Bengkulu News #KitoNian

Biopestisida Si Penyelamat Petani

Oleh : Alfani Kurniasih Siregar Oleh : Alfani Kurniasih Siregar Oleh : Alfani Kurniasih Siregar

DI ERA ini seiring dengan perkembangan zaman, bidang pertanian pun mengalami perkembangan yaitu pertanian modern.

Dimana menjadikan pertanian Indonesia menjadi pertanian yang berkelanjutan, hama, penyakit harus dikendalikan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga harus memperhatikan keberlanjutan pertanian dan tidak merusak lingkungan.

Selain itu banyaknya penggunaan pestisida yang tidak ramah lingkungan merusak secara fisik, kimia dan biologi tanah serta menimbulkan kejenuhan tanah akan bahan kimia.

Selain persoalan harganya yang semakin mahal, bahan kimia yang digunakan seperti pestisida yang menimbulkan resisten atau ketahanan organisme pengganggu tanaman.

Salah satu cara pengendalian hama penyakit terpadu dapat dilakukan dengan menggunakan Biopestisida.

Biopestisida merupakan salah satu komponen dalam pengelolaan hama dan penyakit. Biopestisida didefinisikan sebagai bahan yang berasal dari mahluk hidup (tanaman, hewan atau mikroorganisme) yang berkhasiat menghambat pertumbuhan dan perkembangan atau mematikan hama atau organisme penyebab penyakit.

Biopestisida (pestisida alami/pestisida hayati) merupakan pestisida ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia.

Berikut ini adalah beberapa keuntungan yang didapatkan saat menggunakan biopestisida dalam pengendaliaan hama dan penyakit tanaman:
• Murah dan mudah didapat
• Tidak menimbulkan residu pada tanah
• Aman bagi manusia
• Produk pertanian menjadi lebih sehat
• Tidak menyebabkan resisten pada hama dan lainya.

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sendiri dapat menyerang tanaman budidaya, dimana OPT merupakan organisme pengganggu tanaman.

OPT adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan.

Berdasarkan jenis serangannya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama, vektor penyakit, dan gulma.

Salah satu OPT yang cukup berbahaya bagi tanaman adalah Hama, Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman.

Hama terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot, keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dan lainnya.

Serangan hama sangat terlihat dan dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive atau memberikan kerusakan fisik terhadap tanaman tersebut seperti terdapat gigitan pada bagian tanaman seperti pad daun, batang, umbi, buah dan lainnya yang dapat merugikan secara langsung bagi tanaman.

Namun serangan hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali apabila hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit akibat terbawa oleh hama tersebut dari suatu tempat atau dari tanaman yang sudah terjangkit suatu penyakit.

Sehingga terbawa pada tanaman yang belum terkena penyakit, vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor pembawa penyakit adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan imunitas, atau mengganggu metabolisme tanaman.

Sehingga terjadi gejala abnormal pada sistem metabolisme tanaman tersebut dan gulma adalah tumbuhan liar yang tidak dikehendaki tumbuhnya dan bersifat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan.

Gulma memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada pertumbuhan tanaman, meskipun biasanya tidak menimbulkan kematian dan dapat terjadinya persaingan nutrisi antar tanaman dan gulma.

Sebab itu pentingnya penggunaan biopestisida yang dapat mengendalikan dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan bersifat terpadu dan berkelanjutan.

Penggunaan pestisida kimia atau bahan kimia lain banyak dikurangi berkaitan dengan dampak negatif yang dapat berakibat fatal terhadap manusia dan juga lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaannya.

Disamping harganya yang murah dan ekonomis, sehingga penggunaanya bisa menjadi alternatif bagi petani Indonesia.

Sebenarnya penggunaan biopestisida sudah dikenal oleh petani Indonesia, biasanya dibuat dari ekstrak tanaman yang digunakan untuk menghambat atau mematikan hama yang ada pada tanaman.

Penggunaan biopestisida pun terdapat berbagai macam, dan harus disesuaikan pada jenis hama atau penyakit apa yang akan dikendalikan.

Berikut jenis biopestisida berdasarkan bahan pembuat nya dan sasaran OPT nya :

1. insektisida Biologi (Bioinsektisida)

Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida.

Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan.

Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya.

Contoh penggunaan : Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis. (Bacillus thuringiensis var.

Kurstaki telah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine.

2. Herbisida biologi

Herbisida termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus.

Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk.

3. Biofungisida

Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur.

Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai.

Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P.

Kendala penggunaan biopestisida
Biopestisida berbentuk ekstrak dari bagian tanaman, bukan sintesis senyawa aktifnya sehingga membutuhkan volume yang besar sehingga kurang praktis dalam transportasi.

Efektivitas biofungisida tidak bisa sama dengan fungisida kimia.
Keuntungan penggunaan biopestisida

Keuntungan penggunaan biopestisida adalah ramah lingkungan karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya mudah luruh di alam .

Biopestisida tidak menimbulkan resistensi atau resurgensi sehingga tidak menimbulkan rasras baru pada mikroorganisme penyebab penyakit.

Senyawa dalam biopestisida tidak bersifat racun pada manusia, sehingga tidak menggangggu kesehatan pengguna (petani) dan konsumen.

Peluang Biopestisida

Biopestisida berpeluang dikembangkan di Indonesia karena terdapat beragam tanaman dan mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai bahan baku.

Supaya biopestisida tersedia dari waktu ke waktu maka penanaman tanaman penghasil bahan nabati sampai menjadi bahan baku harus terus menerus dilakukan, atau pembiakan massal suatu predator, cendawan entomopatogen (B. bassiana, L. lecanii), atau antagonis penyebab penyakit (Trichoderma sp.), terutama di sentra produksi tanaman pangan.

Supaya mudah didapatkan petani, maka biopestisida harus tersebar hingga ke desa dan mendapat pengawasan dari pihak kompeten.

Resistensi hama dan OPT terhadap pestisida Suatu organisme pengganggu tumbuhan (OPT) disebut resisten jika OPT di suatu daerah biasanya rentan terhadap suatu jenis pestisida, tetapi kemudian menjadi tidak dapat dikendalikan oleh pestisida tersebut.

Menjadi kondisi yang serius dan Petani harus mengeluarkan biaya pengendalian lebih besar, karena mereka terpaksa menggunakan dosis yang lebih tinggi atau membeli pestisida baru yang lebih mahal.

Pemerintah merugi karena target produksi pertanian tidak tercapai. Industri pestisida merugi karena ‘masa hidup’ pestisida di pasar semakin pendek. Masyarakat menanggung risiko bahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup.(***)

Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Agroekotenologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Editor : yasrizal

Baca Juga
Tinggalkan komen