Logo

3 Bocah “Hebat” Jualan Kerupuk Demi Sekolah

3 Bocah “Hebat” Jualan Kerupuk Demi Sekolah

KOTA BENGKULU, bengkulunews.co.id – Miris apa yang dilakukan Andre (9), Bangkit (12) dan Yolan (12), 3 bocah penjual kerupuk keliling. Nasibnya tidak seberuntung bocah pada umumnya. Seharusnya bocah semuran mereka waktunya dihabiskan untuk belajar dan bermain.

Tapi, karena tuntutan ekonomi keluarga yang sangat memperhatinkan, ketiga bocah warga Kelurahan Rawa Makmur ini terpaksa menghabiskan waktu bermainnya untuk mencari uang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah yang mereka jalani.

Tak hanya itu, dari pengakuan ketiga bocah ini, keinginan tersebut timbul dengan sendirinya, ini terpaksa mereka jalani lantaran penghasilan dari orang tua mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.

“Mau gimana lagi Kak, penghasilan dari para orang tua kami tidak sebanding dengan kebutuhan kami kak, belum buat makan, belum buat sekolah, belum lagi buat yang lainnya. Karena memang para orang tua kami hanya bekerja sebagai kuli bangunan dan buruh cuci. Dan penghasilannya pun tidak seberapa,” keluh Yoan, pelajar kelas 7 di SMPN 17 Kota Bengkulu, kepada bengkulunews.co.id Sabtu (1/4/2017).

Tak hanya itu, kata Yolan, dari berdagang kerupuk dirinya dan dua temanya ini, meraup keuntungan Rp10 ribu hingga Rp20 ribu perharinya, dan itu kalau habis semua.

“Untuk satu bungkus kami jual dengan harga 10 ribu. Dan untuk setiap bungkusnya kami terima dari pemilik 2 ribu rupiah. Dan paling banyak kami membawa 15 bungkus, itupun belum tentu habis,” keluhnya lagi.

Ditambahkan, Bangkit dan Andre, demi mendapatkan untung yang cukup lumayan, biasanya mereka berkeliling sampai malam, dengan rute Rawa Makmur, Nakau, hingga ke Pantai Panjang dan Padang Harapan.

“Tergantung, kalau jualanya sudah siang atau sore hari, biasanya kami pulang sampai malam. Karena kalau pagi kami pergi ke sekolah dulu kak,” ungkap keduanya.

Tak hanya itu, ketiganya mengaku, kalau sebenarnya mereka juga berkeinginan seperti anak sebaya mereka. Yang mana waktunya hanya difokuskan buat belajar dan bermain.

“Tapi itu mustahil, kalau kami seperti itu, sekolah kami bagaimana kak? Dan itu pasti berdampak ke masa depan kami nanti,” tutup mereka.