Logo

Hari Tani Nasional, Mahasiswa dan Petani Geruduk Kantor Gubernur

BENGKULU – Puluhan petani yang mengatasnamakan Forum Petani Bersatu (FPB) dan mahasiswa yang tergabung di Garda Muda Raflesia, serta perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggelar aksi memperingati Hari Tani Nasional di depan kantor Gubernur Provinsi Bengkulu, Senin (24/9).

Dalam Aksi tersebut, ada delapan tuntutan yang mereka sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu. Yakni stop izin pertambangan dan perkebunan skala besar, batasi impor beras, tingkatkan distribusi pupuk dan alat pertanian, menuntut pemerintah daerah membuat kebijakan kongkrit yang pro petani.

Selain itu mereka juga menuntut pemerintah memberikan solusi kongkrit untuk stabilitas harga pertanian, menagih janji presiden mengenai kedaulatan pangan, percepatan hak atas lahan pertanian, dan yang terakhir mereka mengecam tindakan refresif aparat keamanan yang mencederai demokrasi terhadap gerakan mahasiswa.

“Tuntutan kita ada delapan poin. Tetapi pada intinya adalah, ada inspirasi-inspirasi dari FPB bahwa pertama adalah mengenai tim penyelesaian konflik yang dijanjikan oleh Plt Gubernur pada tanggal 23 Februari 2018 akan membentuk tim itu, tetapi tidak,” kata Hadi Pratama, Koordinator Lapangan.

“Kemudian di momentum hari tani ini, kondisi-kondisi hasil pertanian sekarang sangat merosot sekali. Dengan kebijakan Plt Gubernur ini harus mampu diperbaiki, kita minta solusi konkrit,” sambungnya.

Disisi lain, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNIB, Syahril Ramadhan mengatakan, ada dua poin besar yang mereka tuntut, yakni tentang ketahanan pangan dan reforma agraria. Ketahanan pangan itu, kata Syahril ada banyak poin-poinnya.

“Yang pertama kita meminta agar pemerintah stop izin pertambangan dan perkebunan skala besar. Karena dampak dari semua ini adalah berkurangnya lahan pertanian yang ada di Kota Bengkulu. Dan sudah banyak petani yang mengeluh,” ujarnya.

Tak hanya menyampaikan orasi, para mahasiswa juga melakukan bakar mayat yang dibuat mahasiwa dari tumpukan plastik dan dibungkus dengan kain putih serta ban di depan gerbang kantor Gubernur Bengkulu. Hal itu, disampaikan Hadi sebagai simbolis untuk memusnahkan pemimpin yang tidak peduli oleh rakyat.

“Itu simbolis saja, bahwa mayat itu adalah orang mati. Dia tidak mampu mendengar, tak mampu memberikan solusi. Nah pemimpin-pemimpin seperti ini harus kita bakar kita musnahkan. Kita tidak butuh pemimpin yang bermental seperti mayat,” tuturnya.