Bengkulu News #KitoNian

14 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online, Kenali Cirinya

Ilustrasi KBGO

BENGKULU – Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) adalah kekerasan yang difasilitasi teknologi atau melalui media yang bersifat online. Sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.

Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu mencatat ada 14 jenis KBGO yang harus dikenali agar tidak menjadi korban kekerasan onlie.

1. Trolling

Adalah pelecehan berupa penghinaan, makian, candaan, dan/atau komentar yang bermuatan seksis atau menyerang ketubuhan dan seksualitas, dalam rupa kata maupun gambar baik secara terbuka (ruang publik di internet) maupun secara tertutup atau pribadi (Direct Message/Private Message). Trolling berarti serangan yang dilakukan secara terus menerus terhadap korban.

2. Penyebaran Foto atau Video Intim Tanpa Izin

Adalah kekerasan yang terjadi ketika pelaku menyebarkan foto atau video intim korban tanpa persetujuan. Foto atau video itu bisa jadi dibuat atas persetujuan oleh korban bersama pelaku atau oleh korban saja dan dibagikan pada pelaku, namun penyebarannya tidak tidak berdasarkan persetujuan.

Pelaku sering kali adalah orang dekat. Pasangan, mantan pasangan atau teman kencan. Namun, kadang pelaku adalah orang tak dikenal yang berhasil membobol penyimpanan foto dan video digital korban, atau hasil eskalasi dari penyebaran pertama yang dilakukan orang yang dikenal.

3. Pemerasan

Ada dua bentuk pemerasan yang harus diketahui. Yang pertama Extortion yakni kekerasan berupa ancaman dalam bentuk apapun untuk membuat korban melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku. Apabila pelaku adalah mantan pasangan, bentuk pemerasannya bisa berupa pemaksaan agar korban mau menerimanya kembali dengan semua kondisi kekerasan yang menyertai.

Dalam sejumlah kasus, pemerasan juga bisa dilakukan untuk meminta uang. Bila korban adalah figur politik, pemerasannya bisa berupa paksaan untuk melakukan langkah-langkah politik tertentu.

Yang kedua adalah kekerasan yang serupa dengan Extortion yaitu Sextortion.Berbeda dengan Extortion, bentuk ini lebih melibatkan tindakan seksual. Itu bisa berupa hubungan seksual maupun repetisi pengiriman foto atau video intim bernuansa seksual.

4. Online Stalking

Adalah kekerasan berupa penguntitan atau pengawasan di ranah digital dengan tujuan membuat tidak nyaman, bahkan lebih jauh untuk melakukan tindakan kekerasan secara offline.

Dalam cyberstalking, pelaku biasanya sengaja membuat korban tahu bahwa ia tengah diawasi. Lebih jauh, pelaku bisa melakukan pelecehan, intimidasi, dan ancaman pada korban

5. Techenabled Survilance

Adalah kekerasan berupa pengawasan dengan menggunakan teknologi digital (aplikasi atau software). Pengawasan dilakukan terhadap aktivitas dan komunikasi korban melalui penanaman aplikasi Spyware di gawai korban atau terhadap mobilitas korban dengan menggunakan tracking (penelusuran) lokasi korban secara konstan.

6. Doxing

Adalah kekerasan berupa penyebaran informasi personal, seperti nama, alamat rumah, sekolah, tempat kerja, nomor telepon, no. identitas (misalnya KTP), informasi tentang keluarga, status kesehatan, dan informasi personal lainnya.

7. Outing

Adalah kekerasan berupa pengungkapan secara publik identitas gender dan orientasi seksual seseorang tanpa consent atau persetujuan.

8. Impersonasi

Adalah kekerasan berupa pembuatan akun profil palsu oleh pelaku, yang seolah milik seseorang (korban), yang digunakan untuk mengunggah konten-konten ofensif, provokatif, subversif, ataupun seksual dengan tujuan merusak atau mencemarkan nama baik dan memancing orang lain melakukan serangan bahkan kriminalisasi.

9. Peretasan Akun

Adalah kekerasan berupa intrusi, akses atau pengambil alihan akun (email, media sosial, aplikasi chat, situs) tanpa otorisasi pemilik dengan tujuan mencuri data, melanggar privasi, ataupun manipulasi berupa penyebaran informasi kepada orang lain menggunakan akun korban yang dapat membahayakan pemilik akun.

10. Pornografi

Adalah kekerasan yang menjadikan korban sebagai objek pornografi dengan cara memaksa korban untuk melakukan tindakan/hubungan seksual dan merekamnya untuk diunggah di situs-situs pornografi. Unsur pemaksaan dan absennya consent menjadikan materi pornografi ini menjadi kekerasan.

11. Manipulasi Foto dan Video

Adalah kekerasan berupa pemalsuan foto dan video seseorang (korban). Kasus yang sering terjadi adalah pemasangan wajah korban ke gambar tubuh orang lain yang mengandung unsur seksual dan menyebarkannya ke publik melalui beragam platform online.

12. Honey Trap

Adalah kekerasan berupa dijebaknya korban oleh pelaku agar terlibat dalam relasi romantis/seksual yang berujung pada pemerasan. Honey trap biasanya berawal di ranah online (aplikasi kencan, media sosial) dan berlanjut di ranah offline. Korban akan dipikat untuk bertemu secara offline dan saat itulah penjebakan terjadi.

13. Pornografi Anak

Adalah kekerasan berupa eksploitasi anak untuk dijadikan objek materi pornografi (foto dan/atau video). Pengambilan materi bisa dilakukan secara luring dan disebarkan secara daring.

Faktanya, di banyak kasus, kekerasan terjadi secara langsung (live) melalui video call. Produksi materi pornografi ini bisa terjadi dengan keterlibatan langsung korban dengan pemaksaan atau manipulasi, atau bisa melalui kekerasan seksual (bisa dikenal juga dengan sebutan gambar kekerasan seksual anak – child sexual abuse images)

14. Cyber Grooming

Adalah kekerasan di mana pelaku (biasanya orang dewasa) menyasar anak atau remaja dan membangun kedekatan emosional dan mendapatkan kepercayaan dari calon korbannya. Dalam proses ini pelaku juga mempersiapkan calon korban untuk bersedia melakukan hubungan seksual di ranah luring dengan cara mempersuasi dan menormalisasi aktivitas seksualitas.

Ketika kedekatan sudah terbangun dan kepercayaan sudah didapatkan, maka pelaku akan mengajak korban untuk bertemu dan melancarkan tindak kejahatannya. Sering kali kekerasan ini disertai dengan pengumpulan data pribadi korban dan pengambilan gambar saat kekerasan terjadi untuk menjadi bahan pemerasan selanjutnya.

Baca Juga
Tinggalkan komen