Logo

Kelompok Perempuan Pengelola Hutan di Bengkulu Selalu Diburu Sebelum Dapatkan Izin Resmi

BENGKULU – Kelompok Perempuan Tani Hutan (KPTH) Tanjung Heran Maju tengah melakukan pengelolaan lahan ketika polisi hutan siap untuk menangkap mereka. Lahan itu memang milik hutan lindung, sehingga pengelolaan tanpa izin dianggap perbuatan ilegal.

Ketakutan ini selalu menghantui mereka. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membentuk suatu kelompok yang beranggotakan perempuan, dan membuat izin atau legalitas kelola lahan hutan.

“Sebelum adanya kerjasama, kami melakukan budidaya pembibitan secara swadaya. Jadi kami membentuk kelompok dari swadaya untuk mendapatkan legalitas kelola lahan hutan lindung. Karena selama ini kami perempuan hidup untuk memenuhi kenutuhan hidup lewat hutan. Selama inikan kami dikejar-kejar polisi hutan,” tutur Ketua KPTH (Kelompok Perempuan Tani Hutan) Tanjung Heran Maju,  Lilis Mardiyana.

Keresahan tersebut membawa mereka bertemu dengan KPHL (Kesatuan Pemangkuan Hutan Lindung) Bukit Daun, selaku fasilitator bagi mereka dalam mendapatkan legalitas kelola hutan. Kelompok perempuan ini sendiri merupakan pertama di Bengkulu maupun Indonesia, yang meminta kerjasama HKm (Hutan Kemasyarakatan) di Hutan Lindung.

Mereka mendapatkan kesempatan sebagai model UPSA (Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam) yang nantinya akan dicontoh oleh desa lainnya di Indonesia. Lewat kerjasama tersebut para perempuan dapat mengelola lahan hutan lindung dengan baik.

Terlebih KPHT sendiri beranggotakan 97 orang, mereka inikah yang akan mengelola lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Lahan yang diberikan sekitar 10 hektar tersebut kepada 13 orang penanggung jawab tidak boleh dihibahkan atau dijual. Jika hal tersebut dilakukan maka akan terkena sanksi.

“Diharapkan nantinya lewat kerjasama ini bisa bermanfaat bagi alam, sesama juga lingkungan,” demikian Lilis.