Logo

Menyoal Polemik Kehalalan Vaksin Measles Rubella

BENGKULU – Imunisasi Meales Rubella (MR) merupakan program vaksinasi gratis dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, untuk pencegahan penyebaran penyakit campak dan rubbela. Pelaksanannya akan dilakukan serentak seluruh Indonesia pada bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2018 dengan menyasar pada anak-anak di sekolah dan Balita.

Sehingga hampir di setiap daerah melakukan sosialisasi dan promosi dalam bentuk ajakan kepada masyarakat untuk mengikutsertakan anak-anaknya pada kegiatan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat di setiap Posyandu atas intruksi langsung dari Pemerintah Pusat.

Berdasarkan data surveilans penyakit, bahwa setiap tahun dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect campak dan dari hasil konfirmasi laboratorium, 12 – 39% diantaranya adalah campak pasti sedangkan 16 – 43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella.

Jumlah kasus ini diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.

Saat ini Isu halal-haram sedang muncul terkait beredarnya berita bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mengantongi sertifikasi halal MUI.

Sedangkan dari Kemenkes telah memberikan informasi kepada masyarakat bahwa Vaksin tersebut halal, sehingga terjadi pertentangan terkait status halal-haram oleh MUI selaku lembaga yang mempunyai hak untuk mengeluarkan label haram terhadap produk yang akan di konsumsi oleh manusia. Sehingga pembahasan masalah ini cukup panjang, tapi jika disederhanakan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan.

Pertama, sertifikat halal untuk vaksin sulit untuk dikeluarkan di Indonesia karena perbedaan pandangan dalam ilmu fiqih, untuk kajian istihalah (perubahan suatu zat menjadi zat lainnya), istihlak (suatu zat yang terlarut dalam pelarut dengan jumlah besar sehingga menyucikan zat tersebut), dan darurat (apabila tidak ada pilihan lain, maka sesuatu yang haram menjadi boleh digunakan).

Vaksin adalah produk biologis yang melalui proses pembuatan sangat kompleks, dan melibatkan berbagai zat kimiawi untuk menjadikan produk akhir yang efektif dan aman. Apabila dalam prosesnya sempat bersinggungan dengan bahan-bahan kimiawi yang dikategorikan haram atau najis, maka LP POM MUI sulit untuk mengeluarkan sertifikat halalnya.

Padahal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Timur Tengah, alasan ini tidak menjadi masalah, karena kaidah fiqih yang dipegang ulama-ulama setempat berbeda dengan ulama-ulama di MUI. Mereka masih mengakui kaidah istihalah dan istihlak untuk vaksin.

Kedua, ketiadaan sertifikat halal, tidak lantas menjadikan vaksin haram. Kaidah fiqih ini yang tidak dipahami sebagian masyarakat Indonesia, sehingga dikhawatirkan menghukumi sesuatu haram, semata-mata karena ketiadaan sertifikat halal, padahal zat tersebut sebenarnya halal.

Apabila membaca baik-baik secara runut fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi, maka MUI menekankan bahwa imunisasi hukumnya wajib dalam hal seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa. Dalam hal ini, vaksin campak dan rubella sudah sangat jelas memenuhi kriteria terakhir.

Melihat polemik yang terjadi akan menjadikan masyarakat bingung, bahkan ada beberapa Dinas Kesehatan di beberapa daerah melakukan penundaan sementara atas pelaksanaan imunisasi bulan agustus ini sampai adanya kejelasan terhadap status halal oleh MUI.

Maka dalam hal ini, MUI dan Pemerintah harus segera melakukan tindakan dalam melakukan penyelesaian, sehingga masyarakat selaku sasaran program yang sedang digalakkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tidak terjadi polemik yang berkepanjangan.

Penulis adalah warga Lebong yang aktif dibidang penelitian kesehatan masyarakat