Jalan Terjal Penyuluhan Pertanian Era Digital

Jalan Terjal Penyuluhan Pertanian Era Digital

Pada sektor penyuluhan, keberadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan dampak kemudahan dalam diseminasi inovasi penyuluhan. Ilustrasi, generate by AI

Pertanian masih menjadi sektor yang berperan strategis di Indonesia. Peran strategis tersebut didukung oleh 88,42% tenaga kerja informal di sektor pertanian (BPS, 2024). Kondisi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam perjalanannya, sektor pertanian memiliki beragam rintangan untuk tumbuh dan berkembang, salah satunya yaitu penetrasi teknologi yang masif. Perkembangan di era digital memaksa seluruh sektor mengikuti dan mengadopsi perkembangan teknologi, tak terkecuali sektor penyuluhan pertanian.

Pada sektor penyuluhan, keberadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan dampak kemudahan dalam diseminasi inovasi penyuluhan, menyimpan dan melindungi data sehingga dapat digunakan untuk aktivitas yang mendukung peningkatan produksi. Dibalik posisi penting tersebut, peraturan pemerintah dan administrasi yang dinamis juga harus terus diperhatikan. Dua faktor ini yang membuat penyuluh di hadapkan pada tugas tambahan yang juga harus diselesaikan. Adaptasi terhadap perubahan peraturan perlu direspon cepat dan tanggap demi menyelesaikan kondisi darurat dalam sistem penyuluhan pertanian.

Penyuluh dan petani merupakan dua aktor penting dalam aktivitas penyuluhan. Posisi penting petani selama ini disinyalir hanya sebagai sebuah objek pembangunan, sehingga sasaran aktivitas penyuluhan memposisikan petani sebagai individu yang tidak berdaya dan dipaksa menerima informasi yang general, tidak substantif dan tidak mengarah pada kebutuhan mereka. Hasilnya, aktivitas penyuluhan hanya sebatas program yang dijalankan dan tidak jelas arah kebutuhannya. Terlepas dari muatan program penyuluhan, pemerintah dalam kurun 10 tahun terakhir terus memperkenalkan dan mengedepankan penyuluhan berbasis digital atau biasa disebut cyber extension.

Awal mula kehadiran cyber extension menimbulkan kekhawatiran terkait hilangnya peran penyuluh. Ternyata kondisi ini justru memberikan kebutuhan yang semakin mengikat antar petani, masyarakat dan aktor lainnya terhadap penyuluh. Informasi yang tersedia pada cyber extension membangkitkan kesadaran inovasi. Masyarakat (petani) akan memvalidasi informasi tersebut kepada penyuluh yang mereka nilai kompeten dengan informasi terkait. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan kompetensi penyuluh pada posisi ini ? ketika informasi yang massif pada cyber extension tidak diiringi dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia penyuluh, maka bias informasi dan kredibilitas penyuluh akan dipertanyakan. Sehingga bisa saja cyber extension menjadi media yang tidak lagi menjadi pilihan petani.

Berkaca dari masalah tersebut, kita bisa melihat data yang diterbitkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2024, keberadaan telepon seluler dan internet masih di dominasi masyarakat untuk mengakses konten hiburan dan bukan untuk akses yang memudahkan pekerjaan. Bahkan hasil penelitian Dzakiroh et al (2017) mengungkapkan media cyber extension hanya digunakan 2x setahun dari sekian banyak program penyuluhan kepada petani. Hasil lainnya, akses petani terhadap website cyber extension tergolong rendah yang mengindikasikan ketertarikan petani pada media digital masih sangat rendah.

Kritik Prof Sumardjo Guru Besar Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB tentang tuntutan pembangunan di sektor penyuluhan pertanian di ibaratkan sebagai prajurit yang diturunkan dalam medan tempur namun tidak cukup dibekali kompetensi metoda dan teknik ‘bertempur’ yang tepat. Kondisi ini menggambarkan banyaknya program pembangunan yang melibatkan tenaga berpendidikan namun tidak by design didukung oleh inovasi dan kolaborasi antar sektor. Era digital seperti jalan terjal bagi penyuluhan pertanian di Indonesia, pada satu sisi pemerintah tak kuasa membendung teknologi yang terus mendisrupsi semua sektor. Pada sisi lain, petani dihadapkan pada arus informasi yang deras dengan ketidakpastian kebenarannya.

Maka dalam menyikapi hal ini perlu peran semua sektor, beberapa komponen perlu di desain kembali serta dipertegas untuk menghadapi kondisi ini, yaitu: Pertama, Petani dan kelembagaannya harus terlibat dalam proses penyelenggaran (penyusunan dan realisasi program) penyuluhan; Kedua, metode dan program harus diselaraskan dengan kebutuhan petani yang berimplikasi pada kebijakan penyuluhan pertanian; Ketiga, proses penyuluhan perlu melibatkan teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi serta kemampuan petani; Keempat, perlunya pengawasan yang ketat dalam penyelengaraan program penyuluhan dan tindak lanjut dari aktivitas ke aktivitas; Kelima, Peningkatan kemampuan penyuluh dalam mendiseminasikan inovasi termasuk didalamnya kemampuan memotivasi dan mengorganisasikan aktivitas penyuluhan.

Komponen tersebut diharapkan tidak hanya memberikan dampak terhadap output berupa perubahan kearah lebih baik terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku petani namun juga outcome berupa proses usahatani yang lebih baik, pendapatan yang lebih besar, kehidupan yang lebih sejahtera dan hubungan sosial yang lebih erat antar petani dan penyuluh.

Pustaka:
APJII. (2024, February 07). APJII Jumlah Pengguna Internet Indonesia Tembus 221 Juta Orang. Retrieved from Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia: www.apjii.or.id
BPS. (2024, Agustus 20). Persentase Tenaga Kerja Informal Sektor Pertanian (Persen), 2021-2023. Retrieved November 20, 2024, from Badan Pusat Statistika: bps.go.id
Dzzakiroh, D., Wibowo, A., Ihsaniyati, H. 2017. Sikap Afektif Penyuluh Terhadap Website Cyber Extension Sebagai Sumber Informasi Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Agritexts Vol 41 No.1. https://doi.org/10.20961/agritexts.v41i1.18058.
Leary, J., & Berge, Z. L. (2006). Trends and challenges of eLearning in national and international Agricultural Development. International Journal of Education and Development using Information and Communication Technology (IJEDICT), II(2), 51-59.
Madukwe, M. C. (2006, May 06). Delivery of Agricultural Extension Services to Farmers in Developing Countries. Knowledge For Development, 0.
Rusmono, M. (2021). Transformasi Sistem Penyuluhan Pertanian Era TIK Untuk Penguasaan dan Pemanfaatan IPTEK. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Sumardjo. 2019. Cyber Extension: Masalah Dan Tantangan Dalam Pembangunan Pertanian. https://care.ipb.ac.id/. Diakses pada 10 Februari 2024.

Biodata Penulis:
Nama : Bembi Akbar Serawai, M.Sc/Master Of Science Bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!