Logo

KAIN BENCOOLEN NUSANTARA: Menghidupkan Warisan Kain Indah Bernilai Tinggi dari Bengkulu

Batik Basurek khas Bengkulu

Batik Basurek khas Bengkulu

bengkulunews.co.id – 17 November 2016 Indonesia ditakdirkan alam semesta menjadi pusat persilangan kearifan berbagai peradaban suku bangsa. Tidak saja dalam keberagaman antar puak suku bangsa yang sangat kaya persilangan budaya. Ini semua terjadi karena proses alkuturasi berabad silam. Di mana suku bangsa di nusantara mampu menyerap pengaruh budaya luar (asing) duduk secara harmonis dalam kearifan lokal. Hal ini terwujud dalam berbagai capaian peradaban yang tercermin dalam berbagai wujud, antara lain: arsitektur, tata boga, bahasa, seni budaya dan tentu saja kain nusantara. Alkuturasi budaya di persada nusantara tampak saling mengikat tanpa menafikan satu sama lain.

Persilangan budaya menjadi kekayaan budaya Indonesia. Bahkan unsur budaya luar nusantara diserap dan diambil saripatinya dalam puncak peradaban nusantara. Ini jelas nampak dalam seni kain nusantara yaitu batik. Teknik yang khas dari batik yang selama ini lebih kita kenal berasal dari suku Jawa ternyata hanya sebagian dari kekayaan budaya Indonesia. Teknik seni batik tersebar di seluruh pelosok nusantara, mulai dari batik Aceh, batik Minangkabau, batik Bali, batik Minahasa, dan tentunya berbagai batik di Pulau Jawa seperti batik Betawi, batik Sunda, batik Solo, batik pesisir, batik Cirebon, batik Jogja, batik Lasem, dan batik Pekalongan. Salah satu yang menarik untuk kita amati adalah batik Bengkulu yang dikenal dengan sebutan Kain Besurek.

KAIN BESUREK dibuat dengan proses batik dengan motif beraksara atau Besurek. Motif kain besurek umumnya adalah kaligrafi yang diambil dari ayat-ayat Alquran dan nama-nama Allah (Asmaul Husna). Namun, dalam perkembangan, motif kaligrafi itu kini lebih banyak berupa huruf hijaiyah (aksara Arab) yang diambil terpisah, tidak mengandung arti tertentu atau tidak berupa kata atau kalimat yang berasal dari Kitab Suci Alquran. Bahkan terkadang tidak bisa dibaca karena tidak membentuk huruf apa pun.

“Batik yang diperkenalkan ke Nusantara oleh pedagang-pedagang India pada abad ke-14 merupakan contoh karya seni yang dengan baik merefleksikan ajaran-ajaran yang ada dalam Alquran.” kata pakar kebudayaan Islam Nasir Tamara dan peraih gelar doktor ilmu sosial dari University of Paris, Prancis, di suatu kesempatan. Boleh jadi pengejawantahan paling jelas dari pengaruh Islam pada batik yang bertahan sampai kini ada pada kain Besurek.

Selain bentuk kaligrafi huruf Arab, kain besurek juga banyak menggunakan motif bunga rafflesia, bunga raksasa yang tumbuh di Bengkulu. Motif bunga rafflesia bisa dibilang sebagai motif utama kain besurek setelah kaligrafi. Juga ada motif burung kuau, yakni motif bergambar seperti burung yang dibuat dari rangkaian aksara Arab. Lalu ada motif relung paku, yang berupa gambar meliuk-liuk sebagai stilisasi bentuk tanaman relung paku; dan motif rembulan, yang merupakan motif yang digambar seperti rembulan yang bulat.

PERJALANAN KAIN BESUREK
Pasang surut kehidupan kain besurek berjalan dari tahun ke tahun. Tercatat pada era ‘80an, Kain Besurek mencapai masa jayanya. Hal ini tidak lepas dari upaya ibu Guberbur pada saat itu yaitu Ibu Suprapto yang mendukung keberadaan Kain Besurek dari hulu ke hilir. Namun dari masa ke masa rupanya Kain Besurek kurang berkembang hingga pamornya pun semakin silam.

Seiring dengan surutnya popularitas Kain Besurek, maka semakin terkikis pula jumlah perajin batik di Bengkulu yang memproduksinya. Kondisi ini yang mengusik rasa prihatin istri Gubernur Bengkulu, Lily Ridwan Mukti pada kelangsungan kain besurek yang dibuat dengan teknik batik. Kain Besurek menjadi semakin sulit dijumpai, dan semakin sedikit pula pengrajin di Bengkulu yang membuat kain batik bercorak besurek ini. “Kain Besurek tidak lagi dikenal seperti dulu di Indonesia, sementara di Bengkulu sendiri, kain Besurek sudah tidak banyak yang dikerjakan dengan teknik batik. Yang ada sekarang kain besurek keluaran pabrik tekstil,” ujat Lily yang prihatin pada keberlangsungan industri batik di Bengkulu.

Padahal Kain Besurek telah menjadi “trade mark” Bengkulu. Bahkan Pemerintah Provinsi Bengkulu juga telah menetapkan tanggal 18 November sebagai Hari Kain Besurek untuk mengapresiasi kekayaan tradisi dan budaya yang dimiliki masyarakatnya. Selain itu, pada 2015 lalu, Kain Besurek telah ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu warisan budaya Indonesia dari Provinsi Bengkulu.

Pada Expo Bengkulu 2016 ini akan diperkenalkan sebuah brand batik baru, yaitu Kain Bencoolen Nusantara, yang hadir bukan hanya dalam bentuk helai kain, melainkan lengkap dengan program pengembangan dan pelestarian Kain Besurek. Kehadiran Kain Bencoolen Nusantara ini tak lepas dari niat Lily Ridwan Mukti melestarikan warisan kebanggaan Bengkulu. “Saya ingin sekali mengembangkan kain besurek ini. Karena, selain memiliki aspek historis, adat, dan keagamaan yang bernilai tinggi, kain besurek juga tetap memliki aspek fungsional sebagai sandang, sebagai kain yang dapat dikenakan, sehingga aspek keindahannya tetap diperhatikan. Menurut saya, kain seperti ini hanya ada di Bengkulu, satu-satunya di Indonesia atau di Nusantara pada masa lalu. Sayangnya, para pengrajinnya di Bengkulu kini sudah sangat sedikit dan pengembangan motifnya pun tidak maksimal,” tutur Lily.

LANGKAH AWAL
Untuk mewujudkan niat mulianya itu, Lily pun kemudian mengajak beberapa perupa batik, desainer, dan pemerhati fashion bekerja sama merevitalisasi kain besurek. Mereka antara lain Dudung Alie Syahbana, Cahyo, Tati dan Zaenal Songket, dan Musa Widyatmodjo. Mereka semua diajak untuk mengembangkan motif kain besurek dengan tetap mempertahankan ciri motifnya. Hasil karya mereka kemudian akan dipasarkan di bawah bendera Kain Bencoolen Nusantara, sebuah brand baru yang diciptakan khusus untuk menjadi wadah bagi kreasi para perajin batik dengan dukungan Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui program yang dirancang untuk mempertahankan dan mengembangkan keberadaan Kain Besurek.

Di bawah Kain Bencoolen Nusantara ini juga, tim yang dibentuk oleh Lily Ridwan Mukti akan memetakan kondisi dan kebutuhan para perajin batik di Bengkulu dan mengupayakan program pengembangan berupa pelatihan yang dapat menambah kemampuan para perajin dalam membatik dan membuat motif-motif baru sesuai dengan kebutuhan masa kini, seiring dengan tetap mempertahankan motif khasnya.

Dengan kata lain, Kain Bencoolen Nusantara merupakan bentuk nyata pengembangan Batik Besurek. Ke depannya, Kain Bencoolen Nusantara akan bersinergi dengan Kampung Batik Besurek – sebuah sentra perajin batik besurek yang dicanangkan oleh Pemprov Bengkulu. Kain Bencoolen Nusantara akan mendampingi perajin melalui program binaan. Dengan menjembatani antara perajin, peperintah dan para pakar, diharapkan Kain Besurek kembali bangkit dan menjadi bagian dari perkembangan ekonomi di provinsi Bengkulu.

Mengenai hasil para pebatik senior yang dipamerkan di Bengkulu Expo 2016 ini, Lily menyatakan rasa senangnya, “Saya terpesona dengan karya para pakar pebatik. Tentunya saya berharap kreatifitas mereka dapat menginspirasi para pengrajin batik di Bengkulu dalam berkarya ke depannya. Sehingga batik Bengkulu menggeliat dan dapat terus hidup sebagai warisan budaya yang juga dapat menghidupi para pegiat batik di Bengkulu. Inilah yang menjadi misi visi kami dalam mengembangkan motif besurek,” kata Lily Ridwan Mukti.

KAIN BENCOOLEN NUSANTARA pertama kali diperkenalkan pada 2 Oktober lalu di acara Selisik Batik yang berlangsung di Bentara Budaya Jakarta. Acara pameran batik yang digagas oleh Harian Kompas tersebut diselenggarakan dalam rangka memeringati perayaan Hari Batik Nasional.

TENTANG LILY RIDWAN MUKTI
Hajjah Lily Martiani Maddari Ridwan Mukti adalah istri Gubernur Bengkulu saat ini, Dr. H. Ridwan Mukti. Sebelum mendampingi suaminya memimpin Bumi Rafflesia, Lily Martiani Maddari aktif sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan. Sikapnya yang cenderung tegas dan terbuka membuat wanita yang juga politisi Partai Golkar ini disegani kawan maupun lawan politiknya.

Sebelum memasuki dunia politik dan berhasil menjadi tokoh penting partai Golkar di Kabupaten Musi Rawas, Lily Maddari sudah lebih dulu dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses. Lily menggeluti dunia usaha sejak umur 21 tahun, menggantikan ayahnya yang meninggal dunia pada saat itu.

Terbiasa aktif sejak masih muda, Lily Ridwan Mukti yang kini menjadi Dewan Pembina Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Provinsi Bengkulu ini, memiliki kepedulian yang tinggi pada dunia seni, budaya, fashion, serta berbagai hal yang terkait dengan pengembangan potensi dan kekayaan asli daerah, termasuk mengembangkan kain Besurek kebanggaan masyarakat Bengkulu. (bn/mc)