
JAKARTA – Sebanyak 15 laporan dugaan kejahatan lingkungan dari delapan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Pulau Sumatera resmi dilayangkan oleh koalisi masyarakat sipil kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Laporan-laporan tersebut merupakan hasil pemantauan oleh Koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB), yang terdiri dari 15 organisasi masyarakat sipil di Sumatera. Dalam kurun waktu Februari hingga April 2025, mereka menelusuri berbagai praktik pencemaran dan pelanggaran pengelolaan lingkungan oleh sejumlah PLTU yang tersebar dari Aceh hingga Lampung.
Laporan resmi diajukan serentak melalui kanal pengaduan daring KLHK pada 5 Mei 2025.
Rincian 15 Laporan Dugaan Pelanggaran:
-
Apel Green Aceh: Dugaan pelanggaran co-firing dengan serbuk kayu dari hutan produksi di PLTU Nagan Raya.
-
Yayasan Kanopi Hijau Indonesia: Pembuangan limbah FABA sembarangan di PLTU Teluk Sepang, Bengkulu.
-
Yayasan Anak Padi: Limbah FABA di PLTU Keban Agung, Lahat, dibuang dekat sungai.
-
LBH Padang: Polusi udara dan kebisingan berlebih di PLTU Ombilin, Sumatera Barat.
-
LBH Lampung: Dugaan pelanggaran pengelolaan limbah FABA oleh PLTU Sebalang.
-
Sumsel Bersih: Kerusakan mata air dan hutan Bukit Kancil akibat pembangunan PLTU Sumsel 1.
-
Lembaga Tiga Beradik Jambi: Pencemaran Sungai Ale dan Tembesi oleh PLTU Semaran.
-
Yayasan Srikandi Lestari: Pencemaran laut dan udara dari PLTU Pangkalan Susu, Sumatera Utara.
-
LBH Padang (laporan ke-2): Emisi cerobong PLTU Ombilin melebihi baku mutu.
-
Apel Green Aceh (laporan ke-2): Dugaan sumber biomassa PLTU dari kawasan hutan lindung.
-
Yayasan Anak Padi (laporan ke-2): Pengangkutan FABA di PLTU Keban Agung tanpa standar keamanan.
-
Yayasan Srikandi Lestari (laporan ke-2): Stockpile terbuka di PLTU Pangkalan Susu picu pencemaran udara.
-
LBH Lampung (laporan ke-2): Investigasi tambahan atas pengelolaan FABA PLTU Sebalang.
-
Sumsel Bersih (laporan ke-2): Penutupan aliran sungai Niru oleh PLTU Sumsel 1.
-
Lembaga Tiga Beradik Jambi (laporan ke-2): Dampak jangka panjang limbah FABA pada ekosistem sungai.
Distribusi Lokasi Kasus:
-
Jambi: 2 kasus
-
Sumatera Selatan (Sumsel): 2 kasus
-
Aceh: 2 kasus
-
Lahat: 2 kasus
-
Bengkulu: 2 kasus
-
Sumatera Barat (Sumbar): 3 kasus
-
Sumatera Utara (Sumut): 1 kasus
-
Lampung: 1 kasus
Kritik terhadap Co-Firing dan Transisi Energi
Ali Akbar, konsolidator STuEB, mengatakan sebagian besar dari 33 unit PLTU yang beroperasi di Sumatera berpotensi melakukan pelanggaran serupa. Ia menilai pemerintah gagal mengawasi kewajiban lingkungan dalam proses transisi energi.
“Agenda transisi energi tak bisa dilepaskan dari pengawasan ketat terhadap tanggung jawab lingkungan yang sudah seharusnya dijalankan pembangkit eksisting,” ujarnya.
Rahmat Syukur dari Apel Green Aceh mengkritik penggunaan serbuk kayu sebagai bahan co-firing yang berasal dari kawasan hutan lindung, produksi terbatas, dan hutan produksi lainnya.
“Praktik ini berisiko besar mendorong deforestasi dan bukan solusi iklim yang berkelanjutan,” kata Rahmat.
Seruan Penindakan dan Pemensiunan PLTU
Alfi Syukri dari LBH Padang menegaskan bahwa negara wajib menjamin udara bersih bagi warga, khususnya di sekitar PLTU Ombilin yang disebut sebagai salah satu penyumbang polusi tertinggi.
“Jika terbukti melanggar, PLTU harus disanksi tegas atau dipensiunkan dini,” ujar Alfi, mengacu pada rencana Menteri ESDM untuk memensiunkan PLTU Ombilin.
Tuntutan Investigasi dan Transparansi
Syahwan dari Yayasan Anak Padi berharap KLHK segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan investigasi menyeluruh dan tindakan hukum yang transparan.
“Kami minta tidak ada lagi toleransi terhadap pengelolaan limbah yang abai. Pemerintah harus menjamin lingkungan bersih dan sehat sebagai hak dasar rakyat,” tegasnya.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!