Logo

Mewujudkan DPR yang Ideal

Oleh : Dr. Imam Mahdi, SH, MH

Oleh : Dr. Imam Mahdi, SH, MH

SISTEM pemerintahan presidensial merupakan pilihan yang tepat bagi Indonesia, walaupun system ini bersifat ambigu atau istilah kerenya “quasi”, hal ini dibandingkan dengan sitem parlementer yang selalu ditekankan kepada kekuatan partai politik yang tidak mengakar dan belum mempunyai landasan ideologis sebagai pedoman akibatnya flatpond partai politik selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dianggab menguntungkan pada saat itu, sehingga stabilitas politik sering terganggu oleh keinginan-keinginan politik sesaat.

20 tahun awal Indonesia merdeka dengan system parlementer, benar-benar menguras energy system politik Indonesia, jatuh bangunya pemerintahan dan tidak ada satupun pemerintahan yang langgeng sampai lima tahun bahkan ada yang hanya beberapa bulan saja. Sebenarnya itulah penyimpangan pertama dari nilai-nilai demokrasi Pancasila yang telah direnungkan oleh founthing fathers bangsa ini yang sudah tepat memilih system presidensial, paling tidak untuk menjaga stabilitas dan efektifitas penyelenggaraan Negara agar berjalan sesuai dengan periodisasi yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.

Sejarah mencatat pasang surut system presidensial di Indonesia, beralih ke era Orde baru atau sebelum amandemen UUD 1945, kekuasaan Presiden memang berada di atas seluruh kekuatan politik, bahkan ada yang mengatakan pada waktu itu sebenarnya kekuasaan Presiden tidak ubahnya seperti kekuatan dimasa pemerintahan Belanda, dimana presiden identik dengan Gubernur Jenderal Belanda.

Kemudian setelah reformasi dengan amandemen UUD NRI Tahun 1945 kekuatan DPR luar biasa dengan menggunakan lembaga MPR bisa saja menjatuhkan Presiden tanpa sesuatu sebab yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, dan ini telah terjadi pada Presiden Abdurrahman Wahid, yang dijatuhkan oleh kekuatan DPR melaui MPR, begitu juga dengan Habibie pertanggungjawabannya ditolak, bukan karena kegagalan dalam melaksanakan pemerintahan tetapai tidak lebih dari adanya kekuatan politik tertentu yang tidak berkenan dengan dinasti kekuasaan sebelumnya.

Kembali para negarawan kita mengenyampingkan amanat demokrasi Pancasila yang sesungguhnya, dengan memberikan kekuasaan luar biasa kepada DPR dan MPR sebagai kekuatan politik yang tidak mengakar dan haus dengan sahwat kekuasaan. Memang pada awalnya UUD 1945 dibuat secara sederhana, Soekarno bilang begitu, kalau sudah tenang nanti kita akan bikin konstitusi yang lebih baik, lebih bagus dan tentunya lebih demokrasi sesuai dengan Pancasila.

Andi Matalata mengatakan, mungkin para perumus UUD 1945 dulu, menganggap para penyelenggra Negara sama alimnya dengan mereka, sama sucinya dengan Hatta dan Soekarno dll, tetapi setelah bertahun-tahun ternyata orang tidak suci lagi, tidak berfikir Pancasilais lagi dan lama-lama bisa juga menjadi bejat dan Perampok.

Berdasarkan pengalaman itu, seharusnya menjadi pemikiran bersama para negarawan untuk merumuskan kembali sistem pemerintahan presidensial yang menjaga prinsip cheks and bances dalam koridor Pancasila.

Para negarawan kembali menata ulang fungsi dan kedudukan DPR RI menurut UUD NRI Tahun 1945, dengan cara amandemen maka terjadilah saling belenggu antara DPR dan Presiden terutama dibidang Legislasi dan Penganggaran, untuk jelasnya inilah fungsi DPR pasca amandemen. DPR menurut UUD NRI Tahun 1945, yakni: Fungsi Legislasi, Fungsi Pengawasan dan Fungsi Anggaran.

Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang, antara lain:
a. Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
b. Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
c. Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
d. Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
e. Menetapkan UU bersama dengan Presiden
f. Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

Sedangkan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
a. Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
b. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama
c. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
d. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara

Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
b. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)

Selain ketiga tugas dan wewenang DPR di atas juga mempunyai tugas lainnya, antara lain:
a. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
b. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
c. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
d. Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
e. Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
f. Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden

Mengkaji Fungsi DPR

Pasca amandemen UUD NKR Tahun 1945 terjadi peroblematik politik dan mungkin juga cultur serta peradaban bangsa, saya berani bilang begitu, karena seharusnya momen reformasi para negarwan harusnya mengkaji secara menyeluruh sejarah perjalanan bangsa setelah kemerdekaan. Awalnya harapan penuh tercurah paling penting adalah terjadinya amandemen UUD 1945 dimana salah satunya merombak struktur yang sangat signifikan, dan parlemen ini sangat penting karena melalui parlemen kebijakan-kebijakan reformis dapat dibentuk melalui produk regulasi dan parlemen sudah dapat melembagakan beberapa institusi yang mencerminkan hak-hak rakyat dalam Negara, bahkan mungkin sudah berlebihan sehingga terjadi tumpang tindih fungsi dan kewenangannya, atau bisa saja membentuk lembaga Negara tetapi tugas dan fungsinya tidak maksimal, seperti Dewan Pewakilan Daerah (DPD). Padahal dalam Salah satu gagasan perubahan yang ketika itu ditawarkan adalah usulan tentang sistem dan mekanisme cheks and balances di dalam sistem poitik dan ketatanegaraan. Usulan itu penting artinya karena selama era dua orde sebelumnya dapat dikatakan bahwa cheks and balances itu tidak ada, akan tetapi justru kewenangan dan bahkan kekuasaan antara DPR dan DPD tidak balan (seimbang).

Sebagai wujud dan buah dari reformasi parlemen melalui perubahan Undang Undang Dasar 1945 telah memposisikan DPR sebagai lembaga negara yang strategis dalam pembentukan perundang undangan pelaksanaan pengawasan terhadap eksekutif dan penetapan anggaran Pasal 20A UUD 1945. Dibandingkan pada masa Orde Baru Perubahan tersebut membawa konsekuensi meningkatnya beban tanggung jawab parlemen dan semakin tingginya harapan masyarakat terhadap kinerja DPR, Namun setelah delapan belas tahun pascareformasi masyarakat menilai bahwa DPR belum dapat melaksanakan fungsinya secara optimal seperti yang diharapkan Secara umum dikatakan bahwa kinerja DPR RI relatif rendah dan menyebabkan citranya buruk, bahkan sudah menyimpang dari fungsi utamanya, sebagai wakil rakyat yang memperjuangkan hak-hak rakyat sesuai fungsinya tersebut.

Persoalan ini seharusnya disikapi, tidak pantaslah DPR sebagai wadah penampung aspirasi rakyat justru merampok uang rakyat sendiri, dengan berbagai modus, di era reformasi ini banyak ditontonkan kepada rakyat, bahwa DPR sarangnya penyamun uang rakyat, kalau tersinggung dikatakan hampir semua anggota Fraksi di DPR ada yang terkena kasus korupsi, cukup disebutkan bahwa sulit dicatat bahwa ada anggota fraksi di DPR yang tidak tersangkut kasus korupsi, ini hanya sebagai cerminan bahwa lembaga ini tidak bisa membawa aspirasi pemilihnya, padahal ia mewakili sebuah partai politik yang merupakan perwujudan pilar demokrasi (Political Parties Created democracy), Partai politik yang membentuk demokrasi bukan sebaliknya.

Partai politik bertindak sebagai perantara dalam proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara warga Negara dengan institusi kenegaraan (lihat: Imam Mahdi, 2011:211). Nah, kalau begitu DPR harus dibenahi, yang paling tepat dirombak adalah system kelembagaannya itu, di dalam dunia demokrasi Partai politik mutlak adanya, tetapi seharusnya partai politik mempunyai visi yang sama untuk mewujudkan tujuan Negara, tetapi dengan cara-cara (misi) yang berbeda dengan partai politik yang lain, berdasarkan analisis dan kajian yang masuk akal, sehingga rakyat yakin dengan pilihannya.

Partai politik Indonesia harus kuat, mempunyai anggota yang brilian, punya wawasan kedepan menuju Indonesia bermartabat dan terhormat tentunya akan disegani oleh bangsa lain, saya sangat setuju kalau Partai politik didanai oleh Negara sama halnya dengan Lembaga/Badan/organ/Institusi Negara, agar partai politik bisa membuat program pengkaderan yang terarah dan benar-benar siap menjadi negarawan, tidak seperti sekarang ini partai politik menyomot orang-orrang yang hanya mampu dijual, karena sekedar bagus kisingnya saja, padahal Pancasila saja dia tidak Paham apalagi hapal, lebih parah lagi kalau mau mengimplementasikannya dalam regulasi berikutnya, tetapi kalau tidak begitu Partai politik tersebut tidak akan dapat kursi, karena kadernya memang tidak ada, yang punya partai juga sama saja, nggak juga paham makna negarawan dan demokrasi Pancasila, ya memang demokrasi tetap demokrasi, tapi demokrasi Pancasila punya makna tersendiri.

Persoalannya sekarang ini bukan lagi pada individu atau dalam istilah umum disebut oknum tetapi sudah pada lembaganya, atau system yang harus membuat mereka berbuat begitu, ada anekdot…maaf kalau salah, seseorang yang telah duduk pada jabatan public, sebenarnya dia punya tugas ganda, satunya adalah sebagai mesin uang partai politik, kalau salah ya mungkin ada analisis lain, silahkan saja ini dunia bebas berpendapat…, apapun alasannya ini sudah menjadi rahasia umum. Selama ini banyak pihak melihat DPR diidentikkan dengan persoalan korupsi, money politic, dan sebagainya dalam proses-proses legislasi 2009-2014 kita sudah mempersepsikan DPR sebagai lembaga yang paling korupsi (www.tribunnews.com).

Penilain buruk terhadap kinerja DPR RI telah diidentifikasi oleh Tim Kajian Peningkatan Kinerja DPR RI yang dibentuk secara independen oleh Sekjen DPR RI Tim tersebut menilai secara umum belum optimalnya peran dan fungsi DPR di bidang legilasi pengawasan dan pengang garan sehingga menyebabkan kinerja DPR buruk di mata publik. Dalam bidang legislasi masalah yang diidentifikasi sebagai berikut pertama kualitas undang undang yang dihasilkan belum memberi manfaat langsung terhadap kehidupan masyarakat Kedua target jumlah penyelesaian RUU yang ditetapkan dalam Prioritas Tahunan Program Legislasi Nasional belum dapat dipenuhi Ketiga proses pembahasan RUU kurang transparan sehingga sulit diakses public (Kajian LIPI, 2011).

Bahkan menurut Machfud MD, ketika beliau menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anggota DPR RI tidak steril dalam membahas beberapa Undang-undang, disinyalir ada kelompok-kelompok tertentu di luar DPR yang menyediakan sejumlah uang untuk mengegolkan pasal-pasal tertentu (www.edisicetak.joglosemar.co.).

Bidang pengawasan masalah yang muncul adalah pertama rendahnya efektivitas pengawasan dalam rapat-rapat Kedua aspirasi masyarakat konstituen pada saat anggota DPR RI melakukan pengawasan ke daerah dalam kunjungan kerja reses sering kali tidak ditindak lanjuti sebagaimana mestinya Ketiga DPR belum efektif menjalankan tugas dan fungsi checks and balances Fungsi pengawasan ini pada praktiknya dimanfaatkan untuk politik transaksional agar menguntungkan kelompok tertentu untuk menutupi perilaku koruptif bukan untuk mewujudkan good governance dan clean government (masih kajian LIPI, 2011).

Mungkin karena sejarah buruk awal berdirinya parlemen yang bukan sebagai cita-cita demokrasi perwakilan yang diharapkan kemudian: Pada mulanya parlemen ini lahir dari kelicikan sistem feodal di Inggris bukan dari ide demokrasi Parlemen dibentuk karena adanya kepentingan raja untuk meminta dukungan wakil wakil bangsawan dan tokoh tokoh masyarakat untuk memungut pajak kepada rakyatnya Hal ini dijelaskan oleh A. F. Pollard dalam bukunya yang berjudul The Evaluation of Parliament yang menjelaskan tentang bangunan konstruksi Parlemen Inggris sebagai parlemen yang tertua di dunia (Lihat: Bintar Saragih, 1995:237).

Oleh karena itu, jika akar masalah bahwa DPR RI sekarang ini keanggotaannya semuanya berasal dari partai politik atau dicalonkan oleh partai politik dengan asumsi agar dipilih oleh rakyat, dalam figur-figur tertentu yang kadang-kadang tidak sesuai dengan tugas yang akan diemban sesuai dengan fungsinya, hanya sekedar volksgeter yang terpilih, ini sangat ironis.

Menuju DPR-RI yang ideal adalah dambaan setiap warga Negara, dan kepada merekalah harapan digantungkan demi terujudnya cita-cita bersama, dan rakyat bersama DPR merasa turut serta memerintah, menuju negara sejahtera adil dan makmur. “…DPR itu pada mulanya dipandang sebagai refresentasi mutlak warga Negara dalam rangka ikut serta menentukan jalannya pemerintahan, pendapat ini ada di bukunya Jimly. Mahfud juga bilang, ada tiga konsep dasar penyelenggraan Negara berdasarkan penyelusuran historic lahir dari rahim demokrasi yang sama yakni perlindungan HAM, demokrasi dan Negara hukum. HAM dan demokrasi merupakan konsep kemanusiaan dan realisasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini hanya konsep HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin harkat kemanusiaan, ini kata Jimly. Perwujudan dari HAM dan demokrasi adalah kedaulatan rakyat, karena beberapa hal yang menjadi kendala, maka kedaulatan rakyat melalui asas demokrasi dalam implementasinya dilakukan melalui perwakilan, hal ini sesuai dengan perkembangan zaman. Begitu juga pendapat Moch.

Kusnardi dan harmaily Ibrahim, yang menulis buku HTN, buku wajib waktu saya kulih S1 30 tahun yang lalu, Baik di Yunani dan di Rumawi ataupun di Swiss dewasa ini bahkan dalam masyarakat hukum adat sekalipun, selalu ada beberapa orang yang mengatur urusan bersama, yang pada hakekatnya bertindak sebagai pihak yang memerintah dan rakyat sebagian besar yang diperintah. Sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 DPR memiliki kekuasaan membentuk undang-undang menunjukkan adanya semangat untuk memperkuat posisi DPR sebagai lembaga legislatif. Namun dalam kenyataannya kewenangan DPR dalam pembentukan undang-undang sama kuatnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah (Presiden) yaitu masing-masing memiliki lima puluh persen hak suara, karena setiap undang-undang harus memperoleh persetjuan bersama antara pemerintah dan DPR.

Disamping itu DPR memiliki fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi anggaran terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh DPR untuk menyetujui atau tidak menyetujui anggaran yang diajukan oleh pemerintah. Disinilah keterlibatan DPR dalam administrasi pemerintahan, yaitu mengontrol agenda kerja dan program pemerintahan yang terkait dengan perencanaan dan penggunaan anggaran negara. Dalam melakukan fungsi pengawasan DPR diberikan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, serta hak yang dimiliki oleh setiap anggota DPR secara perorangan yaitu hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan perndapat serta hak imunitas.

Dewan Perwakilan Rakyat juga memeliki fungsi-funsi lainnya yang tersebar dalam UUD 1945 yaitu :
– Mengusulkan pemberhentian Presiden sebagai tindak lanjut hasil pengawasan; (pasal 7A)
– Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden dalam hal MPR tidak dapat melaksanakan sidang untuk itu; (pasal 9)
– Memberikan pertimbangan atas pengengkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain (pasal 13)
– Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas pemberian Amnesti dan Abolisi; (Pasala 14 ayat 2)
– Memberikan persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; (pasal 11)
– Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Pasal 23F)
– Memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota Komisi Yudisial; (pasal 24B ayat 3).
– Memberikan persetujuan atas pengangkatan Hakim Agung (Pasal 24A ayat 3);
– Mengajukan 3 dari 9 orang anggota hakim konstitusi; (pasal 24C ayat 3)

Dari berbagai fungsi DPR tersebut di atas tercermin adanya fungsi-administratif dari DPR sebagai lembaga perwakilan disamping fungsi legislasi.

Mekanisme pengisian anggota DPR dipilih seluruhnya melalui pemilihan umum melalui partai politik yaitu berdasarkan sistem perwakilan perorangan (peple representative). Karena itu jumlah anggota DPR dari setiap dari adalah proporsional sesuai jumlah penduduknya, kecuali dalam hal-hal tertentu karena kondisi daerah yang sangat jarang penduduknya. Secara konseptual keterwakilan anggota DPR dalam lembaga menitik beratkan untuk menyuarakan kepentingan nasional dengan tidak mengabaikan daerah yang diwakilinya (konstituen), kalau yang ini ada di dalam buku saya HTN Indonesia, alhamdulillah buku saya, ternyata menjadi buku ajar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, kalau mau cek silakan cari di mas google.

Saya tidak sanggup menyimpulkan tulisan saya sendiri, saya justru mengharapkan komentar dari teman, senior ataupun pencinta hukum dan demokrasi, khususnya para pemerhati dan orang-orang yang sedang menggeluti Tatanegara saat ini.
Walahualambissawab. (*Penulis adalah Dekan Fakultas Syariah IAIN Provinsi Bengkulu)