL Pal Jaya dan KPPL Mulia Bersama, menurut Amelia, KPALS dan KPSM juga sudah mengajukan permohonan kerjasama, membuat rancangan perjanjian kerjasama, rancangan rencana pengelolaan program, rancanga rencana kerja tahunan, dan rencana kelola kebun.

“Kami juga memohon bantuan Gubernur untuk memberikan jaminan ke BKSDA Bengkulu agar permohonan kami disetujui, dan kami bisa menandatangani perjanjian kerjasama,” kata Amelia.

Selanjutnya, Pengawas AmpuH, Fuj Sagala yang mewakili KPTH Susup Sejahtera dan KPTH Tanjung Heran Maju meminta bantuan Gubernur Bengkulu untuk mempercepat proses persetujuan pengelolaan HKm agar penyerahan SK persetujuan pengelolaan HKm bisa diberikan secara bersama dengan kelompok lain yang akan diberikan oleh Presiden Jokowi dalam waktu tak lama lagi.

“Yang membuat kami senang, informasi yang kami terima bahwa KPTH Susup Sejahtera dan KPTH Tanjung Heran Maju merupakan dua kelompok perempuan yang pertama di Indonesia yang mengajukan HKm. Kalau saja SK HKm kami akan diberikan oleh Presiden Jokowi, tentulah ini akan menjadi kebanggaan Provinsi Bengkulu yang tercipta di bawah kepemimpinan Bapak,” kata Puji.

Anggota AmpuH Rita Wati juga tidak membuang kesempatan untuk memberikan tambahan. Mewakili KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera yang telah bermitra dengan Balai Besar TNKS, Rita meminta bantuan Gubernur Bengkulu untuk menyampaikan ke Menteri LHK agar jangka waktu kerjasama dengan Balai Besar TNKS bisa selama 35 tahun.

“Saat ini, jangka waktu kerjasama cuma 5 tahun. Walaupun bisa diperpanjang, namun akan lebih baik bila jangka waktunya selama 35 tahun seperti HKm. Jika kami bisa bekerjasama selama 35 tahun, kami kaum perempuan bisa untuk memastikan pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan bisa berkelanjutan setidaknya selama 35 tahun,” kata Rita.

Anggota AmpuH lainnya, Wahyuni Saputri lainnya juga menyampaikan tambahan. Menurutnya, 11 kelompok yang merupakan anggota AmpuH sangat beruntung karena mendapatkan kesempatan difasilitas sejumlah kegiatan penguatan kapasitas untuk memperjuangkan legalitas hak pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan. Namun masih sangat banyak perempuan-perempuan di desa lain yang belum mendapatkan kesempatan difasilitas seperti kami untuk memperjuangangkan hak-hak perempuan terkait hutan.

“Kami sangat berharap Gubernur mau membuat kebijakan khusus yang memprioritaskan perempuan untuk mendapatkan kesempatan difasilitasi baik yang sudah bekerjasama, yang sedang berproses maupun yang belum. Saya optimis bapak gubernur bersedia membuat kebijakan tersebut karena sejauh hasil saya searching di internet sepertinya Bapak merupakan satu-satunya Gubernur di Indonesia yang memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada perempuan dan hutan,” kata Wahyuni. (Advetorial)