
Suasana Pelabuhan di Pulau Enggano. Foto, Dok. Dini/BN
BENGKULU – Ketua AMAN Wilayah Bengkulu, Fahmi Arisandi menilai, kondisi memprihatinkan yang dialami oleh warga di Enggano menjadi bukti bahwa pemerintah daerah di Bengkulu telah mengabaikan nasib orang Enggano. Sementara, dalam klaim dan narasi yang tersampaikan ke publik. Pemerintah selalu menyatakan bahwa mereka hadir dan peduli untuk Enggano.
“Betul kirim beras, tapi apakah itu bisa bertahan? Nyatanya tidak. Di sini, sesungguhnya seluruh barang tersedia. Namun mau pakai apa, kalau uang tidak ada,” kata Fahmi.
Dalam pertemuan yang digelar AMAN bersama seluruh pimpinan kepala suku di Enggano. Kebutuhan utama Enggano saat ini untuk menghidupkan kembali ekonomi lokal. Hanya cukup menyediakan kebutuhan kapal yang cukup untuk membawa hasil bumi.
“Hitungan mereka, cukup 10 kapal setiap keberangkatan. Jadi bisa menampung semua hasil pertanian. Pemerintah pasti punya kuasa ini, kami pikir. Inilah yang harusnya dilakukan dari kemarin,” kata Fahmi.
Hasil pertanian di Enggano, lanjut Fahmi, selama ini hanya disebutkan soal pisang. Padahal, banyak sekali hasil lain yang menjadi penunjang hidup warga. “Hitungan kami, total ada Rp1,8 miliar per bulan uang dari hasil pertanian yang hilang saat ini gara-gara tidak terbawa kapal. Dan angka ini, bukan cuma dari pisang. Ada yang lain, seperti kepala, kakau, pinang, melinjo dan lain-lain,” kata Fahmi.
Atas itu, AMAN dan seluruh masyarakat adat di Enggano. Mendesak pertanggungjawaban dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan situasi itu. Ia menekankan, agar ada langkah strategis untuk menyediakan kebutuhan kapal angkut yang bisa membawa hasil bumi dari Enggano. Dengan begitu, situas ekonomi di Enggano bisa kembali normal.
“Soal biaya, kan bisa disubsidi dari pemerintah. Kan selama ini, klaimnya ada miliaran terus. Tinggal lagi, ada iktikad tidak pemerintah daerah soal Enggano. Krisis ini tidak bisa ditutupi dengan citra. Faktanya, Enggano hari ini mengenaskan,” kata Fahmi.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!