

BENGKULU – Kanopi Hijau Indonesia kembali mengungkap praktik pembuangan limbah abu batubara (Fly Ash Bottom Ash/FABA) oleh PT TLB secara sembarangan di luar area PLTU Teluk Sepang. Temuan ini menambah daftar lokasi pembuangan FABA di Bengkulu menjadi 13 titik.
Lokasi tambahan yang ditemukan berada di Desa Padang Ulak Tanjung, Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Tengah. Tempat pembuangan limbah ini hanya berjarak sekitar tiga meter dari permukiman warga. FABA dibuang langsung ke tanah tanpa menggunakan pelapis kedap air, sistem pengumpulan air lindi, maupun pengolahan limbah. Dampaknya, dua sumur warga dikabarkan tertimbun abu sisa pembakaran batubara.
Menurut kesaksian warga, saat proses pembuangan berlangsung, pemilik lahan menyebut FABA tidak berbahaya dan bahkan bisa menyuburkan tanaman. Namun kini, sumur-sumur itu mengeluarkan bau tak sedap, dan tanaman seperti karet, durian, serta pinang di sekitar lokasi ikut mati. Genangan air tercemar juga ditemukan, dan sejumlah aliran air tertimbun limbah.
Kepala Desa Padang Ulak Tanjung, Abdu Rani, menyatakan bahwa masyarakat mulai menyuarakan protes. Setidaknya, 10 kepala keluarga mengeluhkan abu yang berterbangan saat proses penimbunan berlangsung.
“Warga menuntut karena abu batubara beterbangan saat proses pembuangan dilakukan. Ini bukan hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga berpotensi merusak lingkungan,” jelas Abdu Rani.
Menurut catatan Kanopi Hijau Indonesia, FABA dibuang di lokasi tersebut selama kurang lebih tiga bulan, sekitar satu tahun yang lalu. Dalam sehari, tak kurang dari 100 truk melintasi daerah tersebut untuk membuang limbah. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, abu yang dibuang masih dalam kondisi berasap.
Dengan penambahan titik di Padang Ulak Tanjung, jumlah lokasi pembuangan FABA di luar tapak PLTU kini mencapai 13. Lokasi-lokasi tersebut tersebar di beberapa titik di Kota dan Kabupaten Bengkulu, antara lain:
- TWA Pantai Panjang Pulau Baai
- Simpang masuk dan RT 9 Kelurahan Teluk Sepang
- Area Pelindo (Kecamatan Kampung Melayu)
- Tiga titik di Jalan Citandui
- Area Masjid Hartawan Kadim Ar-Rohmaah di Dusun Besar
- Nur Al-Islah, Jalan Danau, Kecamatan Sungai Serut
- Terminal Pekan Sabtu, Kelurahan Air Sebakul
- Jalan lintas Sebakul–Kembang Sri
Dari 13 lokasi tersebut, 12 di antaranya digunakan untuk urukan tanah tanpa perlindungan geotekstil seperti Geosynthetic Clay Liner (GCL) serta tanpa sistem penanganan air lindi. Praktik ini diduga melanggar Pasal 24 dan Pasal 25 ayat (4) huruf b dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah Non-B3.
Juru Kampanye Kanopi Hijau Indonesia, Dwina Atika, menilai pemerintah telah gagal menjalankan fungsinya dalam pengawasan dan penegakan hukum.
“Kami menemukan 13 lokasi pembuangan FABA di luar tapak PLTU Teluk Sepang. Ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah membiarkan ketidakpatuhan korporasi terhadap aturan yang sudah jelas,” tegas Dwina.
Ia menambahkan bahwa praktik ini telah berlangsung selama dua tahun terakhir tanpa ada sanksi tegas ataupun langkah korektif dari otoritas lingkungan.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera menindak PT TLB atas pencemaran yang mereka lakukan. Negara tidak boleh tutup mata terhadap kerusakan lingkungan yang nyata,” pungkas Dwina.
Tidak ada komentar.