Logo

Kanopi Sebut Tahun 2050 Pesisir Bengkulu Bakal Tenggelam

Kanopi Sebut Tahun 2050 Pesisir Bengkulu Bakal Tenggelam

BENGKULU – Kanopi Bengkulu menggelarkan aksi Hari Lingkungan Hidup Sedunia bertemakan khusus pesisir pantai Bengkulu, di simpang 5 Ratu Samban, Rabu (05/06/2024) sore.

Aksi tersebut diikuti sejumlah pelajar, mahasiswa, masyakarat dan komunitas,

“Aksi ini diikut oleh pelajar, mahasiswa, masyarakat dan komunitas, yang mana kegiatan ini dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia tahun 2024, dengan bertema khusus pesisir pantai Bengkulu,” ujar Hosani, korlap aksi.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam tema ini mengilustrasikan bahwa siklus iklim jika terjadi di tahun 2050, pesisir Bengkulu akan tenggelam, seperti icon yang ada di Bengkulu yaitu pantai panjang, benteng Marlborough dan lainnya.

“Kami mengilustrasikan bahwasanya Krisis iklim jika terjadi di tahun 2050 pesisir Bengkulu akan tenggelam, seperti icon-icon yg ada di Bengkulu seperti pantai panjang, benteng Marlborough, Bengkulu indah mall, apabila kita biarkan Krisis iklim ini terus berlanjut akan tenggelam dan hilang sama hal hanya masyarakat yg ada di kawasan pesisir Bengkulu,” lanjut Hosani.

Dalam kegiatan aksi itu, sebenarnya kata Hosani tertuju ke Presiden, Gubernur, dan Mentri Lingkungan Hidup. Sebab mereka memiliki kekuasaan untuk menjaga pesisir yang ada di Bengkulu.

“Tujuan inti dari aksi ini, pemerintah mulai saat ini berkomitmen dengan adanya isu-isu siklus iklim yang sedang terjadi, jika kita diam saja, maka di tahun 2050 ilustrasi yang kami tampilkan akan terjadi,” lanjut Hosani.

Sedangkan respon dari pemerintah pusat dan daerah hanya melakukan transisi energi yang tidak adil dan tidak berkelanjutan dengan adanya PLTA dan geotermal, karena dapat membahayakan lahan dan nyawa manusia.

“Kami lihat transisi energi yang disampaikan oleh pemerintah pusat maupun daerah itu hanya transisi energi yang tidak adil dan tidak berkelanjutan, misalkan adanya PLTA dan geotermal itu, menurut kami adalah energi-energi yang memang terbarukan tapi itu tidak adil dan tidak berkelanjutan untuk masyarakat sekitar, karena dapat membahayakan lahan dan nyawa manusia,” tutup Hosani (Handi)