Logo

Usaha Kumbang Tanduk di Bengkulu Sukses Hingga ke Negeri Sakura

Salah satu jenis Kumbang Tanduk Milik UMKM Kumbang Dempo, Bengkulu. Kumbang ini diekspor hingga ke Jepang. Foto, BN

Salah satu jenis Kumbang Tanduk Milik UMKM Kumbang Dempo, Bengkulu. Kumbang ini diekspor hingga ke Jepang. Foto, BN

Kumbang Tanduk merupakan jenis kumbang yang tersebar luas di Asia Tenggara dan aktif pada malam hari. Biasanya Kumbang tanduk akan menempel pada pucuk daun, menyerap cairan dan merusak jaringan daun yang masih muda.

Kumbang tanduk sebenarnya tidak memiliki nilai jual di Indonesia, namun hewan yang tergolong dalam jenis serangga ini memiliki nilai ekonomi tinggi di luar negeri.

Pemilik CV. Kumbang Dempo, Murniwan sudah menekuni usaha ini sejak beberapa tahun silam. Usahanya ini bermula saat temannya memberikan informasi mengenai kumbang tanduk yang memiliki nilai ekonomis, sejak itulah Murni mulai merintis karirnya.

Modal awal yang dibutuhkan pada saat itu kurang lebih Rp40 juta. Untuk pengumpulan kumbang tanduk Ia biasanya mengambil dari para petani. Harga satu kumbang yang dibelinya berkisar Rp10 ribu hingga ratusan ribu tergantung dari ukuran dan jenisnya. Usaha kumbang tanduknya sudah melejit hingga ke negeri Sakura yakni Jepang sejak tahun 2021.

“Di Jepang itu ada budaya setelah salju mulai cair, anak-anak akan berlari main keluar rumah. Nah disitu kumbang ini dilepaskan, mereka nanti akan cari kumbang dan diadu. Jadi sudah menjadi tradisi, di situlah kita lihat potensi untuk memasarkannya,” kata Murni pada Bengkulunews.co.id Selasa (08/11/22) siang.

Dalam mengurus kumbang tanduk, biasanya Murni akan memberikan makanan tiga hari sekali berupa batang tebu, sembari memberishkan toples penyimpanan kumbang.

Murni biasanya memanen kumbang tanduk di alam sejak bulan februari hingga agustus, karena pada saat itu merupakan masa kumbang sudah melalui metamorphosis.

Di Bengkulu Kumbang Tanduk memiliki 24 jenis dengan ukuran berbeda-beda, dari jenis Dorcus Alcides, Serrognathus Titanus, Hexarthrius Rhinouceros, Dorcus Parryi dan masih banyak lagi. Namun yang paling banyak diminati di luar negeri adalah jenis Hexarthrius Parryi dan Chalcosoma Atlas. Besar kumbang tanduk sangat bervariasi dari ukuran 5 cm hingga belasan cm.

Bukan persoalan mudah dalam mengurus kumbang, Murni menuturkan harus ekstra hati-hati dalam merawatnya. Kumbang tanduk yang rusak juga bisa dijadikan figuran ataupun koleksi, tentunya hal tersebut dilakukan oleh orang berpengalaman.

“Nah kalau cacat tidak akan laku, patah tanduk ataupun kakinya patah itu sudah tidak bisa dijual. Kita juga rugi, harus hati-hati, makanya kalau sebelum dikirim pasti disortir dulu,” tambahnya.

Pandemi beberapa tahun lalu hampir membuat usahanya tersebut gulung tikar. Namun hal tersebut tidak mematahkan semangat Murni.

Hingga saat ini usahanya tersebut masih bisa berdiri tegak. Ia berharap pemerintah dapat memperhatikan UMKM Kumbang Tanduk karena banyak masyarakat terutama petani yang terbantu perekonomiannya.

“Jadi orang kebun itu rata-rata cari kumbang inikan, mereka banyak dapat. Nah itu nanti dijual ke saya, dari sana bisa beli beras ataupun racun rumputlah itu membantu ekonomi mereka,” demikian Murni.