Logo

Empat Prinsip yang Harus Dipegang Jurnalis dalam Membuat Berita Kekerasan Perempuan dan Anak

BENGKULU – Founder Bincang Perempuan, Betty Herlina mengatakan, dalam menuliskan sebuah berita terkait kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak, jurnalis harus mengikuti empat prinsip utama.

“Pelaksanaan tersebut sudah dipaparkan dalam UU No.40 Tahun 1999 pasal 7 ayat (2) tentang pers yang berbunyi, wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik, serta pedoman pemberitaan ramah anak,” kata Betty saat menjadi pemateri dalam kegiatan Media Briefing memahami KBGO dan KSBE, Sabtu (27/08/22) sore.

Pertama, kata Betty, keberpihakan terhadap korban, prinsip ini menegaskan bahwa perempuan dan anak bukanlah pelaku. Korban tidak boleh disalahkan, prinsip ini membutuhkan sisi sensitivitas seorang jurnalis dan juga perspektif yang adil terhadap gender.

“Perspektif keberpihakan pada korban akan semakin menguatkan jurnalis, untuk membela kebenaran dan mencari keadilan bagi korban,” jelasnya.

Prinsip kedua adalah mengutamakan pemulihan dan pemberdayaan korban. Pembelaan ini dilakukan agar dapat menjawab persoalan mendasar bagi korban yang berada pada posisi trauma, frustasi, takut, tidak percaya diri, merasa dikucilkan, menyalahkan diri sendiri ataupun keadaan psikologis yang terganggu.

Ini yang menjadi alasan kenapa advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan mengutamakan pemulihan. Menurutnya, agar korban dapat kembali hidup normal seperti semula dan membangun rasa percaya diri, sehingga korban mampu berdaya secara mandiri.

Prinsi ketiga adalah advoksi sebagai alat transformasi sosial. Pada saat jurnalis melakukan peliputan, mereka harus menanamkan pada dirinya bahwa liputan ini memiliki tujuan untuk mengubah suatu kebijakan maupun kondisi perempuan-perempuan lainnya yang mengalami kekerasan.

“Satu kasus yang didampingi harus dapat membawa pengaruh pada perubahan sosial, yang lebih baik bagi perempuan korban kekerasan lainnya,” tutur Betty.

Prinsip yang terakhir adalah penegakan HAM dan hak perempuan serta hak anak. Advokasi yang dilakukan harus dapat memandang perempuan dan anak sebagai manusia yang memiliki hak dalam memperoleh keadilannya.

Betty menjelaskan, pemberitaan media terhadap kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak sangatlah berpengaruh pada korban. Hingga saat ini sudah ada berbagai upaya yang dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif pemberitaan media.

Namun masih saja ditemui pemberitaan media yang keliru dalam menuliskan kasus kekerasan seksual. Hal tersebut biasanya karena untuk menarik minat pembaca, karena judul yang vulgar maupun berlebihan bahkan memberikan informasi terkait korban dan kejadian dituliskan secara mendetail.

Jurnalis yang melanggar prinsip-prinsip tersebut sebenarnya akan mendapatkan sanski moral. Bisa juga korban menuntut, karena penulis tidak meminta persetujuan dari korban.

“Tapi yang namanya produk jurnalistik tidak bisa serta merta dibawa ke ranah pidana, karena jurnalis akan dibawa ke ranah dewan pers. Biasanya penyelesaian dari pihak media atau jurnalis akan membuat permohon maaf kepada korban,” demikian Betty.