Bengkulu #KitoNian

Sejumlah Warga Bertopeng Datangi Rumah-rumah di Desa Tapak Gedung Kepahiang

Penulis : Zizi

Sekujang. Foto, Zizi/BN

BENGKULU – Sejumlah warga dengan menggunakan topeng datangi rumah-rumah di Desa Tapak Gedung Kecamatan Tebat Karai Kabupaten Kepahiang, Selasa (3/05/2022) malam. Warga dengan kostum unik ini mendatangi rumah untuk meminta kue lebaran.

Kegiatan ini merupakan festival seni budaya Serawai yang digelar setiap 2 Syawal atau malam lebaran kedua setiap tahun di Desa Tapak Gedung. Festival ini merupakan peringatan atas usaha leluhur serawai yang pernah terlambat untuk merayakan Idulfitri.

Konon leluhur suku serawai dikisahkan dalam sebuah perjalanan saat bulan ramadan. Jarak yang cukup jauh membuatnya harus merayakan lebaran saat masih dalam perjalanan. Saat itu ia tidak memiliki persiapan apapun bahkan kue yang biasanya disajikan saat lebaran.

Saat sampai di desa yang dituju. Leluhur ini yang menyadari lebaran telah tiba mencoba mendatangi rumah-rumah warga untuk meminta kue. Cara ini ditunjukkan dalam festival Sekujang yang mendatangi rumah warga dalam keadaan gelap, atau tanpa cahaya.

“Melestarikan kegiatan kesenian kebudayaan ini, di desa-desa Serawai,” kata Kepala Desa Tapak Gedung, Robi Indarta pada bengkulunews.co.id.

Seminggu sebelum lebaran, persiapan festival Sekujang telah dilakukan. Warga menghias kostum dan membuat topeng-topeng dari kardus yang diatasnya diletakkan ijuk sebagai ilsutrasi kepala. Proses terakhir sebelum pegelaran yakni melakukan kenduri sebagai tata cara berpamitan pada leluhur.

“Dengan harapan mendoakan kepada tuhan yang maha esa agar Desa Tapak Gedung ini aman dan hasil bumi melimpah,” ungkap Robi.

Saat mendatangi rumah-rumah, warga dengan mengenakan topeng ini diiringi oleh tabuhan gendang dan sejumlah pantun serawai. Sampai rumah yang dituju, kondisi harus dalam keadaan tanpa cahaya atau lampu dimatikan.

Pantun-pantun itu berbunyi :

“Jang.. Sekujang, minta lemang sebatang, batan pengisi peghut panjang. Jang Sekujang minta lemang gak sebatang, mintak gelamai gak semata, kami kini ndak reraya. Lelalang gumput lelalang batang panah muncul tenggelam atang kami lambat datang. Dusun jauah bulan tenggelam, anai-anai bawa batang, betutup daun bulua, anak moanai la datang kalu ada dua pulua. Yam sekiam, seraut mato kalu, ngapola ibung-ibung diam, bukan luak itu caro kalo. Cit bedecit bunyi kelambit, muni kucira di gunung Dempo, alangka kaghut uma ini, monyenkan lemang baling tungku. La lamo nido ketemu, dalam ati tengiang rindu, kini kito la betemu, marila kito saling bepadu”

Baca Juga
Tinggalkan komen