Konsorsium Bentang Alam Seblat Desak Menhut Cabut Izin PT API

Handi Handi
Konsorsium Bentang Alam Seblat Desak Menhut Cabut Izin PT API

BENGKULU – Menanggapi Pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) RI Raja Juli Antoni tentang pencabutan izin pemanfaatan kawasan hutan yang lalai mengamankan wilayah hutan dalam areal izin perusahaan, Konsorsium Bentang Seblat desak Menhut RI Cabut IUPHHK-HA PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) yang beroperasi di wilayah Provinsi Bengkulu.

Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia segera mencabut izin PT API yang beroperasi di wilayah Provinsi Bengkulu. Perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) ini selama bertahun-tahun dinilai telah lalai mengamankan kawasan hutan di wilayah konsesinya.

PT API di wilayah Provinsi Bengkulu merupakan korporasi pemegang IUPHHK-HA seluas 41.988 hektar (ha) berdasarkan addendum IUPHHK-HA SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 tertanggal 3 April 2017. Namun, pada fakta di lapangan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat tahun 2024 menemukan, bahwa kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14.183,48 ha. Hal ini tentu saja bertentangan dengan tanggung jawab PT API selaku pemegang izin usaha di kawasan tersebut.

Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan berbunyi : “Pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.”

Kemudian, pada Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, pasal 156 menyebutkan bahwa; “Setiap pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.”

Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia Isawadi, menyatakan bahwa dari 30 kali patroli kolaboratif yang telah dilaksanakan di wilayah KEE koridor gajah, ada 114 kasus kejahatan kehutanan dan satwa. Modus operandi dari kejahatan ini adalah melakukan penebangan secara sembarangan atau yang lebih dikenal dengan istilah “tebang tumbur”.

“Lalu lahan ini ditinggalkan sejenak. Jika tidak ada respon dari penegak hukum maka selanjutnya areal yang sudah ditebang ini akan ditanam sawit. Ketika sawit mulai tumbuh barulah areal ini dibersihkan,” kata Iswadi yang juga selaku Koordinator Program Konsorsium Bentang Seblat, Senin (02/12/2024).

Serta, di kalangan masyarakat luas beredar informasi tentang harga pasaran kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap untuk ditanami sawit dijual Rp10 hingga Rp15 juta per ha.

Selanjutnya, Forum pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah Bentang Seblat telah menetapkan wilayah seluas 80.987 hektar di Bentang Seblat sebagai jalur konektivitas gajah Sumatera, termasuk di dalamnya seluas 23.279 ha wilayah konsesi PT API. Kesepakatan ini tertuang dalam SK Gubernur Bengkulu Nomor S.497.DLHK.2017 pada 22 Desember 2017 selaku Pelindung Forum KEE dan ditandatangani juga oleh PT API selaku Anggota Forum KEE.

Kendati demikian, Dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu, Gunggung Senoaji, selaku Konsultan Program Konsorsium Bentang Seblat menerangkan bahwa sebagian lahan di Bentang Seblat, sekitar 41.988 ha, merupakan lahan kelola PT API, perusahaan nasional yang bergerak dibidang pengadaan kayu gelondongan dan kayu gergajian, dalam bentuk IUPHHKA.

Gunggung menegaskan bahwa dari sisi ekonomi, keberadaan perusahaan IUPHHK ini sudah tidak menguntungkan, terlihat dari performa perusahaan yang sudah tidak berproduksi dan aktivitas perusahaan yang ala kadarnya. Opsi terbaik bagi areal ini adalah perubahan fungsi dan peruntukan kawasan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi.

“Mekanismenya dapat dilakukan dengan pencabutan izin IUPHHKA dan diikuti merubah fungsinya menjadi hutan konservasi Suaka Marga Satwa. Jika hanya pencabutan izin IUPHHKA tanpa ada perubahan fungsi kawasan, hanya akan menyediakan lahan hutan yang status quo, tidak ada yang mengelola, dan ini akan berpotensi semakin luasnya lahan perambahan,” jelas Gunggung.

Disamping itu, Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra menyampaikan pada kawasan hutan produksi yang telah dibebani izin PT API terlihat compang-camping dan ditemukan perkebunan sawit di areal konsesi mencapai 5,4 ribu hektar dan terus meluas setiap tahunnya.

“Ini menandakan tidak berjalannya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh PT API, maka sudah sepatutnya PT API masuk daftar perusahaan pemegang izin PBPH-Ha yang akan dicabut oleh Menteri Kehutanan,” Ujar Egi Saputra.

Sehingga, Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar menyatakan bahwa dampak yang telah dirasakan serta potensi dampak di masa depan, sudah sepantasnya Menteri Kehutanan memberikan perhatian penuh kepada kawasan ini dengan cara mencabut izin konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi.

“Kami mengapresiasi pernyataan Raja Juli untuk mencabut izin-izin perusahaan dalam kawasan hutan. Namun kami meragukan keberaniannya untuk mengoperasikan pernyataan tersebut. Jika memang benar, maka mencabut IUPHHKA PT API adalah tindakan yang pantas untuk diutamakan” tegas Ali.

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!