ICT Watch Resmi Gabung Jaringan Etika AI UNESCO

Alwin Feraro
ICT Watch Resmi Gabung Jaringan Etika AI UNESCO

ICT Watch Resmi Gabung Jaringan Etika AI UNESCO

ICT Watch secara resmi menjadi bagian dari Global Civil Society and Academic Network on AI Ethics and Policy yang diluncurkan oleh UNESCO dalam The 3rd UNESCO Global Forum on the Ethics of AI di Bangkok, Thailand, pada 26 Juni 2025. Jejaring ini dibentuk untuk memperkuat representasi masyarakat sipil dan lembaga akademik dalam pengambilan keputusan strategis terkait kecerdasan artifisial (AI), dengan prinsip tata kelola yang inklusif, adil, dan berbasis hak asasi manusia.

Peluncuran jaringan ini dilakukan dalam sesi pleno bertajuk “Amplifying the Voices of CSOs and Academic Institutions in AI: Collaboration, Knowledge, and Action”. Dalam jaringan global ini, ICT Watch adalah satu-satunya organisasi dari Indonesia, dan hanya bersama dengan EngageMedia yang dapat dikatakan dari Asia Tenggara. Posisi ini menjadikan ICT Watch sebagai jembatan strategis untuk menyuarakan masyarakat digital Indonesia dalam diskursus kebijakan AI global.

Jaringan global yang baru diluncurkan ini telah menghimpun 56 organisasi masyarakat sipil dan lembaga akademik dari berbagai belahan dunia. Selain mendukung implementasi Rekomendasi UNESCO tentang Etika AI (recommendation on the ethics of AI), jaringan ini juga akan berkontribusi terhadap pengembangan metodologi penilaian kesiapan AI (readiness assessment) dan penilaian dampak etis (ethical impact assessment) serta mendorong kolaborasi lintas negara dalam riset, pelatihan, dan advokasi publik.

“Kami percaya bahwa literasi digital, terutama dalam menghadapi AI generatif dan sistem algoritmik lainnya, adalah bagian integral dari perlindungan hak digital dan pembangunan masyarakat madani. ICT Watch merasa terhormat, sebagai bagian dari masyarakat sipil Indonesia, bisa turut berpartisipasi dalam jaringan global ini,” ujar Prasasti Dewi, Program Director ICT Watch yang hadir langsung dalam forum ini.

Ditambahkan olehnya, ICT Watch akan berkomitmen untuk memastikan bahwa perspektif masyarakat sipil dari Global South, khususnya Indonesia, dapat tersampaikan dalam pembentukan tata kelola AI global. Ini mencakup isu-isu krusial seperti perlindungan dan hak-hak anak, perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, serta suara kelompok rentan dan minoritas lainnya.

Diskusi dalam forum memperlihatkan bahwa masyarakat sipil tidak hanya pelengkap, tetapi merupakan aktor kunci yang menjaga keadilan, inklusivitas, transparansi, akuntabilitas, dan legitimasi dalam pengembangan AI. Namun, peran strategis ini juga menghadapi tantangan nyata. Hadir pula dalam peluncuran tersebut di Bangkok adalah Donny Utoyo, Founder / Advisor ICT Watch dan Aulia Bunga, Partnership Manager ICT Watch.

Berdasarkan hasil awal survei global UNESCO yang sedang berlangsung, teridentifikasi tiga (3) tantangan utama yang dialami banyak organisasi masyarakat sipil dalam keterlibatan mereka di bidang tata kelola AI: 1) kurangnya pengetahuan teknis, 2) minimnya akses informasi tentang forum partisipasi, dan 3) keterbatasan pendanaan untuk membangun kapasitas dan hadir dalam ruang-ruang kebijakan. Laporan lengkap survei ini akan dirilis dalam policy brief pada Oktober 2025 di Jenewa.

Menjawab tantangan tersebut, jaringan ini diharapkan tidak hanya memperluas representasi, tetapi juga memperkuat kapasitas masyarakat sipil melalui kolaborasi global, pertukaran pengetahuan, dan advokasi berbasis nilai. Di tengah pesatnya transformasi yang dibawa AI generatif termasuk dampaknya pada dunia kerja, pendidikan, dan hak digital. Untuk itu, peran masyarakat sipil menjadi krusial untuk memastikan pengembangan AI yang berpihak pada manusia dan keadilan sosial.

Keikutsertaan ICT Watch dalam jaringan ini memperkuat posisi Indonesia dalam advokasi global mengenai etika dan tata kelola AI, khususnya dari perspektif masyarakat sipil. Ini juga membuka peluang bagi pendekatan partisipatif dari Indonesia, termasuk praktik baik literasi digital, perlindungan kelompok rentan, dan kebijakan berbasis inklusivitas dan kepentingan publik.

Baca Juga : Microsoft Investasi Rp27,6 Triliun untuk AI di Indonesia

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!