Bengkulu News #KitoNian

Mengenal Sindrom Tourette, Gejala dan Penyebabnya

Sindrom Tourette adalah suatu gangguan yang menyebabkan penderitanya melakukan tic, yaitu ucapan atau Gerakan yang berulang di luar kendali. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia 2-15 tahun, sindrom ini lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Tic memanglah umum terjadi pada anak-anak, walaupun begitu kondisi ini tidak bertahan lebih dari 1 tahun. Namun kepada anak-anak yang menglami Sindrom Tourette akan mengalami tic yang lebih dari 1 tahun dan juga ditambah dengan berbagai macam perilaku.

Saat bertambah usia umumnya pengidap sindrom ini akan membaik, akan tetapi tetap harus diiringi dengan berbagai rangkaian pengobatan, untuk meminimalisir kondisi tambahan yang akan terjadi.

Melansir Alodokter.com dan beberapa sumber lainnya, penyebab dari Sindrom Tourette ini masih belum diketahui. Namun ada beberapa dugaan bahwa Sindrom Tourette terkait dengan beberapa hal berikut :

  • Kelainan gen yang diturunkan dari orangtua
  • Kelainan pada zat kimia otak (neurotransmitter) dan struktur atau fungsi basal ganglia, yaitu bagian otak yang mengontrol gerak tubuh
  • Gangguan yang dialami ibu selama masa keahamilan atau saat melahirkan, seperti stress masa kehamilan, proses persalinan yang berlangsung lama, atau bayi lahir degan berat badan yang di bawah normal.

Lalu Apakah Media Sosial Juga Menjadi Penyebab Dari Sindrom ini ?

Satu studi menganalisis 3.000 video TikTok menggunakan kata kunci ‘tic’, ‘Tourette’, atau ‘Tourette’s’. Ditemukan bahwa tics yang ditampilkan oleh pengguna TikTok sangat sering dan parah. Gerakan lengan adalah yang paling umum, yang tidak biasa untuk tics tipikal.

Mayoritas yang luar biasa melibatkan tindakan melukai diri sendiri dan coprolalia (bahasa cabul). Dua yang terakhir ini tidak sering terjadi pada gangguan tic yang khas. Coprolalia merupakan gejala sindrom teurette yang paling banyak diketahui masyarakat. Tapi itu hanya terjadi pada sebagian kecil orang dengan sindrom ini.

Studi menyimpulkan, tiktok tics berbeda dari apa yang biasanya terlihat pada pasien dengan sindrom Tourette, meskipun mereka memiliki banyak karakteristik dengan tics fungsional.

Mereka percaya ini menjadi contoh penyakit sosiogenik massal, yang melibatkan perilaku, emosi, atau kondisi yang menyebar secara spontan melalui suatu kelompok.

Faktor Risiko Sindrom Tourette

Meski penyebabnya belum diketahui, ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami sindrom Tourette, yaitu:

  • Berjenis kelamin laki-laki, dengan risiko 3–4 kali lebih tinggi dibanding perempuan
  • Memiliki riwayat sindrom Tourette atau gangguan tic lainnya pada keluarga

Gejala Sindrom Tourette

Gejala umum sindrom Tourette adalah gerakan berulang yang di luar kendali atau dikenal dengan sebutan ticTic dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu:

Motor tics

Motor tics ditandai dengan gerakan yang sama secara berulang. Motor tics dapat melibatkan kelompok otot tertentu saja (simple tics), atau beberapa otot sekaligus (complex tics).

Beberapa gerakan yang termasuk ke dalam simple motor tics adalah:

  • Mengedipkan mata
  • Menganggukkan atau menggelengkan kepala
  • Mengangkat bahu
  • Menggerak-gerakkan mulut

Sedangkan pada complex motor tics, penderita umumnya mengulang gerakan, seperti:

  • Menyentuh atau mencium suatu benda
  • Meniru gerakan suatu objek
  • Menekuk atau memutar badan
  • Melangkah dalam pola tertentu
  • Melompat

Vocal tics

Vocal tics ditandai dengan membuat suara yang berulang. Sama seperti motor ticsvocal tics juga bisa terjadi dalam bentuk simple tics maupun complex tics.

Beberapa contoh dari simple vocal tics adalah:

  • Batuk
  • Berdeham
  • Bersuara menyerupai binatang, seperti menggonggong

Sedangkan pada complex vocal tics, gejala yang muncul antara lain:

  • Mengulang perkataan sendiri (palilalia)
  • Mengulang perkataan orang lain (echophenomena)
  • Mengucapkan kata-kata kasar dan vulgar (koprolalia)

Sebelum gejala motor tics atau vocal tics muncul, penderita mungkin akan mengalami sensasi tertentu di tubuh, seperti gatal, kesemutan, atau ketegangan. Sensasi tersebut akan hilang setelah tic muncul.

Pengobatan Sindrom Tourette

Sindrom Tourette dengan gejala yang ringan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Tetapi jika gejala yang dialami tergolong parah, mengganggu aktivitas, atau membahayakan diri, ada beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan, yaitu:

Psikoterapi

Jenis psikoterapi yang dapat digunakan untuk mengatasi sindrom Tourette adalah terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan untuk melatih kesadaran pasien akan sekitar dan melatih kontrol gerakan.

Selain itu, terapi ini juga dapat mengatasi kondisi lain yang terkait dengan sindrom Tourette, seperti ADHD dan OCD (obsessive compulsive disorder). Dalam sesi psikoterapi, terapis juga dapat menggunakan metode bantuan seperti hipnosis, meditasi, serta teknik pernapasan atau relaksasi.

Obat-obatan

Obat-obatan digunakan untuk meredakan gejala tics. Beberapa jenis obat yang dapat diresepkan oleh dokter adalah:

  • Obat antipsikotik, seperti risperidone, fluphenazine, dan haloperidol
  • Antidepresan, seperti fluoxetine
  • Suntik botulinum toxin (botox)
  • Obat antikonvulsan, seperti topiramate

DBS (deep brain stimulation)

Deep brain stimulation adalah penanaman implan elektroda ke dalam otak pasien, untuk merangsang reaksi otak. DBS hanya disarankan bagi penderita sindrom Tourette dengan gejala yang parah dan tidak bisa ditangani dengan terapi lain.

Pada kasus yang jarang terjadi, anak dengan sindrom Tourette yang menjalani terapi DBS dapat mengalami gangguan bicara, mati rasa, dan perdarahan. Oleh sebab itu, diskusikan terlebih dahulu dengan dokter mengenai manfaat dan risiko yang dapat terjadi akibat terapi DBS.

Dukungan untuk Penderita Sindrom Tourette

Penderita sindrom Tourette umumnya memiliki masalah saat harus berinteraksi dengan orang lain. Kondisi ini juga bisa mengganggu kepercayaan diri penderita. Akibatnya, penderita sindrom Tourette lebih rentan mengalami stres, depresi, dan penyalahgunaan NAPZA.

Jika Anda memiliki anak dengan sindrom Tourette, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:

  • Usahakan untuk selalu mendapatkan informasi yang akurat mengenai sindrom Tourette.
  • Pupuklah kepercayaan diri anak, misalnya dengan mendukung kegiatan yang dia pilih dan mendukungnya bermain dengan temannya.
  • Tempatkan anak dalam lingkungan belajar yang kecil atau les privat, agar bisa berkembang lebih baik.
  • Ikuti kelompok dukungan (support group) yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Ingatlah bahwa tic akan mencapai puncaknya ketika penderita mencapai usia remaja, tetapi kondisi tersebut dapat membaik seiring bertambahnya usia.

Komplikasi Sindrom Tourette

Pada sebagian besar kasus, penderita Sindrom Tourette juga mengalami satu atau lebih kondisi tertentu. Namun, belum diketahui mengapa kondisi-kondisi tersebut muncul pada penderita sindrom Tourette. Sejumlah kondisi tersebut adalah:

  • Gangguan perilaku, dialami oleh 8 dari 10 anak penderita sindrom Tourette
  • ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), dialami oleh 6 dari 10 anak dengan sindrom Tourette
  • OCD(obsessive-compulsive disorder) atau OCB (obsessive-compulsive behavior), yang terjadi pada 6 dari 10 anak penderita sindrom Tourette
  • Gangguan belajar, yang terjadi pada 3 dari 10 anak dengan sindrom Tourette
  • Perilaku melukai diri sendiri, yang dialami oleh 3 dari 10 anak dengan sindrom Tourette
  • Gangguan mood, seperti depresiatau gangguan kecemasan, yang dialami oleh 2 dari 10 anak dengan sindrom Tourette
  • Gangguan tingkah laku (conduct disorder), yang menyerang 1–2 dari 10 anak yang menderita sindrom Tourette

Pencegahan Sindrom Tourette

Seperti telah dijelaskan di atas, belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan sindrom Tourette. Oleh sebab itu, belum diketahui pula cara mencegah penyakit ini. Namun, diagnosis dan pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat mengurangi risiko sindrom Tourette bertambah parah.

Baca Juga
Tinggalkan komen