Logo

Kartini Modern dan Hak Perempuan atas Pengelolaan Hutan

Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD). dok

Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD). dok

BENGKULU – Rika Nofrianti, gadis asal Desa Batu Rotoh Kecamatan Hulu Palik Kabupaten Bengkulu Utara ini rasanya patut disebut sebagai Kartini masa depan.

Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, anak kedua dari tiga bersaudara ini telah aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk terlibat dalam pengelolaan hutan di Taman Nasional Kerinci Sebelat.

Peran Rika sebagai sekretaris Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD) membuat mahasiswi Agroteknologi Universitas Pat Petulai ini berhasil menghimpun perjuangan perempuan atas hak pengelolaan hutan.

“Di sini kami perempuan muda lebih ke komunikasi, menyuarakan hak-hak perempuan atas hutan. Kami juga banyak belajar dengan ibu-ibu kelompok peduli lingkungan, tentang bagaimana mencapai keadilan gender,” kata Rika pada Bengkulunews.co.id siang ini, Kamis (21/04/22).

Perjalanan Rika dalam memperjuangkan hak perempuan, diawali pada tahun 2020. Saat itu dirinya bergabung dalam kelompok tersebut.

“Karena, hutan dan perempuan itu sangat erat kaitannya. Contoh kecilnya, kalau hutan itu gundul, itu air gak ada. Perempuan itukan sangat erat hubungannya dengan air, misal kalau kita sedang menstruasi, pasti kesehatan perempuan itu terganggu kalau air itu kotor,” sambungnya.

Menurut Rika, perempuan memiliki hak atas pengelolaan hutan. Karena itu dirinya dan anggota komunitas KPPWSD berjuang untuk mendapatkan hak tersebut.

Tidak hanya di lapangan, Rika juga menyuarakan hak-hak perempuan dan mengkomunikasikan hak perempuan melalui tulisan, foto dan vidio yang dapat dilihat disitus Jendelaperempuandesa.wordpres.com.

Kini kelompok tersebut sudah mendapatkan izin legal dari Balai Besar. Ada 4 kelompok yang sudah terverifikasi dan berjumlahkan 100 anggota.

Rika berharap dengan adanya komunitas ini, perempuan-perempuan di daerah lain dapat menyadari haknya serta tidak dipandang lemah.

“Harapanya, perempuan ini tidak dianggap lemah lagi. Karena kami sudah sadar, kami memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Kami juga berharap perempuan-perempuan di luar sana sadar akan hal itu,” demikian Rika.