Pemprov Bengkulu Panggil Honorer Rerisa Usai Tangis di DPR RI

Alwin Feraro
Pemprov Bengkulu Panggil Honorer Rerisa Usai Tangis di DPR RI

Guru Honorer Rerisa saat bicara di hadapan anggota Komisi X DPR Ri

BENGKULU – Pemerintah Provinsi Bengkulu memanggil seorang guru honorer bernama Rerisa setelah pernyataannya viral saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, Rerisa menangis saat menyampaikan kondisi kariernya sebagai guru honorer.

Wakil Gubernur Bengkulu, Mian, meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) serta Inspektorat Provinsi untuk memanggil Rerisa dan meminta klarifikasi terkait pernyataannya, khususnya mengenai penghasilan yang disebut hanya sebesar Rp30.000 per jam dikali 18 jam mengajar dalam seminggu.

“Penghasilan Rp30.000 dikali 18 jam itu tidak fair. Sementara pemerintah provinsi membayar sebesar satu juta rupiah. Maka saya minta Kadisdikbud dan Inspektorat hari ini memanggil guru tersebut untuk dimintai klarifikasi,” tegas Mian, Kamis (17/7).

Menanggapi hal tersebut, Kepala Inspektorat Provinsi Bengkulu, Heru Susanto, membenarkan bahwa pemanggilan terhadap guru Rerisa telah dilakukan. Ia menjelaskan bahwa klarifikasi penting dilakukan agar informasi yang disampaikan di hadapan DPR RI tidak menimbulkan kesalahan persepsi.

“Agar menjadi jelas, pernyataan yang disampaikan itu ternyata bukan menggambarkan kondisi di Provinsi Bengkulu. Karena di Bengkulu, guru honorer yang masuk dalam database menerima insentif sebesar satu juta rupiah. Jangan sampai informasi yang tidak sesuai disampaikan,” ujarnya.

Terkait kemungkinan sanksi terhadap guru yang bersangkutan, Heru menyebutkan bahwa pihaknya masih dalam tahap pengumpulan keterangan.

“Tim dari bidang kepegawaian dan Dikbud sudah hadir langsung. Saat ini masih dalam proses, jadi kami belum bisa menyampaikan apakah ada sanksi atau tidak,” kata Heru.

Sebelumnya, guru honorer asal Bengkulu, Rerisa, menagis saat mengadukan nasibnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, Senin (14/7/2025). Rerisa merupakan perwakilan dari Ikatan Guru Pendidikan Nusantara yang mengajar di SMKN 4 Kepahiang.

Selain mengeluhkan masalah gaji, ia juga menyampaikan bahwa telah mengabdi sebagai guru honorer kategori R4 selama tujuh tahun, namun belum juga diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Kami R4 itu tidak sesuai dengan yang pemerintah tahu. Kalau pemerintah tahu R4 adalah guru yang tidak bisa masuk ke non database yang hanya terdata di dapodik, tapi pada kenyataanya kami di sini sudah tujuh tahun mengabdi dan di seluruh Indonesia pun masalahnya seperti itu tapi kami terhalang untuk masuk ke database,” ujarnya.

Ia juga mengaku kecewa lantaran honorer R2 dan R3 telah mendapatkan NIP dengan tahun pengabdian yang masih rendah. Rerisa juga menyoroti adanya orang dalam saat pengangkatan honorer menjadi pegawai negeri.

“Karena sebelumnya regulasi R2 R3 itu bakal dapat NIP, tapi kami yang R4 terbengkalai. Sedangkan dengan adanya UU bahwasannya honorer harus diselesaikan pada tahun 2025 jikalau kami R4 disia-siakan, bagaimana pengabdian kami selama ini buk?”

“Kami menjadi honorer murni yang dihitung gajinya itu 30 ribu per jam. Itu pun bukan per hari tapi satu bulan. Sedangkan R3, kami kecewanya kenapa?, tidak semua mereka punya pengabdian lebih dari kami, bahkan mereka punya pengabdian 2 tahun, kenapa bisa masuk database? Karena mereka melalui pemerintah yang di atas, mereka melalui orang dalam yang bisa mendapatkan SK Gubernur,” ucap Rerisa.

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!