Bengkulu #KitoNian

Soal Perwal BPHTB, IPPAT: Revisi Perda Nomor 5 Tahun 2013 Salah Sasaran

Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Bengkulu, Deni Yohanes

KOTA BENGKULU – Ketua Pengurus Daerah Bengkulu Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Deni Yohanes, SH.,M.Kn, menyebut niatan DPRD Kota Bengkulu untuk merevisi Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) salah sasaran, apabila tidak dibarengi dengan revisi Perda Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) .

Menurut Deni, merevisi Perda tersebut sebenarnya hanya akan memperpanjang proses legislasi pengenaan BPHTB. Sebab, katanya, revisi Perda Nomor 5 Tahun 2013 Tentang PBB juga mengharuskan adanya revisi pada Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang BPHTB.

“Bukankah penetapan PBB dan NJOP demikian sebenarnya sudah ditentukan besarannya dalam SPPT PBB yang dikeluarkan oleh instansi terkait tanpa harus direvisi Perda PBB nya. Sedangkan substansi dan tata cara penentuan perhitungan besaran pembayaran BPHTBnya tetap harus diletakkan dalam Revisi Perda BPHTB,” kata Deni pada bengkulunews.co.id, Selasa (15/6/2021).

Deni menjelaskan, penentuan besaran penilaian dan penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) termasuk penetapan PBB berdasarkan ketentuan Permenkeu No.208 Tahun 2018 harus mengikuti ketentuan mengenai pemetaan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN beserta Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Sedangkan ketentuan tentang ZNT ini dapat diatur secara lebih maksimal dalam revisi Perda BPHTB. Kalaupun tidak dimasukkan dalam Revisi Perda PBB, kata Deni, akan menimbulkan kerancuan dalam penentuan perhitungan BPHTB kedepan karena penilaiannya tidak disinkronkan dengan ketentuan pada pemetaan ZNT yang seharusnya masalah ZNT ini wajib dimasukkan dalam revisi Perda BPHTB.

“Betul NJOP sebagai komponen perhitungan BPHTB apabila nilai jual tanah dan bangunannya lebih rendah atau tidak diketahui. Apabila lebih tinggi, maka yang berlaku adalah harga transaksi atau kesepakatan penjual dan pembeli atau nilai pasar pada hibah dan waris. Namun demikian dasar pengenaan BPHTB berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 tetap Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Namun apabila diatur di dalam Perda PBB, maka penetapan NJOP tersebut hanya akan menjadi suatu penetapan dasar dalam pengenaan PBB saja yang akan dikenakan pada setiap tanah dan properti yang ada di Kota Bengkulu,sedangkan NPOP tanah dan bangunan tetap saja akan berlaku nilai pasar dan harga transaksi,” jelas Deni.

Deni menyarankan Pemerintah Kota Bengkulu bersama DPRD untuk terlebih dahulu mengkaji dan menyusun pemetaan ZNT baru kemudian merevisi Perda Tentang PBB yang kemudian disinkronkan dengan revisi Perda tentang BPHTB.

“Karena pengaturan tentang ZNT itu penting untuk megetahui besaran perhitungan pembayaran BPHTB untuk semua jenis peralihan hak atas tanah secara proporsional dan sesuai nilai pasar dimana letak lokasi tanah dan bangunan tersebut berada, baik pada daerah ekonomis, tidak ekonomis dan wilayah strategi tidak strategis. Termasuk penentuan besaran BPHTB dalam peralihan hak atas tanah dan bangunan yang salah satunya dasar perhitungannya bisa muncul dari NJOP,” sebut Deni.

Deni menganggap, jika DPRD Kota Bengkulu hanya merevisi Perda PBB saja maka ketentuan tentang pemetaan ZNT ini tidak dapat dimasukkan. Sebab, revisi Perda PBB sebenarnya hanya mengatur tentang penilaian NJOP atau nilai yang ditetapkan pemerintah dalam pengenaan pajak PBB.

“Pada Perda PBB kita tidak dapat memasukkan ketentuan tentang penetapan mana daerah ekonomis dan tidak ekonomis serta wilayah strategis dan tidak strategis, sebagaimana apabila ini dipetakan secara ZNT, maka hanya Perda BPHTB-nya saja yang dapat mengatur dan mencover hal ini secara maksimal,” jelas Deni lagi.

Notaris yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) Bengkulu ini menyebut klasifikasi nilai tanah dan bangunan sebagai point penting dalam Perhitungan BPHTB baru dikatakan proporsional dan adil apabila sudah sesuai dengan Pemetaan ZNT, mentaati UU BPHTB, UU Pajak Daerah dan Retribusi termasuk Permenkeu No.208 Tahun 2018 .

“Dengan demikian pemetaan ZNT dapat dengan mudah dipergunakan untuk menentukan besaran nilai dan harga jual tanah dan bangunan pada lokasi tertentu, termasuk penentuan penetapan NJOP yang sesuai penilaian harga pasar sebagai salah satu dasar dalam penentuan pembayaran BPHTB,” kata Deni.

“Perda PBB itu tidak terkait secara langsung dengan penetapan besaran BPHTB. Hanya pengaturan mengenai penetapan PBB setiap tahunnya dari tanah dan bangunan milik masyarakat dan penetapan NJOP PBB0-nya. Merevisi Perda PBB, juga harus merevisi Perda BPHTB, saling keterkaitan kedua Perda ini, akan tidak sinkron pelaksanaannya di masyarakat apabila hanya Perda PBB saja yang direvisi. Akhirnya nanti objek tanah dan bangunan yang harga Pasarnya di atas rata rata NJOP tetap akan dikenakan pembayaran BPHTB sesuai dengan ketentuan penilaian harga pada zonasi versi Perwal 43, karena Perwal ini juga belum dicabut oleh Pemkot, malahan akan disandingkan pemberlakuannya dengan Perda PBB,” sambung Deni.

Deni khawatir jika Perda PBB ini tetap direvisi tanpa merevisi Perda BPHTB maka klasifikasi nilai dasar tanah dan bangunan tidak akan menemukan penilaian harga yang mencerminkan kondisi harga tanah dan bangunan yang sebenarnya di lapangan. Tanpa Pemetaan ZNT maka penetapan NJOP di Kota Bengkulu akan cenderung mendorong pemerintah daerah melakukan penilaian harga tanah selalu naik ke atas. Karena di Perda PBB tidak dapat mengatur secara maksimal mengenai pemetaan ZNT yang proporsional.

“Karena NJOP ini di lapangan ada beberapa kekurangan, diantaranya belum mampu membedakan lokasi letak tanah dan bangunan berdasarkan kondisi ekonomis, tidak ekonomis, strategis dan tidak strategis. Seterusnya penetapan harga biasanya tidak terlalu jauh berbeda pada bangunan dengan tipe yang berbeda di sekitarnya dan NJOP sangat berpengaruh dengan harga tanah yang semakin melonjak tinggi,” ungkap Deni.

“Artinya dapat terjadi nantinya tanah dan properti di samping kuburan bayar PBB-nya bisa relatif tinggi sama dengan tanah dan properti yang di pinggir jalan atau di dekat pasar, karena penetapan NJOP-nya tidak berdasarkan penetapan berdasarkan pemetaan ZNT. Akhirnya pembayaran BPHTB oleh masyarakat pada saat peralihan hak miliknya juga mendekati kesamaan,yaitu relatif tinggi,” sambung Deni .

Terakhir, IPPAT Bengkulu tetap menginginkan dan mendorong Perwal No.43 dicabut terlebih dahulu oleh Walikota Bengkulu sebelum DPRD Kota melakukan Revisi terhadap Perda PBB yang disinkronkan dengan revisi pada Perda BPHTB, demikian Deni. (red)

Baca Juga
Tinggalkan komen