
BENGKULU – Kanopi Hijau Indonesia (KHI) berkolaborasi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu resmi meluncurkan program Sekolah Energi Bersih (SEB) Jilid 3. SEB menjadi ruang edukasi dan aksi nyata menuju transisi energi terbarukan, adil, dan berkelanjutan, dengan melibatkan generasi muda dan komunitas sebagai aktor utama.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, mengatakan program SEB adalah bentuk nyata perlawanan terhadap proyek energi kotor PLTU batubara melalui dukungan masyarakat untuk mewujudkan transisi energi.
“Krisis iklim yang melanda planet bumi tidak bisa lagi direspon dengan tindakan yang biasa-biasa saja, harus ada aksi revolusioner dari publik, sekolah energi bersih ini salah satu aksi itu,” kata Ali di Pusat Studi AMAN Bengkulu, Sabtu (26/04/2025).
Ali juga menjelaskan, program SEB telah berhasil menggalang dukungan publik untuk memasang pembangkit energi terbarukan berupa panel surya di SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu. SEB Jilid 2 juga berhasil memasang pembangkit energi terbarukan gabungan dari panel surya dan turbin angin di SMA Sint Carolus Kota Bengkulu.
“Peluncuran SEB Jilid 3 dengan tema ‘Daulat Energi bagi Masyarakat Adat’ menandai dimulainya tahapan pendidikan publik tentang energi bersih dan urgensi transisi energi, penggalangan dukungan publik melalui donasi untuk pengadaan pembangkit listrik energi bersih, hingga instalasi pembangkit energi bersih di Pusat Studi AMAN Bengkulu,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Dewan AMAN, Deff Tri Hardianto, menambahkan bahwa komunitas adat menjadi kelompok yang paling rentan terdampak krisis iklim yang saat ini melanda bumi. Karena itu, AMAN Bengkulu terlibat dalam kolaborasi mewujudkan SEB Jilid 3 dengan melibatkan 76 komunitas adat yang ada di Provinsi Bengkulu.
“Pembangkit energi terbarukan yang dipasang di Sekretariat AMAN Bengkulu ini akan berfungsi menyediakan listrik bagi pusat pendidikan masyarakat adat di Bengkulu sebagai tempat belajar dan pelestarian adat budaya. Keberadaan pembangkit ini juga akan mendukung aktivitas 76 komunitas adat dalam pemulihan lingkungan berbasis energi bersih,” ungkap Deff.
Penerangan yang bersumber dari energi bersih ini, sambung Deff, diproyeksikan menjadi laboratorium energi bersih bagi komunitas adat.
“Ini menjadi contoh dan pusat edukasi transisi energi yang adil berkelanjutan serta menjadi pendukung energi untuk pembelajaran dan dokumentasi adat untuk mendukung produksi konten lokal berbasis masyarakat adat,” sambung Deff.
Selain itu, Kepala SMA Sint Carolus, Sulistyanta, mengungkapkan keberhasilan program SEB Jilid 2 yang dipasang di sekolah tersebut pada Oktober 2024. Panel surya dan kincir angin di sekolah itu berfungsi menyediakan energi untuk menerangi aula pertemuan, ruang tata usaha, komputer, AC, CCTV, hingga bel sekolah.
“Kami juga mengedukasi siswa untuk sadar dan paham tentang pentingnya pemanfaatan energi terbarukan dengan membawa mereka langsung ke sumber listrik berbasis tenaga air di PLTA Musi,” ungkapnya.
Sedangkan Kepala SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu, Sutanpri, menerangkan bahwa program SEB Jilid 1 berhasil memasang panel surya untuk penerangan laboratorium komputer dan lampu taman di SMA Muhammadiyah 4 pada tahun 2020.
“Selama ini kita masih menganggap tenaga surya itu sebagai alternatif, padahal seharusnya menjadi yang utama. Bahkan masyarakat global juga sudah paham pentingnya transisi energi. Sekarang semua pihak perlu bertindak lebih serius untuk segera mengakhiri penggunaan energi fosil,” singkatnya.
Diketahui, peluncuran yang digelar di Pusat Studi AMAN Bengkulu ini dihadiri komunitas adat, mahasiswa, pemuda, dan pelajar Bengkulu. Terdapat stand energi bersih yang berisi informasi seputar bahaya energi kotor dan urgensi transisi energi. Stand masyarakat adat juga ditampilkan untuk memberikan informasi tentang perjuangan masyarakat adat Bengkulu.
Lebih lanjut, Budi selaku Koordinator SEB Jilid 3 menjelaskan bahwa krisis iklim dan penggunaan energi kotor yang semakin masif tidak menjadi alasan untuk menunda perpindahan atau transisi energi.
“Sudah cukup penderitaan masyarakat akibat dampak buruk penggunaan energi kotor batubara sebagai penopang utama listrik nasional karena dampak buruk itu ditanggung sendiri oleh masyarakat,” terangnya.
Budi berharap, SEB menjadi aksi nyata perlawanan terhadap krisis iklim yang sedang terjadi, dengan masyarakat adat sebagai garda terdepan mengkampanyekan transisi energi yang baru, adil, dan berkelanjutan.
“Dengan harapan SEB ini sebagai ruangan para pemuda untuk menjadi garda terdepan bagi masyarakat Bengkulu,” tutupnya.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!