Logo

Saksi Ahli Pemohon Menilai Kejaksaan Bersikap Tak Konsisten Tangani Kasus Novel

Saksi Ahli Pemohon Menilai Kejaksaan Bersikap Tak Konsisten Tangani Kasus Novel

bengkulunews.co.id – Sidang praperadilan SKP2 (Surat ketetapan Pemberhentian Pengusutan) Novel masih berlanjut. Kamis (24/3) tak hanya Guru Besar Pidana Universitas Bengkulu Profesor Herlambang yang hadir di persidangan sebagai saksi ahli. Pemohon juga menghadirkan salah satu Tim perumus Undang undang KPK yang juga Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran.

Adalah Romli Atmasasmita, dihadirkan pengacara korban Novel, Yulisman di Pengadilan Negeri Bengkulu. Romli menjadi saksi ahli kedua dalam persidangan itu. Pakar hukum Unpad itu mengatakan penerbitan SKP2 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu tidak sejalan dengan sikap yang diambil Jaksa Agung. Karena itu, menurut Romli kejaksaan bersikap inkonsisten dalam memproses perkara pidana Novel Baswedan. “Jaksa Agung mengesampingkan surat rekomendasi Ombudsman yang mengatakan malaadministrasi dalam perkara Novel,” katanya.

Akan tetapi, Kejari Bengkulu melalui Ade Hermawan kemarin Rabu (23/3) mengakatan, hasil kajian Ombudsman atas kasus dugaan penganiayaan oleh Novel itu menunjukkan bahwa pelaporan tersebut menyalahi administrasi. Pasalnya, dilaporkan oleh pihak yang tidak melihat, mendengar, dan merasakan langsung kejadian. Sehingga hal itu merupakan salah satu alasan terbitnya SKP2. (Baca: Korban Novel Bukan Pelapor, Kejari Anggap Pemohon Tak Penuhi Legal Standing )

Romli menambahkah, Jaksa Agung harusnya paham dan bahkan bisa menegur Jaksa dibawahnya. Kajian atau Rekomendasi Ombudsman tersebut, lanjut Romli, juga tak bisa jadi dasar dalam proses penyidikan perkara pidana. Hal itu dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981. Yang diatur dalam undang-undang tersebut, menurutnya, hanya pihak jaksa, penasihat hukum, hakim, dan terdakwa atau tersangka.

Jika benar kejaksaan menggunakan kajian Ombudsman sebagai acuan penyidikan berkas perkara pidana, hal tersebut merupakan kekeliruan. “Rekomendasi tersebut di luar criminal justice system,” tegas Profesor Romli. (122)