Bengkulu News #KitoNian

Tugas dan Kewenangan Majelis Pemeriksa Daerah, Wilayah dan Pusat dalam Sidang Pemeriksaan Pelanggaran Pelaksanaan Jabatan Notaris

Notaris IPPAT Kota Bengkulu, Deni Yohanes

Dalam menjalankan tugas pokoknya sehari – hari, Notaris tidak terlepas dari pelaksanaan kewenangan nya berupa pembuatan “Akta – Akta Autentik”, termasuk kewenangan lainnya yang di perintahkan oleh Undang – Undang, tentunya dalam kapasitas nya sebagai Pejabat Umum ;

Notaris dalam menjalankan perannya sebagai Pejabat Umum di tuntut profesional dalam melaksanakan kewenangannya, artinya harus senantiasa cermat, dan harus selalu berhati – hati dalam melaksanakan jabatannya, termasuk dalam berperilaku, tentunya dengan tetap berpegangan pada ketaatan terhadap Undang – Undang Jabatan Notaris, Kode Etik dan peraturan per Undang – Undangan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan kewenangan jabatannya ,karena dapat saja terjadi, apabila Notaris tidak teliti dan tidak hati – hati dalam menjaga semangat dan sikap profesionalnya, maka seorang Notaris dapat terjebak kedalam permasalahan dengan pihak – pihak yang berhubungan dengan nya yang melakukan pembuatan “Akta – Akta Autentik” atau produk hukum lainnya yang dibuat dihadapan Notaris. Artinya apabila pihak – pihak tersebut merasa dan terbukti dirugikan, maka mereka akan mengambil jalan hukum dengan melakukan gugatan atau upaya hukum lainnya, termasuk dalam hal ini membuat pengaduan berupa laporan adanya dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan oleh Notaris kepada Majelis Pengawas Notaris, melalui mekanisme penyelesaian laporan dimaksud pada Majelis Pemeriksa Notaris di tiap jenjang, baik daerah ,wilayah dan pusat ;

Untuk lebih memahami mengenai apa itu Majelis Pemeriksa Notaris, maka tulisan ini berupaya memberikan sedikit penjelasan terhadap tugas dan kewenangan dari Majelis Pemeriksa Notaris yang merupakan bagian penting di dalam membantu Majelis Pengawas Notaris pada berbagai jenjang nya di Daerah,Wilayah dan Pusat ;

Disebutkan dalam Pasal 67 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004, sebagaimana telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan, bahwa : “Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri “. Dan dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri ( – Dalam hal ini adalah Menteri Hukum Dan HAM RI ) membentuk Majelis Pengawas Notaris yang berjumlah 9 ( sembilan ) orang, yang terdiri dari mewakili unsur pemerintah, organisasi Notaris dan ahli atau akademisi, dengan masing – masing perwakilan sebanyak 3 ( tiga ) orang ;

Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris Tehadap Notaris, menyebutkan, bahwa : ” Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris serta melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris ” ;

Majelis Pengawas Notaris terdiri atas Majelis Pengawas Daerah (- selanjutnya disebut MPD ) yang di bentuk di tingkat Kota / Kabupaten , Majelis Pengawas Wilayah ( – selanjutnya disebut MPW ) yang dibentuk ditingkat Provinsi dan Majelis Pengawas Pusat (- selanjutnya disebut MPP ) yang di bentuk di tingkat pusat ;

Majelis Pengawas Notaris dalam upaya akan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris berwenang membentuk Majelis Pemeriksa Notaris.Majelis Pemeriksa ini di bentuk oleh Majelis Pengawas Notaris secara berjenjang pada tingkat Majelis Pemeriksa Daerah, Wilayah dan Pusat ;

Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Notaris, baik ditingkat Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) , Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) dan Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) terdiri dari perwakilan unsur pemerintah , akademisi dan Notaris ;

Pembentukan Majelis Pemeriksa dilakukan paling lama 14 ( empat belas ) hari terhitung sejak laporan pengaduan masyarakat kepada Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) sudah diterima dan diregister ;
Hasil rekomendasi pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) kepada Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) ; atau Permohonan banding atas putusan Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) kepada Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) di terima dan diregister ;

Laporan pengaduan masyarakat ini di ajukan oleh pihak yang merasa dirugikan atas adanya dugaan pelanggaran perilaku dan adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Jabatan Notaris, yang mana laporan dimaksud harus disampaikan kepada Majelis Pengawas Daeeah ( MPD ) terlebih dahulu secara tertulis ,dalam bahasa Indonesia dan harus disertai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan oleh Pihak Pelapor ;

Dalam hal laporan dari pihak pelapor di ajukan kepada Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ),maka Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) meneruskan kepada Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) yang berwenang, begitu juga apabila laporan dimaksud di ajukan kepada Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) , maka Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) meneruskan kepada Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) yang berwenang ;

Dan Majelis Pemeriksa berwenang sepenuh nya melakukan sidang pemeriksaan terhadap laporan pengaduan masyarakat atau Pelapor ini atas dugaan pelanggaran perilaku dan pelanggaran pelaksanaan jabatan yang dilakukan oleh Notaris, yang mana sidang pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah bersifat tertutup untuk umum ;

Sidang Pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa Daerah meliputi laporan pengaduan masyarakat untuk dan atas nama kepentingan dari pihak pelapor , pemeriksaan terhadap protokol Notaris dan / atau adanya suatu fakta hukum terhadap dugaan terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris ;

Hasil sidang pemeriksaan selanjutnya dituangkan dalam bentuk suatu berita acara pemeriksaan dan di lengkapi juga dengan rekomendasi hasil pemeriksaan, yang selanjutnya disampaikan dan dilaporkan kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) ;

Selanjutnya hasil dari proses sidang pemeriksaan ( berupa laporan dari pihak Pelapor ) oleh Majelis Pemeriksa Daerah ini disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) dengan surat pengantar yang ditembuskan kepada terlapor, Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) , dan Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia, di tempat di mana Notaris berkedukan dalam menjalankan jabatannya ;

Seterusnya laporan dari hasil sidang pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) ini akan ditindak lanjuti oleh Majelis Pemeriksa Wilayah dengan melakukan sidang pemeriksaan dan memutus hasil pemeriksaan dari Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) paling lama 30 ( tiga ) puluh hari sejak di catat di buku register perkara. Majelis Pemeriksa Wilayah berhak memanggil kembali Pelapor & Terlapor untuk dimintai dan didengar keterangan nya kembali , yang mana sidang pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah ini bersifat tertutup untuk umum. Selanjutnya hasil dari keterangan pelapor dan terlapor ini dituangkan dalam bentuk suatu berita acara sidang pemeriksaan.

Dari sini Majelis Peneriksa Wilayah membuat ” alasan dan pertimbangan hukum ” dari hasil sidang pemeriksaan dimaksud, yang akan dijadikan dasar untuk menjatuh kan putusan. Apabila dalam hal hasil sidang pemeriksaan menyatakan laporan tidak dapat dibuktikan sama sekali maka Majelis Pemeriksa Wilayah memutuskan dan menyatakan laporan pihak pelapor di tolak atau tidak dapat diterima.Begitupun sebaliknya dalam hal hasil sidang pemeriksaan laporan menyatakan dapat dibuktikan maka terlapor di jatuhi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

Sampai pada proses ini, maka Majelis Pemeriksa Wilayah dapat menjatuhkan putusan berupa : sanksi peringatan lisan maupun sanksi peringatan tertulis yang bersifat final dan tidak dapat di banding oleh Notaris ; dan / atau usulan penjatuhan sanksi kepada Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) yang dapat berupa pemberhentian dari jabatan Notaris , yaitu sanksi pemberhentian sementara 3 ( tiga ) bulan sampai dengan 6 ( enam ) bulan, sanksi pemberhentian dengan hormat atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat, yang mana sanksi pemberhentian ini tidak bersifat final dan dapat di banding oleh Notaris ;

Putusan sebagaimana dimaksud dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum dan hasil putusan nya di sampaikan kepada pelapor , terlapor , Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) , Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia ( PP – INI ) dengan surat pengantar, dalam jangka waktu paling lambat 30 ( tiga puluh ) hari terhitung sejak putusan di bacakan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah ;

Dalam hal pelapor dan / atau terlapor keberatan atas putusan dari Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) maka dapat melakukan upaya hukum banding kepada Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) yang disampaikan melalui sekretariat Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ). Pengajuan banding ke Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) ini diajukan dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari sejak putusan di bacakan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah apabila hal ini dihadiri oleh Pelapor dan / atau Terlapor yang turut hadir pada saat penbacaan sidang putusan atau 7 ( tujuh ) hari sejak putusan diterima oleh pelapor dan / atau terlapor jika pada saat pembacaan putusan pelapor dan / atau terlapor tidak hadir ;

Dalam pengajuan banding , maka pembanding wajib menyampaikan memori banding kepada Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) ; Selanjutnya Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) menyampaikan berkas perkara banding dari pembanding ( yang merupakan Pelapor dan / atau Terlapor ) kepada Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) .Selanjut nya Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) membentuk Majelis Pemeriksa Pusat yang akan melakukan sidang pemeriksaan terhadap Permohonan banding atas keberatan pihak pelapor dan/ atau terlapor atas putusan Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) , melakukan sidang pemeriksaan atas usulan penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) dan memeriksa kembali adanya fakta hukum terhadap pelanggaran perilaku dan pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan Notaris .

Mengenai pemeriksaan fakta hukum terhadap adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris yang dilaporkan oleh pihak pelapor pertimbangannya dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan / atau fakta hukum lainnya, yang dapat menjadi suatu alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar dalam pengambilan putusan oleh Majelis Pemeriksa Daerah ,wilayah dan pusat ;

Termasuk apabila dalam hal Majelis Pemeriksa dalam berbagai tingkatan menemukan dugaan adanya unsur perbuatan pidana yang dilakukan oleh Notaris sebagai terlapor , maka Majelis Pemeriksa wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas dalam berbagai tingkatan , dan adanya dugaan unsur perbuatan pidana tersebut maka Majelis Pengawas dalam berbagai tingkatan juga wajib untuk melaporkannya kepada pihak instansi yang berwenang ;

Dalam prosesnya di persidangan pemeriksaan tingkat banding ini, maka Majelis Pemeriksa Pusat memanggil pembanding dan terbanding untuk didengarkan kembali keterangannya masing – masing yang hal ini dituangkan dalam bentuk suatu berita acara pemeriksaan ;

Dalam hal ini, Majelis Pemeriksa Pusat dapat menjatuhkan putusan, berupa : Menguatkan putusan dari Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) apabila dalil yang diajukan oleh pembanding dalam memori bandingnya dianggap tidak beralasan oleh Majelis Pemeriksa Pusat ;

Mengubah atau membatalkan putusan Majelis Pengawas Wilayah ( MPW ) dalam hal dalil yang diajukan oleh pembanding dalam memori bandingnya dianggap cukup beralasan oleh Majelis Pemeriksa Pusat, dan apabila putusan dari Majelis Pengawas Wilayah ini diubah atau dibatalkan oleh Majelis Pemeriksa Pusat, maka Majelis Pemeriksa Pusat dapat mengeluarkan putusan independen tersendiri berdasarkan pertimbangannya secara mandiri dan asas keadilan ;

Putusan Majelis Pengawas Pusat bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap , kecuali putusan tentang pengusulan pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri Hukum & HAM RI harus terlebih dahulu diajukan kepada Menteri guna diterbitkan surat keputusan pemberhentian dari Notaris bersangkutan . Mengenai putusan dari Majelis Pemeriksa Pusat ini harus memuat alasan dan pertimbangan hukum yang akan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, seterusnya putusan ini di bacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum yang dibacakan dalam jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh ) hari sejak berkas memori banding tercatat dalam buku register pada sekretariat Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) ;

Selanjutnya putusan dari Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) wajib disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Pelapor, terlapor, Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) , Majelis Pengawas Wilayah ( MPW) serta Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia ( PP – INI ) ;

Dalam tingkatan sidang pemeriksaan , baik di tingkat Majelis Pemeriksa Daerah, Wilayah ataupun Pusat, pelapor dan terlapor dapat mengajukan permohonan pendampingan dari Penasihat Hukum kepada ketua Majelis Pemeriksa untuk setiap jenjang sidang pemeriksaan, yang mana pengajuan penasihat hukum ini dapat diterima atau di tolak oleh pihak Majelis Pemeriksa dan dalam hal kehadiran penasihat hukum diterima dan disetujui oleh ketua Majelis Pemeriksa, maka penasihat hukum wajib memperlihatkan identitas dan surat kuasa dari pihak pelapor dan/ atau terlapor untuk di catat oleh Sekretaris Majelis Pemeriksa ;

Perlu di catat bahwa kehadiran dari Penasihat hukum dalam sidang yang diselenggarakan oleh Majelis Pemeriksa perannya hanya dalam rangka pendampingan dan bersifat ” Non Litigasi ” yang khusus hanya berkenaan dengan permasalahan pada sidang profesi belaka terkait pemeriksaan dugaan pelanggaran pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris. Pendampingan oleh penasihat hukum ini dilaksanakan dalam bentuk pemberian jawaban atau tanggapan tertulis saja ;

Terkait perlunya pemeriksaan protokol Notaris dalam sidang pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa Notaris disetiap jenjangnya dalam rangka untuk memperkuat pembuktian dalam proses persidangan yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa Notaris, ketentuannya di atur dalam Pasal 41 Permenkum HAM RI No.15 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris , di sana disebutkan, bahwa : ” Dalam rangka pemeriksaan protokol Notaris , Ketua Majelis Pengawas Daerah ( MPD ) menunjuk Majelis Pemeriksa Protokol Notaris ” . Pelaksanaan pemeriksaan protokol Notaris selanjut nya dituangkan dalam suatu berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Majelis Pemeriksa. Apabila dalam pemeriksaan protokol Notaris , Majelis Pemeriksa menemukan bukti adanya pelanggaran dalam pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris yang berkaitan dengan kewajiban dan larangan jabatan atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan per undang – undangan lainnya, maka Majelis Pemeriksa dapat melaporkan kepada Majelis Pengawas Notaris untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada Notaris bersangkutan ;

Terhadap Notaris yang sudah di jatuhi sanksi berupa pemberhentian sementara atau pun pemberhentian tetap, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan Notaris
di larang untuk melaksanakan jabatannya dan apabila terbukti Notaris tetap menjalankan jabatannya dalam pembuatan akta, maka Notaris tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan dan melanggar hukum ;

Ada kalanya dalam proses sidang pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa, Notaris sebagai Terlapor atau Terbanding juga bersamaan waktunya di panggil oleh pihak penegak hukum untuk memberikan keterangan dalam suatu proses hukum dan penegak hukum biasanya memerlukan akta Notaris dalam rangka pembuktian.

Hal ini sebenar nya secara kewenangan berbeda ranah nya dengan Majelis Pemeriksa Notaris ataupun kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris, karena terkait untuk kepentingan persidangan di pengadilan atau proses peradilan, permintaam hakim atau penyidik dan juga penuntut umum, hal ini secara kewenangan merupakan ranahnya Majelis Kehormatan Notaris yang harus memberikan persetujuannya, sebagaimana ketentuannya di atur dalam Pasal 66 Undang – Undang Jabatan Notaris ,yang mana disebutkan, bahwa Majelis Kehormatan Notaris mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan dalam hal hakim dan penegak hukum lainnya akan melakukan pengambilan photokopi minuta akta dan / atau surat – surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.Proses pemberian persetujuan ini juga di laksanakan dengan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan Majelis Kehormatan Notaris yang berkaitan dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

Perlu di ketahui bahwa dalam jangka waktu 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal dimintakan persetujuan, Majelis Kehormatan Notaris sudah harus memutuskan menolak atau menerima persetujuan dimaksud, Dan dianggap menerima permintaan persetujuan apabila dalam jangka waktu 30 ( tiga puluh ) hari kerja sejak tanggal dimintakan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban ;

Dari tulisan ini sebenar nya ” tidak mudah” untuk melaporkan seorang Notaris atas dugaan pelanggaran terkait perilaku dan adanya dugaan dalam pelanggaran pelaksanaan jabatan, karena ada mekanisme yang harus dilewati oleh pihak ” Pelapor ” , dalam hal ini pihak yang merasa dirugikan oleh dugaan menyimpang perbuatan perilaku Notaris dalam pelaksanaan jabatan nya, artinya proses yang harus dilewati untuk menyatakan seorang Notaris itu ” bersalah ” secara administrasi melanggar ketentuan yang di atur dalam Undang – Undang Jabatan Notaris terkait Perilaku dan pelaksanaan jabatannya yang harus melalui proses yang berjenjang dari mulai tingkat sidang pemeriksaan pada Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis Pemeriksa Wilayah dan ( – Apabila terjadi upaya banding oleh Notaris Terlapor dan/ atau pihak Pelapor sendiri ) maka lanjut berproses lagi ke sidang pemeriksaannya antara pihak pembanding dan pihak terbanding di tingkat banding yang sidang pemeriksaanya dilakukan oleh Majelis Pemeriksa Pusat, setelah Itu pun proses pemberhentian Notaris dari jabatannya juga ( – ” khusus pemberhentian secara tidak hormat” – ) masih harus melalui proses usulan pengajuan dari Majelis Pengawas Pusat ( MPP ) kepada Menteri, baru kemudian Menteri Hukum & HAM RI mengeluarkan keputusan pemberhentian Notaris yang bersangkutan .

Panjang bukan dan cukup “berkeringat” proses yang harus di lalui .
Demikian tulisan ini, semoga bermanfaat . ( – dy – ) .🙏

Baca Juga
Tinggalkan komen