Transportasi Mandek, Ekonomi Mati: Pulau Enggano Kian Terpuruk

Alwin Feraro
Transportasi Mandek, Ekonomi Mati: Pulau Enggano Kian Terpuruk

Potret warga Enggano yang mencoba menjual hasil panen

BENGKULU – Krisis yang menimpa Pulau Enggano di Provinsi Bengkulu masih berlanjut. Kini, lebih adri 4.000 orang di pulau yang berada di Samudera Hindia ini hidup dalam keputusasaan. Paabuki Enggano, Milson Kaitora mengatakan, kondisi memprihatinkan di Enggano terjadi sebagai dampak belum beroperasinya kapal yang bisa mengangkut hasil bumi milik warganya.

“Kehidupan ekonomi di sini boleh dibilang lumpuh. Warung-warung sepi, rumah makan bahkan ada yang tutup. Tidak ada orang berbelanja, karena tidak ada uang,” kata pimpinan kepala suku di Enggano ini, dalam temu kampung bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu di Malakoni Rabu, 18 Juni 2025.

Menurutnya, khusus untuk layanan transportasi laut bagi penumpang sejauh ini sudah cukup melegakan. Meski baru berfungsi sepekan ini. Kapal Ferry Pulo Tello yang bersandar ke Enggano sudah bisa membawa orang. “Meski harus turun di tengah laut kalau ke kota, tapi cukuplah. Tapi bagaimana hidup kami di sini, ini yang tidak diperhatikan pemerintah,” katanya. Mulyadi Kauno.

Ketua Pengurus Daerah AMAN Enggano menambahkan. Saat ini, para petani yang memiliki uang terpaksa harus merogoh kocek mereka mulai dari Rp18 juta-Rp20 juta hanya untuk menyewa kapal nelayan untuk mengirimkan hasil panen mereka utamanya pisang. Sementara, bagi yang tak memiliki biaya. Harus rela merelakan hasil panen mereka membusuk di pohon.

“Tidak ada yang mau panen, karena untuk apa. Hasilnya tidak bisa dijual,” kata Mulyadi.

Yang mengenaskannya lagi, lanjut Mulyadi, meski kapal nelayan bisa membawa dalam jumlah terbatas yakni maksimal 20 ton. Namun, harga yang dibeli oleh para tauke pisang, ditekan hingga 60 persen. “Jadi sama saja sebenarnya. Tidak dapat uang juga. Potongan harga itu, untuk menutupi biaya operasional kapal,” kata Mulyadi.

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!