Logo

Bengkulu Independen, Tolak Mahar Politik

Bengkulu Independen, Tolak Mahar Politik

bengkulunews.co.id – Politik transaksional yang mempersempit ruang gerak tokoh-tokoh terbaik di Provinsi Bengkulu guna mengaktualisasikan ide dan gagasannya dipandang merusak sistem demokrasi.

Oleh sebab itu, pemuda, mahasiswa, organisasi massa, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, praktisi birokrasi, praktisi seni, tokoh adat dan komunitas anti korupsi di Bengkulu sepakat membentuk Bengkelin (Bengkulu Independen).

Sebuah gerakan yang lahir atas keprihatinan dan kegelisahan terhadap politik transaksional dewasa ini. Presiden Bengkelin mengatakan Bengkulu Independen adalah wadah alternatif bagi siapa saja yang ingin mencalonkan dirinya sebagai kepala daerah.

“Bengkelin secara harfiah bermakna kita harus memperbaiki dan menservise kerusakan sosial politik yang kotor dan kumuh serta hanya dikuasai beberapa elite saja. Demokrasi transaksional mempersempit ruang gerak bagi tokoh-tokoh terbaik Bengkulu untuk lahir,” kata Feri.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, partai politik (parpol) cenderung tidak transparan dalam proses dan mekanisme pencalonan sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui siapa yang mereka pilih, tiba-tiba sudah ada.

Penjaringan calon oleh parpol lebih terlihat seperti propaganda memunculkan tokoh karbitan yang mempunyai keunggulan dalam hal logistik, tapi menggabaikan hati nurani rakyat.

“Hak politik rakyat untuk memilih pemimpin yang benar-benar sesuai hati nurani mereka, namun itu semua telah dimanipulasi oleh hegemoni kekuatan parpol, tidak jelas bagaimana proses seleksi yang dilakukan parpol, tiba-tiba sudah ada nama yang disajikan kepada rakyat,” terangnya.

Setelah terpilih, lanjutnya, para kepala daerah tidak mampu mewujudkan aspirasi rakyat. Mereka justru lebih dominan menjalankan aspirasi pribadi dan aspirasi parpol.

“Sebuah keniscayaan ketika calon terpilih, akan mengutamakan kepentingan parpol dan pribadinya, maka kepentingan rakyat menjadi terabaikan,” tegas Feri.

Karena itu, kekuatan kesadaran komunal, pemuda dan civil society harus mengambil ruang kosong ini, menyerap aspirasi rakyat agar lahir pemimpin berkesadaran kerakyatan. Sehingga ketika terpilih sang pemimpin akan mengambil kebijakan berdasarkan kepentingan kolektif. (126)