
B

BPCB Jambi saat berada di Brngkulu
KOTA BENGKULU, bengkulunews.co.id – Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, Muhammad Ramli, menilai, masih belum maksimalnya pemanfaatan cagar budaya di suatu wilayah tersebut, karena belum pahamnya pemerintah dan masyarakat setempat akan pentingnya cagar budaya itu sendiri.
Sehingga, dengan tidak memahami pentingnya cagar budaya, pengembangan dan pelestarian cagar budaya sering ditemukan melanggar aturan.
“Dalam mengembangkan cagar budaya ataupun situs bersejarah, perlu diperhatikan manfaat untuk lingkungan setempat. Jangan sampai masyarakat setempat hanya jadi penonton saja dan pemerintah hanya memikirkan ramainya pengunjung,” ujar Ramli, saat berkunjung ke Bengkulu, Jumat (10/3/2017).
Karena menurutnya, tujuan pariwisata memberikan kesejahteraan pada masyarakat lahir dan bathin.
“Jadi, apakah kita sudah memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat terhadap cagar budaya tersebut,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, dalam megembangkan suatu cagar budaya hendaknya pemerintah mengacu pada zona atau area yang telah ditentukan, sehingga tidak mengganggu keaslian cagar budaya. Namun tetap memperhatikan kenyaman dan keamanan pengunjung.
“Ada rambu-rambu dan zona yang harus diperhatikan,” cetusnya.
Untuk itulah, pihaknya tahun ini akan melakukan studi kajian zoning cagar budaya, seperti zona tata ruang, zonasi dan eliminasi. Zoning tersebut adalah batas-batas yang tidak boleh dilanggar.
“Ada empat zona cagar budaya tersebut, pertama area inti, penyanggah, pengembangan dan pendukung. Zona inti tersebut tidak boleh dilanggar, dan perlu ditata dan diatur bangunan cagar budaya itu,” sebutnya.
Dirinya mencontohkan pada Benteng Malrborough, yang telah dilakukan berbagai studi kajian oleh pihaknya, sehingga menjadi salah satu objek cagar budaya di Provinsi Bengkulu. Dengan begitu, dirinya meminta agar pemerintah daerah dalam melakukan pengembangan cagar budaya dapat berkoordinasi kepada pihaknya terlebih dahulu, karena pihaknya yang mengusung aturan regulasinya nanti.
“Cagar budaya ini bukan milik siapa-siapa, tapi milik kita bersama, kami harap pemerintah daerah dapat melakukannya secara keroyokan,” tutupnya.
Ferry
Maret 11, 2017