

BENGKULU – Aktivitas penambangan batu bara yang menghasilkan debu dan polusi udara dapat memengaruhi kualitas hidup pekerja, terutama dalam aspek kesehatan paru-paru. Hal ini mendapat tanggapan dari Dr. Mohamad Yovansyah Putera, seorang dokter spesialis paru-paru.
“Memang ada, salah satu penyakit paru yang spesifik timbul dari tambang batu bara, yaitu pneumokoniosis. Penyakit ini biasa muncul pada pasien yang memiliki riwayat bekerja di tambang batu bara,” ujar Dr. Yovansyah.
Selain pneumokoniosis, pekerja tambang batu bara juga berisiko mengalami penurunan fungsi paru akibat paparan debu dan partikel batu bara dalam jangka panjang. Penurunan fungsi paru ini bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat.
“Itu biasanya menimbulkan hambatan atau iritasi. Jika orang normal berlari 100 meter tidak ada masalah, pekerja yang mengalami penurunan fungsi paru bisa merasakan gangguan pernapasan,” jelas Dr. Yovansyah.
Menurutnya, pengelola tambang batu bara harus memperhatikan durasi maksimal paparan debu bagi pekerja, baik per hari maupun per jam.
“Harus ada sistem rotasi agar pekerja tidak terpapar debu setiap hari, dan mereka perlu diberikan alat perlindungan diri, seperti masker,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Joni Haryadi Thabrani, menyebutkan bahwa polusi debu batu bara dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius, termasuk kanker paru-paru hingga batuk berdarah.
“Jika kita berada di wilayah yang terpapar polusi batu bara, kita harus menggunakan masker. Polusi ini juga bisa menyebabkan mata perih,” katanya.
Joni menambahkan, jika sudah terkena penyakit akibat polusi batu bara, disarankan untuk segera menghindari lokasi tersebut.
“Jika dampaknya sudah parah, seharusnya segera menghindari area tersebut, atau jika perlu, pindah dari lokasi itu,” ungkap Joni singkat.
Dengan perhatian lebih terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja, diharapkan risiko penyakit paru-paru akibat polusi batu bara di wilayah Teluk Sepang dapat berkurang.
Tidak ada komentar.