Logo

Diduga Pungli, Fasilitator Bedah Rumah di Benteng Dilaporkan ke Kejati

Kanedi saat diwawancarai awak media

BENGKULU TENGAH, bengkulunews.co.id  – Polemik dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap dana bantuan bedah rumah atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI Bagian Penyediaan Perumahan terus bergulir.

Tak tanggung-tanggung, tokoh masyarakat Desa Sunda Kelapa, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Benteng, Kanedi (47) melaporkan masalah ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

“Dugaan pungli ini sudah saya laporkan ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Sehingga, pelaku bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Kanedi.

Lebih lanjut dijelaskan Kanedi, penyampaian laporan sudah dilakukan pada Jumat (21/7/2017) lalu. Dalam laporan yang disampaikannya Kanedi juga membeberkan secara gamblang tentang proses pemungutan uang senilai Rp 200 ribu kepada setiap penerima bantuan bedah rumah di desanya.

Selain membeberkan dugaan pungli, lanjutnya, dirinya menduga pihak fasilitator dari Provinsi Bengkulu, sengaja melakukan rekayasa terhadap daftar rencana pembelian bahan bangunan (DRPBB). Sejumlah jenis bahan bangunan yang disediakan telah mengalami perubahan harga (mark up), yakni jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga toko.

Diduga, hal tersebut sengaja dilakukan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Hasil perhitungan yang dilakukan, dugaan mark up harga barang tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar.

Jika batu kali bisa dibeli dengan harga Rp 180 perkubik, disini diubah menjadi Rp 230 perkubik. Jika semen bisa dibeli dengan harga Rp 55 ribu per sak menjadi Rp 58 ribu per sak. Selanjutnya, pasir yang harga normalnya bisa dibeli dengan harga Rp 1 juta per truk sengaja direkayasa hingga menjadi 2,1 juta per truk.

“Jika diperhitungkan, keuntungan yang didapat hingga Rp 2,5 juta per unit rumah yang dibangun. Dalam 1 (satu) desa saja, bisa mendapatkan uang hingga ratusan juta. Ini harus dicegah, sebab akan merugikan masyarakat kecil yang menerima bantuan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, desa lain yang mendapatkan fasilitas bedah rumah ini juga mengalami hal yang serupa. Terpisah, salah seorang penerima bantuan di Desa Sunda Kelapa, Laura membenarkan adanya pungutan senilai Rp 200 ribu tersebut.

“Seperti penerima bantuan lainnya, saya juga diminta mengumpulkan uang Rp 200 ribu. Katanya, uang tersebut untuk membuat DRPBB,” ujarnya.