Bengkulu #KitoNian

Kemarau di Bengkulu, Mukomuko Akan Mengalami Kekeringan Lebih Dulu

Ilustrasi. Areal sawah yang kekeringan. Foto: Dedy Rasyid, Dok BN

BENGKULU – Badan Meteorlogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim kemarau di Bengkulu akan datang lebih awal di tahun 2023. Curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya.

Sebanyak 289 ZOM atau 42% wilayah akan memasuki musim kemarau maju atau lebih awal dari biasanya. Sedangkan 200 ZOM atau 29% wilayah memasuki musim kemarau normal. Serta 95 ZOM atau 14 wilayah memasuki musim kemarau mundur, yakni lebih lambat dari biasanya.

Wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada bulan April mendatang meliputi Bali, NTB, NTT, sebagian besar Jawa Timur. Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada bulan Mei meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, Papua bagian selatan.

Sementara itu, wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada bulan Juni meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara.

Kasi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi I Bengkulu, Anang Anwar menuturkan untuk Provinsi Bengkulu sendiri wilayah yang memasuki musim kemarau MAJU adalah daerah Mukomuko.

“Prakiraan awal musim kemarau kita umumnya di bulan Juni, dengan puncak musim kemarau jatuh di bulan Juli kecuali di wilayah Mukomuko, awal musim kemarau jatuh di bulan Mei,” kata Anang pada Bengkulunews.co.id Minggu (30/04/23) siang.

Sedangkan untuk daerah lain Provinsi Bengkulu akan dilanda musim kemarau mulai bulan Juli hingga puncak di bulan Agustus 2023.

BMKG mengimbau agar Kementerian atau lemabaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait dan seluruh masyarakat dapat lebih siap dan mengantisipatif terhadap kemungkinan serta dampak musim kemarau. Terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).

Wilayah tersebut diprediksi akan mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologi, kebakaran hutan serta lahan dan hingga kekurangan air bersih.

Pemerintah daerah serta masyarajat dapat mengoptimalkan penyimoanan air pada akhir musim hujan untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolan retensi hingga penyimoanan air buatan melalui gerakan memanen air hujan.

“Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir,” demikian Anwar.

Baca Juga
Tinggalkan komen