Logo

Fogging Bukan Solusi Terbaik Antisipasi DBD, Ini Penjelasannya

Fogging Bukan Solusi Terbaik Antisipasi DBD, Ini Penjelasannya

KOTA BENGKULU – Kepala Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Susilawaty menjelaskan, fogging sebagai salah satu solusi pencegahan Deman Berdarah (DBD)  yang diketahui masyarakat, tidak selamanya menjadi solusi terbaik.

Pasalnya, dikatakan Susi, fogging hanya mampu mematikan nyamuk dewasa, sedangkan jika tempat nyamuk bersarang tidak diberi langkah pembersihan, maka jentik nyamuk akan tetap ada.

“Katakanlah semua masyarakat, ketika sakit DBD minta difogging, ini tidak menyelesaikan masalah, karena dia mematikan nyamuk dewasa saja, sementara tempat perindukan nyamuknya tidak di PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) artinya besok sudah lahir nyamuk-nyamuk yang baru,” beber Susilawaty, Selasa (17/6/2018).

Tidak hanya itu, Susi juga menjelaskan, dirinya telah bertukar pikiran dengan negara-negara yang tergabung dalam Pacific Partnership beberapa waktu lalu terkait DBD, dan telah melakukan survey jentik di tiga kelurahan.

“Kemaren di kegiatan Pacific Partnership kita telah lakukan survey jentik, dan kami berdiskusi terkait langkah-langkah yang diambil kota Bengkulu terkait DBD, kami jelaskan bahwa kami memutus mata rantai dengan foggingnisasi,” jelasnya.

Saat itu tim Pacific Partnership mengatakan, bahwa foginisasi yang dilakukan tiga hingga empat kali masih wajar, namun di negara-negara barat, fogging tersebut merupakan zat racun insektisida, dampaknya ketika terhirup oleh manusia, dalam jangka tiga atau empat tahun kedepan menimbulkan kerusakan di organ tubuh manusia tersebut.

Maka dari itu, kata Susilawaty, perilaku mengedukasi secara berkala terhadap masyarakat Kota Bengkulu sangatlah penting, karena merubah perilaku masyarakat sangatlah sulit.

“Kami tetap mengkampanyekan, menyerukan perilaku hidup sehat dengan PSN, 3m+ (menutup, mengubur, menguras), kemudian pemerintah Kota Bengkulu menggalakan masyarakat untuk kebersihan lingkungan serentak setiap jumat, dan satu rumah harus ada Jumantik (Juru Pemantau Jentik),” demikian Susilawaty.